SMA Harapan, sekolah itu tengah dihebohkan dengan kemenangan yang diraih tim basket dan juga cheers sekaligus tahun ini. Siswa-siswa SMA Harapan memuji kelihaian Malvin sebagai kapten basket dan Gia sebagai center cheers.
Namun, seseorang mengepalkan tangannya kuat, kegiatan OSIS merusak semua rencananya
Sedangkan Tere, ia merasa tidak pantas menjadi seorang leader. Menyadari bahwa tak satupun siswa ataupun siswi di Harapan yang mengucapkan selamat padanya. Gadis berambut ombre itu langsung berjalan menuju kelasnya setelah upacara selesai. Bahkan ia tidak ikut foto dengan timnya.
Gia yang menyadari itu segera menyusul Tere setelah berfoto dengan timnya. Ia yakin ada sesuatu dengan Tere. Hingga langkahnya berhenti di belakang suatu bangku taman belakang sekolah. Gia telat berada di belakang Tere.
"Mungkin emang harusnya Gia yang jadi leader, dia cantik, jago, keren. Gue apa coba? Nggak ada yang ngucapin selamat juga." Ucapan Tere membuat Gia merasa tak enak hati.
"Tere," panggil Gia pelan.
Tere menoleh dengan matanya yang berair. Gia cukup terkesima, bahkan kapten cheers SMA Harapan itu sampai menitikkan air mata.
Telunjuk Tere menghapus air matanya dengan cepat. Menyembulkan lengkungan pada bibirnya. Ia menyembunyikan kesedihannya. "Kenapa, Gia?"
Gia duduk di samping Tere. Tangan gadis itu menggenggam tangan Tere, berusaha menyemangatinya.
Melihat Tere yang masih memandang lurus ke depan. Gia menarik tubuh Tere, agar fokus gadis itu padanya. "Gue dulu cuma cewek gendut Ter, gue pengen terlihat bersinar kayak lo waktu lo lagi piramid paling atas. Tapi gue sadar, gue bukan orang yang cocok untuk di posisi itu."
Gia menarik wajah Tere, menangkupnya dan melempar tatapan tulus. "Yang ngajarin gue lo, Ter. Lo yang paling hebat."
Gia menghela napasnya berharap Tere cepat mengerti maksud Gia. Ia tidak tega melihat Tere sedih karena hal ini.
Dulu Tere merupakan gadis cantik, populer dan pintar di SMP. Dia sangat baik dan tidak pilih-pilih teman. Dia satu-satunya orang yang mau berteman dekat dengan Gia.
"Gue sayang sama lo Ter, banget!" Gia memeluk Tere erat.
"Gue juga, Gi," balas Tere, tangan Tere membalas dekapan Gia.
Gia melepas pelukannya, menghapus air mata Tere dengan tangannya. Mereka sudah seperti kakak adik, dulu, Tere yang selalu menghapus air mata Gia.
"Ter, gue gak mau persahabatan kita kayak drama korea, kalo lo benci sama gue lo bilang ya, Ter? Jangan lo pendam ya? Gue takut kehilangan lo," lirih Gia seraya menatap takut-takut wajah Tere.
Tere paham apa yang ditakutkan Gia, dia segera mengangguk tanpa ragu. Dirinya juga tidak mau hal itu terjadi.
OOO
Malvin dan tiga sahabatnya sedang berada di kantin. Kantin yang tidak biasa bagi siswa-siswi SMA Harapan karena usut punya usut memiliki penunggu. Bukan makhluk halus, tetapi yang di maksud adalah Malvin beserta ketiga sahabatnya.
Keempat orang itu sibuk memainkan ponselnya. Bermain game online yang tengah hits dikalangan kaum adam. Seperti biasa, Frans tidak pernah bisa diam. Pria konyol itu tetap mengoceh.
"Bosen banget hidup gue. Kalah mulu." Frans berucap seraya menggaruk kepalanya. Sesekali mengetuk-ngetuk kesal layar ponselnya.
Gunawan menoyor kepala Frans. "Haha, noob."
Frans yang tidak terima langsung berdiri, berkacak pinggang layaknya emak-emak. Ia memajukan tubuhnya, "Mau apa lo?"
Baru saja Gunawan merasa menyesal karena sudah mengejek temannya, tetapi Frans malah mengubah ekspresinya menjadi melas. "Segini aja pertemanan kita? Sekarang lo ngatain gue noob? Iya?" serunya penuh drama, tangan pria itu di dadanya seperti orang yang sangat tersakiti.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Malvin
Teen FictionCerita ini tentang masalalu Gia dan Malvin. Tetapi cerita ini juga tentang Gabrien yang baru pertama kali merasakan jatuh cinta sejatuh-jatuhnya pada Gia. Lantas, akhirnya siapa yang sebenarnya akan bersama Gia? Keduanya pesaing hebat. Maju anti mu...