Di salah satu jalanan yang cukup jauh dari jalan utama, suara bising yang berasal dari knalpot motor bermerk DBS mengisi keheningan di jalan sepi itu. Dengan nuansa langit senja sore hari, sangat pas jika melakukan berbagai atraksi yang dilakukan pada pemuda maupun pemudi di sini dengan motor racing mereka masing-masing. Ada banyak sekali orang-orang yang hadir di sini saat Theo baru saja menyentandarkan motornya.
"Weh Pak Bos kenapa telat? Ke mana dulu?" Tanya Joni saat Theo menghampirinya.
"Ada urusan dikit, tadinya juga males ke sini kalo gak si Haikal bikin pusing nelepon mulu suruh ke sini."
Joni tersadar jika ekspresi temannya ini sedikit berbeda dari siang tadi. "Kenapa?"
Merasa seperti Joni telah membaca pikirannya, akhirnya Theo buka suara apa yang telah menurunkan mood-nya ini. "Kayanya dia masih deh."
Joni terdiam sejenak meresapi apa yang dikatakan oleh temannya ini. "Oh, si dia. Ah masa sih, gila banget bisa mertahanin sampai sejauh ini kalo emang bener."
Theo tidak menjawab perkataan Joni. Hatinya masih dikerubungi rasa panas karena emosi masa lalu yang belum juga tertuntaskan hingga sekarang. Matanya hanya tertuju pada dua joki yang sedang melakukan atraksi wheelie sebelum Joni berbicara kembali yang membuat dirinya memberikan tatapan dingin padanya.
"Emang perasaan lo masih sama?"
"Kok lo nanya gitu?" Ucap Theo seperti nada tidak menerima.
"Ya, karena gue pikir karena itu udah lama dan bisa jadi seiring berjalannya waktu kan bisa berubah. Sejauh ini, saat kita semua masih di sekolah lama banyak tuh cewek-cewek yang deketin elu. Gue yakin pasti lu ada sedikit sreg sama salah satu dari mereka."
"Arghh gue gak mau dia lepas lagi, Jon!!" Theo mengusap wajahnya gusar dan mengerang kesal membuat semua orang menoleh sekilas ke arahnya.
"Ya elah jangan teriak juga dong ah, malu-maluin yang punya hajat aja."
"Bang Theo!" Suara cempreng menghampiri mereka berdua yang tengah terduduk di sisi trotoar jalan.
"Bang, baru sampai lo? Gue telepon lu dari tadi kenapa kagak nyaut?"
"Kepo banget lo bocil." Ucap Theo sinis pada si pemilik suara cempreng ini.
"Walaupun proporsi tubuh gue ini kek bocil, inget yah kita cuman beda setaon." Ucap Haikal dengan penuh penekanan karena tak terima dirinya selalu disebut dengan sebutan bocil.
"Bacot ah. Mau apa lo manggil gue ke sini?"
"Ya mau apa lagi dong kalo nggak nonton balapan. Ya kali nonton dangdut. Gue kali ini diunjuk jadi wasitnya dong." Ucap Haikal bangga dengan peran yang ia bawa.
"Gitu doang bangga anjir. Cuman ngangkatin bendera kotak-kotak itu pas ngeng?"
"Eh bukan cuman itu, bang. Karena kali ini jokinya cantik-cantik loh."
"Siapa?"
"Syaila." Ucap Joni menimpali sembari menyesap rokoknya.
Theo tercengang sesaat, "Lah, dia kan anak baru di sekolah kita yang lama itu kan sebelum kita semua pindah? Dia anak racing?"
"Yoi, dan gue juga terkejut siapa lawan mainnya kali ini." Haikal menyodorkan ponselnya pada Theo yang sudah menampilkan foto wanita cantik berpipi tembem yang lagi-lagi Theo dibuat terkejut setelah mengetahuinya.
"I-ini kan cewek ganjen yang sekelas sama kita. Anak racing juga?"
"Lo rempong banget sih anjir cuma karena joki cewek." Ucap Joni sewot karena perlakuan temannya satu ini dianggap terlalu berlebihan.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Must be Mine (SELESAI)
FanfictionNEW VERSION!! Hanu tidak mengira, jika Ibunya melakukan rencana perjodohan yang sama sekali tidak dirundingkan terlebih dahulu dengannya. Bahkan ia harus mengorbankan hubungannya yang sudah terjalin semenjak zaman memakai seragam putih-biru. Siapa...