Prolog

33.5K 1.3K 21
                                    

Angin gurun menghembuskan abaya dan khimarnya. Ia langsung menyapu pandangannya pada bebatuan berukir itu. Ia berbinar kagum akan keagungan Allah, ia bersyukur bisa melihat kota Madain Shaleh. Kota Madain Shaleh adalah peninggalan dari kau Tsamud yang di azab oleh Allah SWT akan kesombongannya dan kodratnya sebagai seorang manusia

Madain Shaleh adalah kota Nabi Shaleh yang diberikan amanah oleh Allah SWT untuk menyampaikan wahyu pada kaum Tsamud. Kota kuno yang berapa antara Hijaz dan Syam ini dahulu bernama Al-Hijr atau yang berarti bukit berbatu. Mada'in Salih terletak 20 km di sebelah utara Al-'Ula, 400 km barat laut Madinah.

Sudah dari satu minggu lalu Ridwan sempat mengajaknya untuk mengunjungi kota ini. Sungguh, tadinya ia sangat tidak mau. Namun, karena ia sangat menghargai Ridwan akan kebaikannya maka ia menerimanya dengan tulus.

Asfa berjalan menuju bangunan yang bernama Qasr Al-Farid, makam terbesar di Madain Shaleh. Ia melihat hanya ada beberapa orang di sana. Tidak banyak, sekitar sepuluh orang sedang asyik berfoto dan melihat-lihat bangunan itu. Asfa sangat tak mengerti kenapa Ridwan sangat niat sekali membawanya kesini.

Lagi-lagi angin menerpa kulit tangannya. Asfa segera memakai kacamata yang Ridwan beri kemarin sore saat di Jabal Uhud. Sesaat ia sudah sampai di dekat pintu makam itu. Sungguh, saat ia melihat ke atas, bangunan itu sangat tinggi dan berukir. Ia tak bisa membayangkan kecanggihan kaum Tsamud di masa 3000 tahun sebelum masehi itu.

Kemudian, suara telepon pun berbunyi. Asfa langsung merogoh tas sembari mencari ponselnya itu. Lalu, saat ia mengangkatnya,

"Assalamu'alaikum, Asfa," ucap Ridwan.

"Wa'alaikumussalaam, kamu di mana, mas?" tanya Asfa

"Eumm gini, Fa. Tadi ban mobil saya kempes gara-gara ada paku di sekitar pasir."

"Astaghfirullah, mas sekarang di mana? Saya susul yah," seru Asfa mulai khawatir.

"Ehh, jangan!! Kamu di situ aja, tunggu teman saya."

"Hah? Maksudnya, mas?"

"Tunggu teman saya, nanti dia yang akan mengajakmu berkeliling melihat kota itu."

"Tapi, mas--" tiba-tiba telepon dimatikan secara sepihak.

Asfa langsung bingung dengan sikap Ridwan hari ini. Bukankah dia yang mengajaknya kesini? kenapa orang lain yang malah menggantikannya mengajak Asfa berkeliling kota ini? Asfa melihat ponselnya cukup kesal, lalu menyimpan kembali pada tas.

Saat ia sedang menyimpan ponselnya, seketika ia mendengar suara bariton. "Assalamu'alaikum?"

Asfa langsung menoleh, lalu cukup terkejut. Jantungnya berdegup kencang saat ia melihat sosok itu. Zain? Kenapa Zain ada di sini?
"Wa-wa'alaikumussalaam," ucapnya dengan nafas terengah-engah.

Zain tersenyum tipis. "Saya tadi di sini menunggu Ridwan. Saya kira ia sendiri, ternyata ia membawamu. Tapi baru saja dia bilang mobilnya kempes, lalu dia meminta saya untuk menemanimu di sini."

Asfa menatap Zain bingung. Hatinya cukup sakit jika melihat sosok di depannya. Kejadian dua minggu lalu sangat menyakitkan jika ia bayangkan. Ia tak sudi jika harus melihat sosok itu lagi.

"Kau tau, Zain?" ucap Asfa sedikit parau.

"Apa?"

"Saya sudah mengerti jika suatu hari engkau akan mengelaknya lagi. Saya sudah melupakan kejadian minggu lalu dan sudah mengerti siapa dirimu.  Kau tahu, Zain? Walau saya memperlihatkan ratusan foto itu, engkau tetap saja tak akan mengingat itu. Karena, pada hakikatnya aku tahu. Kau memang bukan masa laluku."

Zain tersenyum simpul. "Baguslah, memang seharusnya begitu. Saya memang bukan masa lalumu, Asfa."



Izinkan Aku Memilikimu 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang