Seperti biasanya, bangun jam empat pagi adalah waktu yang efektif untuk siap-siap pergi ke sekolah. Terlalu pagi? Memang, tapi kata Mama harus disiplin dalam segalanya. Di mulai dari membersihkan kamar, menyiapkan baju sekolah, mengganti jadwal pelajaran yang sudah ditentukan tiap harinya, bahkan sempat juga membantu pekerjaan rumah. Mama pun pernah berkata, jadi perempuan itu harus bisa segalanya, jangan mentang-mentang ada pembantu rumah jadi mengandalkan semuanya padanya. Semenjak itu, selalu terbiasa bangun pagi. Tapi hari ini berbeda, sudah pukul setengah tujuh, entah berapa kali ia mengabaikan dering alarm dan tidur kembali. Setiap malam sebelum tidur, tak lupa ia selalu menyetel alarm pukul empat pagi. Hingga pada akhirnya Mama menggedor pintu beberapa kali, meneriakinya, tapi tetap saja tidak ada tanda-tanda ia telah siuman di dalam kamar sana.
"Hanu bangun! Udah jam setengah tujuh masa belum bangun juga, masa kalah sama bayi tetangga!" Suara melengking milik Mama akhirnya berhasil membangunkannya.
"Eum, ada apa Mami sih? Teriak-teriak pagi buta gini." Akhirnya Hanu memaksakan bangun membalas suara teriakan Mama di luar kamarnya dengan suara serak-serak khas orang baru bangun tidur.
"Astaga! Buka mata kamu, lihat ini udah jam berapa?"
Akhirnya Hanu memaksakan untuk membuka matanya, mengambil ponsel di atas nakas tepat di samping tempat tidurnya dan melihat jam yang tertera di sana.
DUARRRRRR!!!!!!!!
"BUSET! MAMIH KENAPA GAK BANGUNIN AKU SIH!" Hanu langsung lompat dari kasur, mengambil handuk dan melesat ke kamar mandi.
"Salah siapa juga disuruh tidur malah nonton drama."
Hanu tidak memedulikan bagaimana Mamanya mengomel di sana, sesegera mungkin dirinya membersihkan badannya atau tidak dia akan ditinggalkan oleh Kakaknya.
****
"Mih, Pih Harun pergi sekolah dulu ya."
Harun menyudahi acara sarapannya dan bersiap untuk pergi ke sekolah dengan ransel yang sudah tertenteng di bahu kanannya. Harun adalah Kakak kedua dari Hanu, tidak luput mereka suka dipanggil kembar hanya karena satu sekolah dengannya. Padahal umurnya hanya terpaut satu tahun dan entah alasan apa Mama memasukkan ke jenjang pendidikan menjadi satu angkatan pelajaran bersama.
"Enggak nunggu Hanu dulu?" Tanya Papa yang masih asyik memainkan sendok untuk acara sarapannya.
Harun memandang jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul tujuh kurang seperempat. "Ah lama nunggu Hanu mah. Dari tadi belum nongol juga dari kamar. Dandan aja tujuh hari tujuh malam."
"Bentar lagi juga dia keluar." Ujar Mama sembari membawa piring ke wastafel dapurnya.
"Lagian aku bakal piket dulu kemarin diberi sanksi karena kabur setelah pulang gak piket dulu." Harun tidak lupa meminta izin sebelum berangkat pada keluarganya.
"Oh iya Kak, Hanu berangkatnya sama kakak aja ya, Harun buru-buru." Ujarnya kepada Kakak sulungnya yang terlihat sibuk dengan kopi dan koran paginya.
"Ya udah sana berangkat."
"Harun berangkat!" Ujarnya sembari melangkah keluar dan segera menaiki mobilnya meninggalkan pekarangan rumahnya.
"Abang tungguin!"
Hanu berlari terbirit-birit menuruni tangga sambil bawa sepatu di tangan. Tapi terlambat, Harun sudah pergi terlebih dahulu dengan mobilnya. Berdiam diri di depan pintu melihat Kakaknya itu menjulurkan lidahnya sembari melenggang meninggalkan kompleks rumahnya. Tangannya refleks melempar sepatu ke luar rumah dan berteriak kesal padanya. Tentu saja kesal karena hari ini ada satu mata pelajaran yang tidak ingin ia lewati karena gurunya yang terkenal killer jika salah satu anak yang melanggar peraturan sekolah. Entah apa yang akan dilakukan padanya mengingat guru itu akan mengisi jadwal pelajaran pertama.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Must be Mine (SELESAI)
FanfictionNEW VERSION!! Hanu tidak mengira, jika Ibunya melakukan rencana perjodohan yang sama sekali tidak dirundingkan terlebih dahulu dengannya. Bahkan ia harus mengorbankan hubungannya yang sudah terjalin semenjak zaman memakai seragam putih-biru. Siapa...