Untung saja saat dulu membeli furniture rumah terlebih khusus untuk isi kamar tidur. Hanu meminta untuk dibelikan sebuah kasur berjenis spring bed yang ukuran paling besar agar bisa leluasa berguling ke sana ke mari seperti sekarang. Demi melampiaskan rasa semua kegelisahannya sejak kepulangannya dari rumah sakit, tanpa berganti pakaian langsung merebahkan dirinya di atas permukaan empuk itu. Beberapa kali ia mengerjap lantaran setiap bunyi notifikasi terdengar masuk di telepon pintarnya yang kemudian mendengus kasar karena bukan apa yang diharapkannya. Hingga pada akhirnya ponsel itu ia banting pada bantal hingga ia memantul.
Bahkan ia tak sempat melihat waktu karena dihabiskan dengan rasa kegelisahan bersama dengan kamar yang selalu jadi tempat tampungan semua rasa dan segala aktifitas ia lakukan di dalam sana. Merasakan perut yang bergejolak dan ia baru ingat saat siang tadi belum ada satu pun makanan yang lolos ke dalam usus halusnya. Tungkainya memaksakan untuk keluar dari bilik kesuraman sementara tersebut dengan berjalan lunglai tak bertenaga menuruni anak tangga menuju dapur.
Pandangan pertama yang menyita perhatiannya adalah dengan semua orang yang ada di rumahnya terlihat sibuk mengemas barang-barang ke dalam ransel loreng besar merupakan ransel yang selalu dipakai Ayahnya ketika hendak akan bertugas. Pikirannya langsung tertuju ke sana setelah kedua indra penglihatannya menangkap Ayahnya sedang sibuk berkutik dengan ponselnya serta lengkap dengan balutan pakaian dinas yang menambah kesan gagah yang dapat Hanu bayangkan saat dirinya hendak menjalankam tugas di sana.
"Gak biasanya Papih pake baju dinas sore-sore begini?" Tanyanya membuat buyar fokus sang Ayah menatapnya intens.
"Loh kamu juga kenapa sore begini masih pake seragam. Emang belum mandi?"
Kendati demikian memang ada benarnya. Hanu merasa di skakmat seperti dalam sebuah permainan catur. "Ish Papih!"
Ibunya berdecak kesal. "Daripada kamu ngedengus kek gitu mending cepetan mandi sana. Kita ke Kodam sebentar lagi." Ucapnya seraya memasukan satu botol stainless berisikan kopi panas ke dalam saku ransel yang biasa digunakan untuk tempat minuman.
"Mau ngapain?"
"Heleh jangan pura-puran o'on. Terus ini udah beringkes kek gini masih nanya juga lo?" Ujar Harun kesal.
Ia bahkan tidak mengerti akan perasaan Hanu saat ini. Setelah semuanya begitu terlalu mengejutkan baginya, pikirannya saat ini masih mengurai benang kusut yang menggulung di kepalanya.
"Ta-tapi dinasnya ke mana?" Ujarnya tergagap. Seolah tak rela jika Ayahnya pergi seperti itu. Salah satu hal yang Hanu benci darinya.
"Gak jauh kok, cuman ke Lebanon. Targetnya sih sebulan harus beres, tapi gak tahu nantinya. Tergantung situasi dan kondisi." Ujar Ayahnya menimpali.
Hanu mendelik. Bisa-bisa Ayahnya berkata demikian yang mengatakan jarak di antara keduanya terbilang dekat. Seolah memang itu bisa menenangkan perasaan putri semata wayang di keluarganya karena ia tahu, Hanu tipikal anak yang lebih dekat dengannya ketimbang pada Ibunya. Bisa di bilang Hanu lebih terbuka padanya, mencurahkan segala isi hati hingga hari-hari yang dilaluinya.
Hanu mematung sesaat, masih belum rela ditinggalkan tugas oleh Ayahnya. Entah kenapa rasanya berat menurutnya sampai ia mengerjap lantaran perkataan sergah Harun mengejutkannya.
"Terus aja lu diem di sana, sampe mendebu sekalian. Jangan nangis kalo nanti gue tinggal."
"Eh beraninya! Jangan harap lu bisa contek tugas keuangan gue nanti." Ucapnya balas mengancam dan segera lari secepat kilat ke arah kamarnya.
Terdengar jelas bagaimana pintu ditutup kasar sampai bisa terdengar ke bawah walau samar. Memang saking terburu-burunya tak ingin ditinggal, melangsungkan kegiatan membersihkan diri setara dengan pergantian jam pelajarannya di sekolah hanya berkisar kurang lebih lima menit jarak untuk kedatangan pembimbing kedua. Bisa kalian nilai sendiri bersih apa tidaknya dengan waktu yang terbilang sempit itu. Karena Hanu sendiri pun tidak yakin. Yang penting bisa meluruhkan keringat dan wangi setelahnya Hanu anggap itu bersih.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Must be Mine (SELESAI)
FanfictionNEW VERSION!! Hanu tidak mengira, jika Ibunya melakukan rencana perjodohan yang sama sekali tidak dirundingkan terlebih dahulu dengannya. Bahkan ia harus mengorbankan hubungannya yang sudah terjalin semenjak zaman memakai seragam putih-biru. Siapa...