44. Koma

151 6 6
                                    

Mobil ambulance datang. Stefan, fardhan dan Rey membantu membopong Gabrien yang sudah tidak sadarkan diri itu ke dalam mobil ambulan. Gia panik setengah mati. Ia bahkan takut melepas tubuh Gabrien yang dalam pelukannya itu walau sebentar saja.

"Gia, lepas tangannya," titah Rey. Gia menggeleng. Ia menitikan air matanya.

Gia bergemetar. "Gia, lepas!" Bentakan Rey itu membuat Gia terdiam. Ia melepas tangannya selanjutnya. Ketiga teman Gabrien itu langsung membawa Gabrien ke ambulan.

Gia mengusap pipinya sebentar. Ia tak menyadari bahwa disana ada Malvin. Cowok itu menatapnya. Menghela napas dan memilih mengalah untuk Gabrien kali ini. Ia sadar jika kali ini Gabrien membutuhkan gadisnya. Lantas Malvin mundur.

"Malvin!" Seseorang menepuk pundak Malvin saat cowok itu ingin memutar tubuhnya. Ia menoleh.

"Bisa pulang sendiri?" Malvin mengerutkan alisnya.

Karena paham Malvin menatapnya bingung, gadis itu segera memberitahu siapa dirinya.

"Ega, teman Gia." Malvin segera mengangguk. Ia menatap datar. "Gue bisa," balasnya dan langsung pergi meninggalkan Ega tanpa pamit.

Ega hanya menatap biasa sikap dingin Malvin itu. Segera, Ega menyusul Gia dan ketiga teman Gabrien itu. Ia ingin masuk menemani Gabrien bertepatan pintu ambulan ingin ditutup. "Maaf mba, hanya boleh satu orang yang menemani."

Ia mengangguk. "Silahkan," ujarnya dan berhasil membuat pintu ambulance benar-benar ditutup.

Lagi-lagi Ega sadar posisinya. Memang seharusnya di sana hanya ada Gia.

OOO

Gia terus menatap wajah pucat Gabrien dan memegang erat tangannya. Ia terus berdoa agar Gabrien baik-baik saja. Gia hanya berharap kali ini tuhan akan mengabulkan doa-doanya lagi seperti saat Malvin koma.

"Kak, aku takut," gumamnya dalam hati sambil menutup mata. Gia tak kuat melihat perawat yang berusaha memberhentikan darah dari kepala Gabrien.

Tangan Gia merasa tangan Gabrien bergerak. Lantas ia membuka matanya. Lalu melihat Gabrien setengah sadar. "Kakak sadar?"

Gia mencoba mengerti apa yang Gabrien bilang karena mulutnya tertutup alat pernapasan. 'Ini sakit banget'. Gia hanya mengangguk. "Aku di sini, kal." Gia tersenyum.

Gabrien diam saja. Ia menikmati senyum itu dari dekat walau terlihat mengabut. Sambil terus menggenggam erat tangan Gia. Ia menyalurkan rasa sakitnya dan mencari pasokan tenaga baru.

OOO

Gabrien dibawa ke IGD dalam keadaan sadar begitu ambulance sampai di halaman rumah sakit. Gia terus berada di sampingnya. Menggenggam erat tangan Gabrien untuk menguatkan cowok itu.

"Mba, sampai sini aja," tegur perawat IGD saat Gia hendak masuk. Terpaksa ia melepaskan tangannya.

Gia berteriak, "Aku tetep disini, Kak!"

Lalu gadis berambut sedikit pirang itu mulai duduk di kursi tunggu. Ia tidak setakut tadi. Tapi terus berdoa agar apapun yang terjadi di dalam hasilnya baik.

Tak lama tiga orang cowok datang. Siapa lagi kalau bukan Stef, Fardhan, dan Rey. Mereka berjalan bak pangeran tampan kerajaan.

Mata suster-suster disana bahkan sampai terus mengikuti langkah mereka. Ketiganya memang tampan. Jadi, tidak salah orang-orang terbius oleh visual mereka.

Fardhan menatap jijik Stefan yang kini sudah melambai-lambaikan tangannya di udara. "Sok ngartis anjir!" Umpatnya.

Stefan langsung merubah raut wajahnya. "Aing denger ya, anjing." Fardhan hanya pura-pura tak tahu setelahnya.

My MalvinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang