3. Pandangan Abang Gia

261 20 0
                                    

"Kenapasih tegang banget Gi?" Tanya Malvin ketika cowok itu sedang mengantarnya menuju kelas.

Gia terus diam. Matanya melirik-lirik pandangan orang-orang di sekitarnya. Beberapa bisik—bisik dan juga menatapnya tajam. Ia tidak tahu apa penyebabnya, padahal, baru 2 hari yang lalu ia mendapat banyak pujian karena memenangkan lomba cheers tahunan.

"Ih... gue empet liat mukanya."

"Itu yang centernya Cheers? B aja sih."

"Kemarin ya kek bidadari, sekarang kek setan ada tanduknya."

Malvin menghentikan langkahnya. Lalu berbalik, Gia refleks mengikuti Malvin. Wajah Malvin merah padam, tiba-tiba saja emosinya naik.

"Siapa?" Tanya Malvin denggan tatapan tajamnya.

Gia melirik Malvin, kemudian menelan salivanya. Malvin tidak pernah menunjukkan tatapan seperti itu padanya.

Gadis yang ditanyai Malvin bungkam, memandang takut-takut. "Siapa!?" Malvin menaikkan suaranya, mengulang pertanyaan barusan.

Malvin menarik dagu gadis itu kasar. "Gue tanya siapa?! Jawab sekarang!"

Bak iblis yang sedang naik pitam. Malvin seolah tidak memandang apapun selain ingin gadis itu minta maaf kepada Gia.

"G—gue kak," jawab Siswi itu terpaksa. Air matanya sudah turun, ia benar-benar takut. Padahal sebelumnya berbicara dengan Malvin mungkin menjadi hal yang ia impi-impikan. Tapi nyatanya, pertama kali ia berbicara dengan cowok itu, cowok itu membentaknya. Sungguh menyedihkan.

Tangan Gia menyentuh tangan Malvin, menurunkannya dari dagu gadis yang telah menghinanya tadi. "Malvin, udah ya?—

—dia gak maksud begitu," lanjut Gia. Gadis itu pun sebenarnya takut dengan Malvin. Emosi cowok itu seperti meledak-ledak.

Malvin tertawa sumbang. "Bagus. Lo—sadar— diri," ucapnya penuh penekanan.

"Satu hal yang harus lo tau. Kalau mau setan atau bidadari yang lo lihat. Buat gue, Gia tetap bidadari ," jelasnya dengan emosi yang tertahan. Cowok itu mengeraskan rahangnya.

Setelahnya Malvin meninggalkan siswi itu yang sudah mengeluarkan air mata. Malvin benar-benar muak melihat wajah orang yang suka menjelek—jelekan orang lain.

Gia masih di dekat siswi itu. Ia sangat kasihan dengan apa yang dialami oleh siswi itu barusan. "Maafin gue, maafin Malvin juga. Lo gak apa—apa 'kan?" Tanya Gia.

Siswi itu menggeleng. Gia bisa melihat siswi itu menyesal telah berkata yang tidak-tidak untuk dirinya.

Gia menyodorkan tisu pada gadis itu dan segera disambut olehnya dengan anggukan dan senyum tipis. "Gue duluan." Segerombolan siswi lain kini berbisik-bisik mengenai kebaikan Gia.

"Gia," panggil Malvin. Mereka masih berjalan beriringan menuju kelas Gia di koridor.

Gia menoleh ke arah Malvin, tersenyum kikuk. Sebenarnya ia juga sedikit takut. "ya?"

"Jangan takut sama gue ya? Gue emang bisa sejahat itu sama orang lain, tapi sama lo gue gak berani."

Gia menghembuskan napasnya. Apakah cowok yang kini sedang berjalan beriringan dengannya akan membual lagi. "Kenapa?"

My MalvinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang