34. Cerita Doi ke Pacar

134 11 1
                                    


Gabrien melotot besar, ia menarik tangan Gia dan membuat gadis itu terduduk di sampingnya. "Jangan loncat-loncat," desisnya.

Gia hanya berdeham sambil menyelipkan anak rambutnya yang berkali-kali tertiup angin. Melihat itu Gabrien berinsiatif sendiri. Ia mendekat.

"Bawa ikat rambut? Saya bantu kuncirin," ucap Gabrien.

Gia memproutkan bibirnya. "Cerewet." Gia kemudian merogoh kocek tasnya dan memberikan ikat rambut yang selalu dibawanya kepada Gabrien.

Gabrien tidak menggubris, dengan cepat ia mengambil ikat rambut itu. "Belakang!"

"Apanya nih, kak? Duh, ngomong jangan gitu, kak. Aku suka bingung, kadang, kakak bisa cerewet banget, kadang, kakak juga kayak gini," sungut Gia jujur sambil menggerakkan kepalanya.

Memang begitulah sikap Gabrien. Ketika Gia mulai marah dan sedih, ia akan lebih cerewet bahkan melebihi Gia. Tapi jika Gia dan dirinya sedang damai, ia bisa kembali dingin.

Gabrien menghembuskan napasnya. " Kamu hadap belakang, pacar."

Mulut Gia beroh ria dan mengindahkan perkataan Gabrien.

Tangan Gabrien kemudian menyisir pelan rambut sedikit pirang milik Gia. Ia menyisirnya pelan-pelan agar Gia tidak berteriak jika nanti jemarinya nyangkut dengan rambut sedikit ikal milik gadis itu.

Lalu ia menyatukan anak rambut Gia dan menyimpulnya jadi satu. Setelah itu menarik tangan Gia untuk kembali berhadapan dengannya.

Begitu wajah Gia terekspos. Gabrien terpaku. Gia tersenyum manis. Bahkan ia tidak tau bahwa Gabrien sejak tadi sudah dibuatnya pangling.

"Makasih, kak. Kakak ternyata baik," ujar Gia setelahnya gadis itu terkekeh sambil menutup mulutnya dengan tangan mungilnya.

Manis.

"Saya gak naksir kamu." Gabrien mengalihkan pandangannya.

Buk...
Gia menabok bahu Gabrien. "Emang kalo aku bilang kakak baik, ada unsur yang menyatakan kakak suka sama aku. Kan enggak? Aneh."

Gabrien tidak perduli. Ia terus mengucapkan mantra itu berulang kali,"saya gak naksir kamu."

Gia hanya tidak tau, jika kalimat itu adalah sugesti agar Gabrien tidak menyukai Gia. Bukan karena Gabrien memang ingin membuat Gia tidak geer.

OOO

Gia berdiri di pinggir rooftop. Anak rambutnya berterbangan, tapi tidak menutup cantiknya Gia saat menikmati udara sore itu.

Ia tersenyum sambil memunculkan gigi rapinya yang tersusun baik.

Gabrien hanya diam dan melihati Gia yang tampak terpesona sama sepertinya setiap kali datang ke tempat ini.

"Gia," panggilnya.

Cekrek...
"Kakak foto aku?"

"Saya cuma butuh langit dan rambut kamu buat jadi objek photography," sanggahnya.

Gia hanya mengangguk dan kembali menikmati angin sepoi-sepoi beserta pemandangan kota Bandung yang indah dari atas.

Tapi sebenarnya Gabrien memang memotret seluruh tubuh Gia, tidak hanya rambutnya seperti yang ia katakan. Karena memang. Gia bergitu manis dan cantik.

Gabrien tidak buta untuk menilai betapa cantiknya gadis itu.

Ia melihat foto Gia dan berniat mengepostnya di IG.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
My MalvinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang