"Allah memegang nyawa (seseorang) pada saat kematiannya dan nyawa (seseorang) yang belum mati ketika dia tidur; maka Dia tahan nyawa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia lepaskan nyawa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran) Allah bagi kaum yang berpikir."
(QS. Az-Zumar 39: Ayat 42)
Ridwan terkejut saat melihat wanita itu pingsan. Tanpa basa-basi ia langsung meminta tolong murakkib, penjaga keamanan Masjid Nabawi untuk membawa Asfa ke Alabeer International Medical Center dekat jalan Utsman bin Affan.Ia menatap anak yang sedang ia gendong di pangkuannya. Ia bingung, apakah wanita itu sudah bersuami? Kenapa saat kemarin wanita itu terlihat seperti masih lajang. Ridwan membuang pikiran itu sejenak, yang terpenting wanita itu selamat dan kepanikan yang ia rasakan bisa langsung hilang.
Asfa sudah dibawa melalui tandu menuju mobil ambulan yang akan membawanya ke rumah sakit. Tiba-tiba nak itu menangis, dan Ridwan semakin panik.
"Astaghfirullah," ucap Ridwan mencoba untuk menenangkan anak itu.
Ia langsung mengusap-usap punggung anak perempuan itu dengan lembut. Ridwan memberikan ekspresi penuh perhatian pada anak itu.
Saat ini Ridwan sudah tak mengerti dengan apa yang sedang terjadi. Baru saja ia habis melakukan shalat dzuhur, tiba-tiba saja wanita bermata indah itu muncul di hadapannya. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Kemarin malam ia memimpikan Asfa, namun keesokan harinya Allah menemukan mereka berdua dalam saat kesusahan.
Ridwan adalah pedagang baju di sekitar Masjid Nabawi, namun dia juga seorang kurir pesan antar di restaurant Al-Baik. Kemarin Ridwan mengantarkan makanan ke apartemen bernomor 156. Fitrah seorang manusia saat melihat sebuah keindahan makhluk-Nya Allah sudah tidak bisa dielakkan lagi. Dalam satu kali pertemuan, Ridwan menatap mata Asfa, indah, dan itu masih terbayang dipikirannya.
Walau ia tak melihat wajah sepenuhnya wanita itu, namun ia seperti bisa melihat semuanya dalam mata sang wanita. Asfa, dia indah. Ia merasakan fitrah yang Allah berikan kepadanya. Sebuah hal normal ketika ikhwan melihat akhwat, lalu ia jatuh cinta kepadanya.
Setelah pertemuan di hari ini, tak ada lagi harapan kecil baginya. Wanita itu sudah bersuami dan mempunyai anak. Ridwan menghela nafasnya saat anak itu sudah tak menangis lagi. Untung saja ia tahu bagaimana mengurus anak, kalau tidak ia bisa kerepotan.
Setelah Asfa masuk ke dalam mobil, Ridwan pun ikut menaikinya. Ridwan menatap Asfa yang tak berdaya seperti itu. Kasihan, itulah yang ada di pikiran Ridwan. Ia berpikir di manakah suaminya hingga membiarkan istrinya sendiri di masjid Nabawi.
Ridwan membuka resleting tas Asfa yang sejak tadi ia jinjing, kira saja ia bisa menemukan ponsel dan menelpon suaminya. Namun, hasilnya nihil. Ridwan tak menemukan ponsel Asfa.
Ia menghembuskan nafasnya. Entahlah, siapa suaminya Ridwan tak peduli, yang terpenting wanita ini bisa pulih kembali dan selamat sampai rumahnya.
Akhirnya, selang beberapa menit mereka sampai di Alabeer International Medical Center. Para petugas membuka mobil lalu membawa Asfa ke dalam. Ridwan pun mengikuti petugas itu menuju tempat IGD. Setelah Asfa dibawa ke sana, ia dibaringkan ke kasur. Ia melihat cara dokter itu menangani Asfa. Namun, apa yang sekarang ini membuatnya diam seketika adalah ... Dokter itu membuka cadarnya Asfa.
Refleks Ridwan memundurkan langkahnya. Ia bodoh, kenapa pada saat seperti ini jantungnya malah berdegup kencang. Ridwan beristighfar dalam hatinya. Ia tak boleh membiarkan setan yang ada dalam dirinya malah membiarkannya bertindak lebih jauh. Ingat Ridwan, wanita itu sudah bersuami.
Ridwan berpikir lebih baik ia menundukan kepalanya saja, atau tidak ia bermain saja dengan anaknya wanita itu. Ridwan tersenyum, bayi itu cantik, persis seperti ibunya. Ridwan memberikan mainan bayi yang ada di tas Asfa, dan akhirnya bayi itu pun asik sendiri.
Saat Ridwan sibuk dengan bayi di hadapannya, tiba-tiba seseorang menghampirinya.
"Pak?" ucap seorang suster.
Ridwan menoleh. "Iya, ada apa?"
"Bapak suaminya, kan?"
Ridwan bingung. "Hah?"
"Ini lampiran-lampiran yang harus bapak isi," seru suster itu memberikan kertas-kertas itu.
"Saya bu-"
"Jika bapak sudah menyelesaikannya, bapak bisa memberikan lampirannya ke bagian situ," ucap suster itu sambil menunjuk.
Ridwan diam, ia hanya bisa menurut saja. Lantas, jika ia bilang bukan suaminya maka ia siapanya Asfa? Teman, bukan. Saudara, bukan. Apalagi ini, suami.
Ridwan mengisi hal-hal yang harus diisi terlebih dahulu. Entah, di sini tertera Asfa harus di rawat. Padahal kalau dilihat Asfa hanya pingsan. Cukup wajar jika manusia pingsan karena kelelahan. Namun, kenapa harus di rawat?
Ridwan bingung. Ia menghela nafasnya setelah mengisi itu semua. Lalu, ia pun memberikan lampiran itu pada suster tadi.
Asfa sudah pulih. Ridwan menatapnya, ia ingin menanyakan sesuatu padanya. Sambil menggendong bayi itu, Ridwan menghampiri Asfa yang sudah sadar.
Ridwan tersenyum. "Assalamu'alaikum, apa kamu kenal saya?"
Asfa tersenyum kecil. "Wa'alaikumussalaam. Saya kenal, maaf jika saya merepotkan."
"Ee-- tidak apa-apa. Tidak ada salahnya jika membantu saudara sesama muslim."
"Terimakasih."
Ridwan menggaruk tengkuknya. Ia ingin mengutuk dirinya sendiri, kenapa wanita itu tidak segera menutup wajahnya memakai cadar.
"Begini, sebelumnya tadi saya agak lancang mencari handphonemu di tas untuk menghubungi suamimu. Tapi, karena tidak ada, apa saya boleh meminta nomor handphone suamimu? Mungkin saja kamu hapal." Ridwan mengambil ponselnya di saku.
Mendengar permintaan itu, Asfa tersenyum cukup pahit. Asfa menghembuskan nafasnya sejenak. "Saya ... Single parent. Suami saya sudah meninggal dua tahun yang lalu."
Ridwan membeku. Ia merasa bersalah akan pembicaraannya tadi. "Ma-maaf, saya tidak tahu."
"Iya, enggak apa-apa," ucap Asfa membuat Ridwan masih merasa bersalah.
Ridwan tersenyum kikuk. Ia tidak tahu lagi harus bicara apa.
"Oh iya, nama saya Asfa Asfia. Saya asal Indonesia. Apa mas juga orang Indonesia? Karena tadi berbicara memakai bahasa Indonesia, atau mas ini orang Malaysia?"
Ridwan tersenyum mendengar pertanyaan Asfa. Rasa bersalahnya menghilang karena pembukaan dialog yang Asfa berikan.
"Saya Ridwan Aqhar, saya asal Indonesia."
Asfa mengangguk mengerti.
Seorang suster lagi-lagi menghampiri Ridwan. "Wali dari nyonya Asfa silahkan menghadap Dokter Fatih."
"Iya, sebentar," ucap Ridwan pada suster itu.
Asfa yang sedang asik bermain dengan Nafisya langsung menoleh saat Ridwan memanggilnya, "saya kesini dulu bentar."
Asfa tersenyum kecil. Lalu, Ridwan pun berjalan menuju ruangan dokter itu berada.
"Assalamu'alaikum," ucap Ridwan langsung membuka pintu itu.
"Wa'alaikumussalaam, silahkan duduk."
"Ada apa ya, dok?"
Dokter itu tersenyum. "Pas sekali anda membawa nyonya Asfa ke rumah sakit ini. Terimakasih. Sudah beberapa pekan lalu saya sangat menunggu wali dari nyonya Asfa, namun dia tak kunjung membawanya. Karena anda adalah walinya nyonya Asfa, saya akan memberitahu bahwa nyonya Asfa sudah menjadi pasien tetap saya sejak beberapa pekan lalu."
Ridwan mengerutkan keningnya. "Maksud dokter?"
Bersambung....
Bogor, 2 Jumadil Akhir 1439 H
![](https://img.wattpad.com/cover/147119482-288-k186364.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Izinkan Aku Memilikimu 2
Spiritueel"Madinah bukan hanya kota dengan tanah yang suci, tapi ia telah menjadi saksi akan bayangan dirimu yang muncul di dunia baruku." ===================================== Setelah kejadian Gerakan Tanpa Tuhan atau lebih yang dikenal dengan GTT, yang memp...