6. Cinta Pertama Malvin

240 19 0
                                    

Tere, Gia dan juga jihan sedang mengganti baju seragamnya di toilet sekolah. Mereka mengganti baju kebanggaan Harapan yang identik dengan warna biru tosca itu dengan seragam olah raganya.

Sekarang kelas Gia— 11 IPA 2– akan mengikuti jam pelajaran olah raga. Padahal hari sudah hampir panas, tetapi mau tak mau Gia dan kedua sahabatnya tetap mengikuti jam pelajaran itu.

"Lama banget, anjay lu berdua!" Teriak Jihan yang sudah menyelesaikan duluan aksi mengganti bajunya di toilet. Ia menghentak—hentakkan kakinya.

Tak lama ide kotor terlintas dipikiran Jihan. Gadis berwajah  manis itu mulai menggedor—gedor pintu toilet mereka. "Uwow banget body—nya Hahaha." Gadis itu tertawa puas.

Sedangkan Gia dan Tere masih kerepotan dengan baju—bajunya. "Hadeh si Jihan mulai lagi," desah Tere mendengar pintu toilet digedor dan ucapan Jihan.

Setelah bosan, Jihan menatap pantulan dirinya di cermin, ia merapikan rambutnya untuk di cepol. Kebiasaan yang harus dilakukan setiap jam olahraga agar tidak gerah. Setelahnya menyisipkan poninya di balik telinganya.

"Udah belum woy?" Teriaknya lagi karena Gia dan Tere belum juga keluar.

Suara helaan napas dari kedua bilik kamar mandi terdengar bersamaan dengan decakan dari dua orang yang berbeda. "Sabar kali! Gue ribet ini,"kesal Tere.

Tak berapa lama, kedua gadis itu keluar. "Lo berdua kek ngapain aja di dalem, lama."

Kemudian mereka keluar dari toilet siswi dan menyisiri koridor untuk menuju lapangan basket. Langkah mereka kian cepat karena Gia baru saja melirik jam berwarna pinknya yang berasa di tangan kanannya.

"Cepetan! Udah telat lima menit!"  ajak Jihan yang mulai berlari ke lapangan.

Sesampainya mereka di lapangan, Pak Saipol terlihat sudah mengarahkan teman-teman sekelas mereka untuk melakukan pemanasan. Beberapa siswa laki-laki juga terlihat sudah mulai bermain basket di lapangan. Mungkin pak Saipol sedang mengambil nilai.

Mereka bergidik ketika tiba-tiba Pak Saipol menatap ke arah mereka. "Kalian terlambat?" Guru olahraga mereka yang satu itu terkenal akan ke garangannya.

Terpaksa Gia mengangguk takut.

Guru itu memukul pelan kepala mereka dengan buku absennya. "Tidak disiplin," serunya berkali—kali.

Sampai akhirnya pukulan pak Saipol terhenti. "Sekarang kalian lari 10 kali keliling lapangan!"

Cepat—cepat mereka beringsutan, berlari—lari di pinggir lapangan.

"Eh Yan, liat tuh!" Tegur Frans sambil menyenggol pelan lengan Rian. Kebetulan sekali kelas 12 IPA 2 dan 12 IPA 4 memiliki jadwal olahraga di hari dan jam yang sama.

Gunawan yang sebenarnya tidak di suruh malah langsung menoleh ke arah pandangan Frans sebelumnya. "Yan, si Tere disuruh lari keliling lapangan, Yan," adunya pada Rian yang belum juga menengok ke arah Tere.

Rian tetap saja sibuk dengan ponselnya yang menampilkan acara mabar online. Cowok itu belum mau mengalihkan pandangannya karena takut kalah.

"Hidup itu bukan tentang cewek doang! Banyak yang cowok pikirin, PUBG, ML, banyak dah," kilah Rian yang semakin bersemangat dengan aktivitas ponselnya.

Brukk...
"Apaan tuh?"

Gunawan dan Frans menatap Rian heran. Sedetik kemudian mereka berdua menjerit,"CEWE LO PINGSAN YAN!"

"Ha?"

Rian langsung melemparkan ponselnya dan berjalan menuju lapangan basket.

"Gila ni bocah, main lempar-lempar aja. Ringan banget tangannya, iphone x loh." Frans melemparkan tatapan tak habisa pikirnya pada Rian.

My MalvinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang