35. Salam untuk Asfa

9.4K 1K 108
                                    

"Aku menitipkan salam untuknya. Walau terasa jauh untuk digapai, tetapi aku masih punya Allah yang bisa menyampaikan salamku untuk dirinya."
(Izinkan Aku Memilikimu 2)

Dulu ia pernah bercerita pada rembulan yang menyaksikan ribuan bintang di mata seorang gadis. Ia pernah menatap mata indahnya, terasa berkilau dan menyejukkan. Senyumnya, itu semua terasa menenangkan hati, apalagi tawanya yang membuat ia bahagia setengah mati.

Tapi untuk hari-hari, minggu-minggu, dan bulan-bulan ini Ia tak melihat semua itu. Ia tak merasa hadir itu, ia tak merasa sang cinta itu.

Nazmal sekarang hanya bisa meringkuk lemas, menatap tembok yang penuh darah bercucuran. Nazmal memejamkan mata, menahan sakit yang begitu perih rasanya. Sambil menahan itu semua, ia beristighfar. Ia menahan semua kesakitan itu dengan memohon maaf kepada Allah. Ia tahu, apa yang terjadi dengannya saat ini adalah teguran yang Allah berikan.

Nazmal merasa bersalah, ia belum bisa menjadi imam yang baik bagi Asfa. Bahkan ia tak tahu hal apa yang harus ia tunjukkan pada Allah jika ia telah menyelesaikan tugasnya dengan baik. Nazmal meninggalkannya, pada hari di mana ia akan menyiapkan kado terindah untuk Asfa. Untuk sekarang, mungkin sudah beberapa bulan Asfa mencari. Nazmal tak tahu tangis seperti apalagi yang Asfa keluarkan.

Sungguh, ia tak bisa membayangkan itu semua.

Nazmal mengepalkan tangannya. Hawa dingin sangat menusuk tulang jika sudah melewati malam. Sambil menggigil, ia mendengar gemeletuk giginya yang kedinginan. Belum lagi saat ini hanya celana panjang lah yang menutupi dirinya. Kaos itu sudah robek, semuanya sudah penuh oleh darah merah yang keluar akhir-akhir ini.

Nazmal mendekati ujung tembok, sambil bernafas dengan berat ia memanggil Lusiana yang berada di balik tembok ini.
"Lusi," ucapnya.

Lalu, Nazmal hanya mendengar suara kesakitan dan rintihan. Malam yang dipenuhi oleh derita. Setelah Hans memberikan banyak pukulan yang bertubi-tubi, lelaki itu datang pada sel Lusiana. Hal bodoh yang ia lakukan hanyalah pingsan seperti orang yang malang, membiarkan wanita dilecehkan dan dihinakan.

Dengan nada yang berat ia memanggil perempuan itu lagi, "Lusi, apa yang Hans lakukan lagi?"

Lusi menangis, perempuan itu selalu menangis saat Nazmal menanyakan hal yang Hans lakukan padanya. Orang itu memang biadab, bahkan ia selalu menanyakan dan memaksa akan hal yang tak pernah Nazmal tahu. Semenjak satu bulan lalu, Nazmal mengetahui asal-usul gerakan ini dari Lusiana.

Lusiana berbicara jika ia ditahan karena ia adik dari seorang Uskup yang saat ini bersembunyi di suatu tempat. Lusiana tetap tak mau membongkarkan rahasia kakaknya dan tak mau membiarkan kakaknya di penjara seperti dirinya. Hingga akhir ini ia lebih baik di sini, walaupun harus merelakan nyawa dan kehormatannya, Lusiana berkorban demi keluarga dan agamanya.

Saat Nazmal mendengar semuanya, ia sadar jika bukan agamanya saja yang terkena penindasan, bahkan agama-agama lain pun juga mendapatkannya. Nazmal hanya bisa berpikir jika gerakan itu ingin menghapuskan agama di seluruh dunia, tapi hakikatnya agama dan keimanan seseorang tidak bisa dihapuskan begitu saja jika di hati seorang hamba itu masih ada Sang Maha Khalik.

Gerakan itu Nazmal pikir sudah ada di titik puncaknya. Mungkin sebelumnya Nazmal juga mengira jika gerakan itu telah ada sejak lama, ia masuk lewat gadget atau literasi yang secara sembunyi-sembunyi dan tak terlalu nampak.

Rasa kekhawatiran selalu dirasakannya, Nazmal takut jika negaranya sudah tak lagi aman dan membiarkan Asfa tak ada dalam perlindungan. Nazmal tak pernah mengira jika ia masih hidup, saat penembakan itu ia kira hidupnya sudah di ambang batas. Ia sudah menyerahkan sepenuhnya Asfa pada Irfan dan ia pun bertalqin saat itu juga. Namun, Nazmal sebenarnya tidak mati, ia hanya tak sadarkan diri.

Izinkan Aku Memilikimu 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang