Kenapa? Orang ganteng termaafkan 'kan?
Malvin memasuki pagar rumahnya. Mengambil helm di dekat rak sepatu yang tergantung di dinding sebelah kanan jendela teras rumah. Lalu memakai benda itu dengan cepat.
Ia merogoh kooceknya, meraih benda kecil yang diberinya gantungan berbentuk jantung. Entah darimana pria itu bisa menemukan gantungan kunci semacam itu, maksudnya pun tidak ada yang tahu.
Motor Malvin berdebum keras, setelah Malvin menstaternya. Ia melesatkan motor itu.
Sesampainya di tujuan, Malvin melangkah masuk ke dalam sana. Bau obat yang dibencinya menyeruak seketika di indra penciumannya.
Langkahnya kian cepat kala mendengar getaran di ponselnya berkali—kali berdering. Segera ia menuju ruangan itu, ruangan dimana seseorang yang penting baginya bertahan.
Tangannya membuka knop pintu. Bunyi decitan gesekan lantai terdengar menggema di ruangan itu.
"Dokter!"
Sang dokter yang dipanggil menoleh. Sebelumnya mata teduhnya itu menatap ke arah pasien yang sudah memiliki hatinya sepenuhnya.
Malvin mendekat ke bangkar. "Udah baik-baik aja?"
Dokter itu seketika mengangguk lalu tersenyum tipis mengingat sesuatu. "Dia baik-baik aja. Tapi sempat drop dan manggil nama kamu, jadi saya hubungin kamu."
Malvin yang paham mengangguk. Ia mengambil langkah dan duduk di sofa tunggu pasien yang berada dalam ruangan.
Malvin menatap dokter itu. Sang dokter kembali menatap ke arahnya. "Gua tau gimana perasaan seorang Gerald kepada Clara, lo sampai kapan mau gini?—
—Kita sepupuan Ger, gue gak mau ngambil apapun yang lo punya." Malvin menatap lekat pada Gerald, sementara Gerald paham betul perasaan Clara pada sepupunya itu bukan hal yang sederhana.
"Kenapa?"
"Hati gue udah lama punya orang lain, Ger."
Tatapan Gerald menyendu. Ia kira setidaknya Clara bisa merasakan cinta sebelum gadis itu benar-benar pergi. Nyatanya tidak, Malvin sudah bertemu gadis itu, gadis yang dicarinya selama ini.
"Hati gak bisa dipaksain, Ger. Buat apa cinta ada kalau hanya jadi suatu kepura-puraan.. Dan gue tahu kalo cuma lo yang tulus sayang sama dia." Malvin melirik Clara sebentar.
"Gue ngerti Malvin, tapi dia maunya lo." Helaan napas terdengar dari Gerald. Cowok itu lelah hati dan badan, marena memang ia sudah bekerja 8 jam penuh hari ini.
Gerald berdiri, mendekat ke tiang infus dan memastikannya agar stabil.
"Malvin udah nolak lo ra, ada gue, kenapa harus Malvin?" bisik Gerald dengan nada bergetar, tangannya mengelus puncak kepala Clara dengan sayang lalu mengecupnya dengan lembut.
Gerald berbalik mendekati pintu. "Jagain ya,gue mau pulang dulu."
Malvin segera mengangguk bersamaan suara pintu tertutup
"Dia juga bodoh sih. Gak ada shift malam kok ngejagain lo ya, ra."
Air mata gadis itu sudah melucur dari pelupuk matanya yang masih tertutup. Di bawah alam sadarnya ia berucap,"Maafin aku dokter. Maaf."
Karena sesungguhnya, di bawah alam sadar hati kedua insan dipersatukan meski jauh. Clara bisa mendengarnya.
💦💦💦
Gia segera melambai ke arah Kevin yang berada di dalam mobilnya dengan setelan kantor. Pria itu akan pergi ke kantor hari ini karena memang jadwalnya begitu, selang-seling dengan schedule—nya ke kampus.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Malvin
Fiksi RemajaCerita ini tentang masalalu Gia dan Malvin. Tetapi cerita ini juga tentang Gabrien yang baru pertama kali merasakan jatuh cinta sejatuh-jatuhnya pada Gia. Lantas, akhirnya siapa yang sebenarnya akan bersama Gia? Keduanya pesaing hebat. Maju anti mu...