13. Persiapan Bazar

947 57 26
                                    

16:25

Bisa Hanu lihat tepat di ujung bawah layar laptopnya sampai matanya terbelalak seketika. Tanpa menyadari waktu semakin cepat berlalu dan terasa singkat dan dirinya masih senantiasa selonjoran di atas permukaan empuk nan candu itu. Bahkan kerap matanya seringkali ia kucek berkali-kali karena cukup lama ia menatap layar laptop itu terbilang semenjak pulang sekolah. Seketika ia menyesal telah menyanggupi untuk mencari referensi masakan lokal dan internasional untuk kelompoknya nanti.

"Argh!" Hanu ngelempar asal kacamata anti blueraynya ke atas kasur. "Gak ada makanan yang aneh gitu? Setiap cari itu-itu aja yang muncul. Di kantin sekolah juga banyak."

Hanu menjatuhkan kepalanya di atas boneka super empuk berkarakter Ice Bear dari serial kartun Were Bare Bears favoritnya. Menatap kosong ceiling kamarnya dan berharap ada satu saja ide melewati lobus frontalnya.

Drrrttt ... Drrrttt ...

Getaran ponsel miliknya berhasil memecah lamunannya. Diambilnya ponsel tersebut yang berada di samping laptopnya. Setelah melihat tampilan layarnya, ternyata ada nomor Chayra tertera di sana.

"Yeoboseyo?"

"Anjir sok Korea jawabnya, nazeessss."

"Biarin lah. Siapa tahu nantinya gue bakal terus ngomong gini di telepon kalo berhasil jadi istrinya Song Joong Ki."

"Bangun woy, halu mulu. Oh iya, ntar malem elu ada acara kagak?"

"Acara apaan dah, emangnya gue protokol yang sibuk ngatur acara?"

"Yaelah bambang kali aja ada."

"Kagak ada nyai! Emangnya kenapa sih, tambah mumet aja nih pala gue."

"Yeu siapa tahu lu mau keluar sama si Ngi. Gue mau ngajak lo ke resto Om si Shezi, mau diskusiin soal Bazar itu. Sekalian makan malam di sana."

"Nama panggilan itu cuman gue yang boleh ya kampret. Yaudah jam berapa?"

"Jam 7 cukup kayaknya. Jadi yang ikut cuman gue, Gina, Shezi. Ya karena emang si Shezi ada di sana, Yozita, terus elu. Yang lain pada kagak bisa, ada berbagai macam alasan yang tidak bisa ditinggalkan. Katanyeaaaa."

"Yaudah fix jam 7 ya. Biasa jemput gue kalo bisa. Gue mau mandi dulu."

"Ebuset matahari mau padam gini masih belum mandi juga? Perawan macam apa kau hah?"

"Berisik lu. Bodo amat udah laku ini."

Bip ...

Tangannya melempar ponsel sembarang ke atas kasur. Sebelum benar-benar menyelusup ke kamar mandinya, kakinya berbelok sejenak waktu untuk menemui seseorang yang senantiasa di saat pukul segini, tangannya sudah berotak-atik dengan berbagai macam makanan. Karena dirinya sudah sangat linglung untuk mencari makanan lokal yang unik.

"Bi Mimin ~~~" Ucapnya memanggil Bi Mimin dengan nada yang sama seperti waktu kecil dulu.

"Iya Neng, ada apa. Aih Kenapa masih pake seragam sekolah. Belum asharan ya?"

"Udah kok. Cuman belom mandi aja." Tangannya terulur mengambil apel hijau kecil yang akan dijadikan cuci mulut setelah makan malam.

"Astagfirullahaladzim, Neng, Neng. Kebiasaan ah, mandi selalu didesakin ke sore. Kalo kata orang zaman dulu mah nanti bisa kena reumatik."

"Ih Bibi mah, lagi nanggung aku tuh sebenernya."

"Nanggung lagi ngapain emangnya?"

"Mumet cari referensi makanan lokal buat acara sekolah nanti."

You Must be Mine (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang