30. Kangen

132 11 0
                                    

Gia termenung di balkon rumahnya seraya memandangi langit senja yang memerah. Ia sedang memikirkan Malvin.

Mungkinkah pria itu sudah ada di Bandung. Tapi dimana? Sialnya, Kevin melarang Gia untuk memberithau informasi sekolah dan rumah pada cowok itu.

Entah apa alasan Kevin sebenarnya, ingin mengetes atau benar-benar ingin memisahkan. Orang-orang tidak pernah tahu pemikiran seorang Kevin.

Dan anehnya, tidak ada satu hal pun yang membuat Gia memikirkan Gabrien. Bahkan ketika Gabrien sudah mengklaimnya sebagai pacarnya. Sungguh aneh bukan main. Biasanya siswi satu smanfourseven akan bermimpi tujuh hari tujuh malam jika hanya sudah ditatap oleh Gabrien.

Bagaimana dengan Gia yang sudah diklaim sebagai pacar, tapi Gia? Tidak perduli sama sekali.

Tapi, apa itu artinya, Gia tetap untuk Malvin meski ia sudah pacar orang?

Gia membuka ponsel dan mengechat Malvin.

Malvin💕
Kangen

Itu adalah chat yang terakhir dikirim Malvin tepat saat Gia menelpon Rana hari itu. Memang, Rana tidak bisa diajak kompromi. Ia mengatakan bahwa Gia menelponnya hanya untuk menanyakan Malvin saja. Padahal Gia kan memang sedang merindukan Rana, sedikit.

Regia Thaftdes
Udah di Bandung?

Seketika status Malvin berubah menjadi online. Gia tersenyum. Ia dan Malvin saling merindukan ternyata.

Malvin💕
Udah, Giakuuu. Kangen banget ya?
Aku juga kangen kamu
Percaya gak, Gi?
Coba tidur, mimpi aku gak. Kalo iya, berarti aku kangen.

Mata Gia menyipit karena tersenyum. Padahal sudah lama tidak berkirim pesan dengan pria berlesung pipi itu, Malvin masih bisa membuatnya merona.

Regia Thaftdes
Geer

Malvin💕
Biarin.
Bang Kevin tetep gak mau ngasih tau alamat sama sekolah kamu? Aku cape nyarinya.

Membaca chat itu Gia jadi merasa bersalah. Kevin juga terkadang tidak logis. Masa memisahkan orang yang sedang kasmaran.

Regia Thaftdes
Maaf.

"Gia!" Mendengar teriakkan itu Gia mendengus.

"Belajar! Cepet kesini!" Apalagi lanjutannya yang membuat Gia semakin membenci kata belajar. Ya, itu suara abang terkece di dunia, Kevin.

Gia sungguh malas tapi terpaksa ia menghadap abangnya. Lagipula, kasian jika Kevin sudah meluangkan waktu untuk mengajarinya dan ia malah ogah-ogahan.

Gia juga sadar diri jika kurang dari satu tahun lagi dia akan menjadi anak kelas dua belas. Itu artinya gadis berambut pirang itu juga harus mampu memperbaiki nilai. Gia tidak sebodoh dan seceroboh itu.

Buku-buku beserta alat tulis sudah berada di tangan Gia. Gadis itu memakai sendal rumahan berwarna hitam pinknya dan segera melesat ke bawah.

Gia memperhatikan abangnya begitu sampai di lantai bawah. Lagi-lagi termenung. Sesusah itukah memimpin perusahaan sampai Kevin rasanya tidak sesantai dulu.

Atau ada hal lain?

"Abang?" Panggilnya pelan.

Kevin mendongak. Ia menatap adiknya dengan senyum segaris yang tidak kelihatan sama sekali. Tapi Gia tahu abangnya tersenyum.

Kevin mengkode agar Gia duduk lesehan depan TV. "Duduk, Gi!"

Gia menuruti dan langsung duduk. "Ingat mantan bang?"

Kevin menggeleng. "Abang mikirin kamu. Sekolah kamu baik-baik aja?"

Gia menaikkan alisnya. Kevin sedang berbohong.

Namun, berhubung abangnya menanyakan sekolah. Gia jadi teringat dengan Gabrien. Ah sial, apalah yang akan terjadi esok. Bagaimana nasibnya.

Kini, Kevin yang menatap Gia aneh. Ia bingung melihat adiknya melamun. "Kok ngelamun?"

Gia menggeleng. "Gak apa-apa bang, yuk belajar! Gia mau tidur cepet."

Seterusnya Gia mencoba belajar serius. Ia memperhatikan Kevin yang menjelaskan tentang materi yang Gia tidak paham. Lalu mengulang lagi jika Gia tidak cepat tanggap.

Untungnya, Kevin super sabar dengan otak Gia yang belum merekah.

Malvin 💕
I'm joking. See u tomorrow Giaku

Seketika fokus Gia berubah.

OOO

Mata Renata melotot sempurna. Hampir mau keluar jika orang yang melihatnya memiliki kebiasaan hiperbola. Ekspresinya begitu aneh hingga Gia tidak sanggup untuk menahan tawa.

Ia menodong Gia. "Kamu bercanda kan? Tuh kan ketawa?"

Gia memutar bola matanya. Dan membanting bokongnya di kursi sambil bersiul. Renata masih saja tidak percaya jika di lapangan kemarin Gia menolak Gabrien dan Gabrien tetap memaksanya.

Renata jadi semakin bingung. "Jawab dong!"

"Aku serius. Gak percaya?"

Renata menggeleng. "Mana ada pentolan sekolah yang mau gitu. Bego bangetlah!"

"Ada, kak Gabrien," balas Gia tak terima.

"Berati dia bego?" Renata menaruh jarinya di pipi, itulah tanda kalau dia sedang berpikir keras.

"Saya?"

[110818]

My MalvinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang