24. Mengupas Perlahan

118 12 0
                                    

Gia terduduk di sofa depan tv, disana sudah ada Kevin yang menunggunya sedari tadi. Padahal Gia sedang kantuk sekantuk-kantuknya karena Kevin yang lama menjemputnya di rumah sakit. Jadi terpaksa ia harus menunggu lama dan menahan kantuknya.

Tadi Rena sudah kembali dari Genewa dan langsung menuju rumah sakit. Ia bertemu lagi dengan sosok mama Malvin itu, keduanya akrab dan saling berbincang.

Tapi Gia tau, mata mama Malvin penuh rasa khawatir. Ia juga menanyakan perihal Malvin sakit apa. Dan Rena menjawab karena dipukul oleh Rian, seperti kata Rian kemarin.

Ia bingung sendiri. Tetapi mungkinkah sampai separah itu. Padahal kata Rian, pukulanya hanya sekali.

"Gia, kamu mikirin apa? Abang mau ngomong," tegur Kevin.

Gia menggeleng lalu tersenyum tipis. "Enggak kok bang, Gia cuma ngantuk. Abang mau ngomong apa?"

Kevin menghela napasnya. "Kamu tau kenapa abang bilang kalau tiga hari lagi Malvin gak bangun, kamu gak boleh ketemu dia lagi?"

Gia menggeleng dengan tampang bingung.

"Abang gak mau pada akhirnya kamu disakiti," jelas Kevin.

Alis Gia bertaut. "Maksud abang?"

"Kita harus pindah, abang dapat tawaran jadi kepala di cabang perusahaan om Teddy di Bandung. Kamu harus ikut," ucap Kevin panjang lebar.

Mata Gia membulat.

"Kalau kamu terus disini, nungguin Malvin sadar, abang gak mau. Kamu pasti selalu sedih, gak ada yang mau nunggu ketidakpastian, jangan bodoh, Gia!"

"Tapi bang,"

"Abang pengen kamu dukung abang. Kamu sama Malvin kan belum ada apa-apa, kalo kamu pergi, abang yakin, ada cewek lain yang sama Malvin."

Gia terkesiap. Menyadari itu, Gia menunduk. "Kalau dia gak bangun selama tiga hari kan bang?"

"Gia yakin, Malvin bakalan bangun buat Gia," ucap Gia mantap.

Kevin menatap sendu adiknya itu.

OOO

"Gila lo ya? Lo ambil kunci mobil gue, terus lo paksa gue pulang bareng, tapi lo bawa gue kesini," kesal Tere. Gadis itu bahkan sudah melipat yangannya di dada.

Rian terkikik geli. "Kan biar romantis bi," jawab Rian.

"Pala lo romantis, lo kira gue apaan. Lagian lo kesetanan apa sampe bisa kang gombal gini?"

Rian menatap nakal Tere. "Iya nih, gue kesetanan." Nada Rian berubah mengerikan.

Tere bergidik. "Gue patahin juga leher lo!" Ancam Tere.

"Gak mungkin lah, lo 'kan sayang sama gua, bi."

Tere mendengus, ia memilih memperhatikan sekitar taman tempat ia dan Rian berada. Ramai dengan pasangan kekasih. Sialnya, sekarang mereka bukan pasangan lagi.

Rian memandangi wajah Tere yang sedang merenggut kesal. "Iri ya, bi?"

"Lo sih bi, sok-sokan bilang break. Gue kurang sweet apa lagi sama lo, bi?" Tanya Rian sambil memainkan alisnya, menggoda.

Tere melihat wajah menjijikkan Rian itu. "Geli bangsat," umpatnya. Setelah itu Tere masuk ke dalam mobil Rian.

Rian terpaksa menyusul. "Bi, lo ngapain masuk. Gak gue pulangin lo sampai jam 10 baru tau!"

Tere hanya diam sambil menatap ke luar jendela mobil. "Gue bisa jalan kaki, kalo lo gak mau."

Rian mengernyit mendengar suara itu. Terdengar serak dan pelan.

Menyadari itu, Rian kembali keluar dan membuka pintu Tere. Tere memalingkan wajahnya. "Bi, lo nangis?"

Rian mengambil tangan Tere. "Gue minta maaf bi sama lo, maaf deh bi. Gak gini lagi lain kali,"ucap Rian.

"Kalau lo mau main-main sama gue, jangan gini! Lo tau gue sayang sama lo, jangan bikin itu jadi cara lo buat nyakitin gue. Yan, kita udah putus. Berhenti berlaku sweet kayak gini," jelas Tere.

Rian membeku, ia tersenyum tipis. Tapi guratan matanya kecewa. "Iya, kalau lo maunya gitu. Jangan nangis ya!" Tangan Rian menghapus pelan air mata Tere.

"Kita pulang?" Tanya Rian sambil tersenyum.

Tere yang melihat itu refleks mengangguk. Ia sudah lelah dan ingin buru-buru curhat dengan tempat tidurnya.

Rian mengusap lembut kepala Tere. "Gak usah nangis-nangis lagi, Ter. Gue sayang sama lo."

Tere menengang, ia menyesal telah mengatakan hal tadi.

OOO

Gia berangkat ke sekolah dengan senyumnya yang mengembang, seperti biasa seolah tidak ada beban dalam dirinya. Hari ini, Gia harus memulai semuanya dengan baik.

Berlaku kompak dengan kedua teman dekatnya, Tere dan Jihan, agar jika nantinya berpisah tidak terlalu menyedihkan. Gia sangat menyangi keduanya, sangat. Terlebih pada Tere yang sudah lama menjadi teman dekatnya.

Gia memasuki kelas, meletakkan tasnya diatas meja. Ia melirik Tere yang sedang menenggelamkan wajahnya di lipatan tangan gadis itu.

"Jihan belum datang?"

"Hm," balas Tere.

Gia duduk. "Lo kenapa, Ter?"

"Soal putus? Bukannya udah nangis waktu itu di vidcall kita bertiga?"

Tere menggeleng dan mengangkat kepalanya. "Gue gagal balikan," adu Tere.

"Gila, mata lo!" Refleks Gia begitu melihat keadaan mata Tere yang gembung dan juga berlingkar hitam di bawahnya.

"Gue harus ngomelin Rian nih," ujar Gia sambil hendak berdiri namun dicegah Tere dan menariknya untuk kembali duduk.

"Bukan itu. Masalahnya, kita gagal balikan karena gue salah ngomong. Kata-kata gue seolah menolak tetapi sebenarnya, gue butuh kepastian itu lagi," jelas Tere.

Gia bingung, ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Lo gak mau ya kalo tanpa kepastian?"

"Yakali punya hubungan yang gak jelas. Lo sama Malvin pacaran kan ya?"

Gia menggeleng. "Enggak, kata Malvin, dia belum siap nembak."

Tere menepuk jidatnya geram. "Kok lo mau, pinter?!"

"Gue kan harus nurut sebagai wanita,"sahut Gia.

Tere mendengus kesal. "Oke-oke lupain. Lo kemarin kenapa gak sekolah? Udah bego Gi, entar makin."

Gia merengut. "Ke rumah sakit, jengukin Malvin," jawab Gia.

"Hah? Malvin masuk rumah sakit? Lagi?"

Gia menyerngit. "Maksud lo Ter?"

Tere menggigit jari telunjuknya sambil berusaha mengingat-ingat. "Waktu itu, yang satu sekolah heboh gara-gara Malvin pucat, yang gosipnya berantem sama lo, inget gak? Waktu itu, sehari sebelumnya Rian batalin janji sama gue, katanya Malvin masuk rumah sakit."

"Hah?"

"Iya, waktu itu kan gue mau bilang sama lo. Tapi lo bilang lagi gak mau bahas dia," ucap Tere meyakinkan.

Gia menerawang ke masa itu. Jadi alasan Malvin jika ia pergi ke Bandung hanya alibi. Tapi untuk apa? Apa mungkin ada yang sedang Malvin tutupi?

[140718]

My MalvinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang