32. Konspirasi Haram (2)

11.4K 1K 156
                                    

"Mereka tiada akan mengharapkan kematian itu selama-lamanya disebabkan kejahatan yang telah mereka perbuat dengan tangan mereka sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui akan orang-orang yang zalim."
(Q. S Al-Jumuah: ayat 7)

19 bulan yang lalu

Suara detik jam dinding bersuara membuat Tora menunggu panggilan kedua dari bawahannya. Ia mengalungkan stetoskop yang ada pada meja ke lehernya, lalu ia menatap papan namanya sendiri yang bertuliskan dr. Tora Darmawan, Sp.B. Ia tersenyum, rencananya untuk menangkap Nazmal telah terlaksana. Itu semua juga karena ide dari Darsa untuk memakai obat rahasia yang Tora punya.

Obat itu ia dapatkan dari Amerika karena ia adalah dokter Anestesi. Itu hanyalah obat bius biasa yang mempunyai efek samping luar biasa. Tora sebenarnya hanyalah dokter Anestesi, ia menyamar sebagai dokter bedar agar bisa menangani Nazmal. Ia harus mengeluarkan peluru yang ada di badannya dan menyuntikkan obat bius itu lagi agar Nazmal tidak cepat sadar.

Hingga pintu pun terbuka, sontak Tora langsung bangun dan menatap Rani, salah satu anak buahnya juga yang menyamar menjadi suster. Ia menatap Tora, "ambulan sudah datang."

Tora mengangguk, lalu ia meraih jas putihnya dan memakainya. Ia berjalan berarahan dengan Rani menuju Nazmal yang saat ini sudah dibawa menggunakan bankar ambulance. Ia menghampiri crew ambulance yang sibuk mendorong lelaki incarannya saat ini.

Ia melihat lelaki itu tergeletak dengan sangat lemas, bajunya sudah berlumuran merah darah karena tertembak di dekat dada kiri, bahu kanan, dan perutnya. Ia yakin pistol yang ia beri untuk Darsa tidak terlalu beresiko karena pelurunya pun hanya mampu menembus kulit sekitar 3 centimeter saja.

Ia ikut mendorong bankar Nazmal. "Apa yang terjadi dengan lelaki ini?" ucapnya mencoba profesional.

"Dia tertembak tiga kali di bagian dada kiri, perut, dan bahu kanannya," ucap salah satu crew ambulance.

Tora mengerutkan keningnya. "Bagaimana dengan organ vitalnya?"

"Pelurunya mengenai jantung, dok."

Tora diam saat bankar sudah memasuki ruang UGD. Ia menatap Rani dan para Crew ambulance itu. Sedangkan orang-orang yang mengantar Nazmal saat ini sudah menunggu di luar ruangan. Ia menatap keempat orang yang ada di hadapannya, lalu ia pun menganggukan kepalanya kepada mereka bahwa ia sudah siap.

Saat ini rumah sakit yang ia tempati sudah terisi oleh orang-orang GTT, sedangkan yang lainnya sudah ia bunuh habis-habisan. Tora  memakai maskernya, kemudian ia pun memakai sarung tangannya. Ia akan memisahkan peluru dari tubuh Nazmal, dan ia pun akan menyuntikkan kembali obat yang anak buahnya beri agar nanti bisa bertahan lama. Nazmal masih hidup, walaupun jantungnya tidak terdengar, tapi ia masih berdetak namun cukup lemah.

Begitulah cara-cara orang yang menentang agama Allah, ia dengan sangat bahagianya jika melihat orang-orang yang beriman pada Allah mengalami penderitaan. Di dalam mimpi, di dalam tidurnya yang panjang Nazmal bermimpi. Di depan seorang anak perempuan yang begitu cantik dan bersinar wajahnya, ia memegang sebuah buku tebal.  Dalam satu sejadah, anak perempuan itu memakai mukenanya dan menatap Nazmal dengan berbinar.

"Abi, Nafis mau denger cerita!" ucapnya membuat Nazmal tersenyum bahagia.

Lalu, Nazmal mengangguk, ia membuka lembaran buku itu dan menceritakan sebuah kisah sahabat nabi yaitu tentang kematian Umar bin Khattab.

Amr bin Maimun bercerita tentang peristiwa pembunuhan Umar:

Pada suatu subuh, hari dimana Umar mendapat musibah, aku berada di shaf (menunggu datangnya shalat subuh). Antara aku dan Umar, hanya ada Abdullah bin Abbas. Apabila lewat antara dua barisan shaf, Umar berkata, "Luruskanlah shaf".

Izinkan Aku Memilikimu 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang