49. Hari Gia Malvin

21 0 0
                                    

"Malvin, kita mau kemana?" tanya Gua seraya menegakkan tubuhnya yang awalnya bersender pada bahu Malvin.

Malvin menarik tangannya, gadis itu reflek memeluk pinggang cowok itu kembali. "jangan jauh-jauh Gia," tekannya disela-sela dentuman suara motor.

Gia mendengus. Ia akhirnya pasrah menikmati udara malam kota Bandung yang indah dengan berpelukan erat seperti ini.

Malvin dan Gia tengah melintasi jalan Asia-Afrika yang sangat ramai dengan motor cowok itu. Gia bisa mengamati ramainya alun-alun bandung ini. Di trotoar orang-orang sibuk berfoto, ada yang berpacaran, ada yang berbelanja dan yang hanya duduk di bangku tepi jalan.

Gia sangat menikmati kebetsamaannya dengan cowok itu sekarang. Belum lagi kini Gia bebas mencium aroma tubuh pria tampan itu. Wangi mint yang menenangkan. Gia suka.

Namun, ia jadi teringat sesuatu. Pertanyaan Malvin tadi siang. Apakah hanya sebuah lelucon sampai-sampai lelaki itu tidak meminta Gia menjawabnya.

Tak terasa motor Malvin berhenti. Namun Gia masih belum bergerak dari tempatnya. Pikirannya masih belum di tempat.

"Kamu nyaman banget peluk aku?"

"Eh—

enak aja," lanjut Gia sambil menarik tubuhnya.

Malvin terkekeh. "Peluk aja lagi, aku senang. Kamu hangat," ujarnya.

"Ini tangan," kata Malvin menyerahkan tangannya ke Gia.

Seolah paham, Gia mengambil tangan Malvin dan berpegangan di tangan sedikit kasar milik Malvin. "Udah," celetuk Gia.

Tangan Malvin terangkat menuju puncak kepala gadis itu. "Gemas."

OOO

Malvin dan Gia memasukin warung pecel lele. Tempat dimana Malvin menghentikan motornya dan Gia turun. Malvin tersenyum mengamati warung itu. Gia yang mengamati Malvin hanya bisa menyimpan tanda tanya.

"Eh den Malpin, kemana aja?"

Suara seseorang itu sukses membuat Gia merapatkan tubuh ke Malvin seraya mencari sumber suara. Malvin menerbitkan senyumnya menimbulkan lesung pipi andalannya lalu membalas ucapan yang punya suara.

"Iya nih mang, sibuk sekolah, jadi gak sempat kesini," jawabnya sambil melirik Gia sebentar.

Mang Chandra selaku pemilik warung mengangguk. "Oh iya bisa begitu den. Tapi kayaknya den kurusan ya?"

Malvin yang semula tersenyum, mengubah ekspresinya. Gia bisa melihat perubahan itu dalam raut wajah pria yang dia cintai.  Malvin juga sadar Gia menyadarinya maka dari itu..

"Kecapekan paling mang, sibuk. Oh iya mang lelenya ya dua, biasa," balasnya, iamenjawab enteng pada akhirnya.

Ekspresi cowok itu kembali sumringah, secara pura-pura tidak sadar berusaha menggenggam tangan Gia. Lalu ketika wanita itu sadar ia hanya tersenyum kikuk.

Cowok berledung pipi itu membawa Gia menuju meja yang cukup dekat dengan jalanan. Menarik kursi dan mendudukkan gadis itu dikursi tersebut. ia mengacak rambut gadis itu gemas.

"Kamu sekarang suka ngacak rambut aku," sungut Gia seraya membenahi rambutnya dan menatap Malvin tak suka.

Malvin tertawa.

"Biar crownnya gak dilihat orang," balasnya sok misterius.

"Nggak nyambung," sahut Gia.

"Nyambung sayang," jawab Malvin santai

Gia membuang wajahnya. Kupu-kupu kembali menjalar di perutnya. Ada rasa ingin menutup wajahnya sekarang dan berteriak Aaa~ tapi ia tahan karena Malvin masih menatap kearah wajahnya lekat.

My MalvinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang