Kini seluruh penghuni kelas nampak tertuju pada Hanu yang sedang menahan malu karena perbuatannya telah mengendap masuk ke kelas dengan diam-diam demi menutupi kasus kesiangannya kali ini. Hanu menenggelamkan wajahnya dengan tudung hoodie semakin dalam lantaran melihat sorot mata teman-temannya terlihat menyeramkan untuknya.
"Kamu tahu kan saya paling tidak suka jika ada anak murid saya yang datang terlambat?" Tanya Bu Sumi dengan suara dingin membuat bulu kuduknya berdiri tegak.
"Ta-tahu, Bu."
"Kalau memang tahu kenapa mesti di langgar?"
"Karena emang adanya peraturan buat dilanggar, Bu." Jawab Hanu dalam hatinya. Hanu tidak berani menjawab lantaran tahu jika ia menjawab takutnya hukumannya malah akan bertambah. Membayangkan setelah mungkin dijemur di tengah lapang dengan sinar matahari terik kemudian ditambah dengan membersihkan seluruh toilet kelas, rasanya mungkin cleaning service yang ada di sekolahnya akan menganggur jika seluruh pekerjaan diambil alih oleh Hanu.
Merasa tidak ada jawaban dari Hanu, dengan kesal Bu Sumi menyeret Hanu keluar kelas yang sontak membuat Hanu terkejut dengan perlakuan yang tiba-tiba itu. Bu Sumi menyeret Hanu hingga ke tengah lapangan yang sudah dihadapkan dengan tiang bendera merah putih. Ia sudah mengira bahwa hukumannya akan seperti ini."Kamu tahu apa yang harus kamu lakukan sekarang?"
Tangan Hanu dengan refleks terangkat ke atas tepat di samping alisnya membentuk satu garis lurus miring tanda hormat kepada sang Merah Putih yang tampak bergoyang menggelombang karena tertiup angin. Sudah menjadi kebiasaannya dalam memberi efek jera pada murid yang suka datang terlambat seperti yang dilakukan pada Hanu saat ini. Tidak hanya dirinya, melainkan siswa ataupun siswi dari kelas lain pun pernah mendapatkan hukuman seperti ini. Jadi murid yang pernah mengalaminya jadi terbiasa dengan peraturan hukum yang dilakukan Bu Sumi. Ada yang merasa kapok, ada juga yang malah biasa saja. Biasanya murid yang mengatakan hukuman Bu Sumi itu 'biasa saja' itu bisa jadi salah satu murid yang datang terlambat ke sekolah lebih dari satu kali. Bisa dikatakan ini merupakan kali kedua Hanu terlambat datang ke sekolah.
"Anak pintar, tetap posisi seperti ini ya sampe jam istirahat."
Mata Hanu mendadak seperti hendak mau keluar tatkala setelah mendengar penuturan Bu Sumi.
"Yang benar saja, Ibu!" Teriak Hanu yang masih dengan posisinya melihat Bu Sumi melenggang dengan santainya masuk ke kelasnya tanpa merasa kasihan padanya harus berdiri di tengah lapangan seperti ini yang otomatis menjadi objek perhatian orang-orang yang berlalu lalang di lorong sekolah.
"Hoiiii nak gadis, panas ya harus berdiri di sana." Teriak seseorang dari seberang lapangan. Itu Teja dan juga Jeka teman laki-laki sekelasnya meledek Hanu dengan kedua tangan mereka masing-masing menenteng tumpukkan buku paket yang mungkin mereka ambil dari perpustakaan.
"Perlu dibawain payung gak, Kak?" Jeka dan Teja cekikikan membuat Hanu kesal dengan mereka berdua.
"Lo berdua diem atau gue lempar nih!" Hanu sudah mengancang-ancang mencopot sepatunya membuat Teja dan juga Jeka lari terbirit-birit masuk ke dalam kelasnya.
Kalau bisa Hanu menghubungi Kak Seto, ia ingin melaporkan langsung perbuatan Bu Sumi karena menurutnya ini adalah sudah bisa dikatakan penganiayaan anak. Yang lebih seram lagi jika hal ini sudah mendarat di telinga kedua orang tuanya. Bisa-bisa ia mendapat ceramah tujuh hari tujuh malam tanpa jeda iklan.
****
"Eh ini ke mana sih arah ruang kepala sekolahnya?"
"Sini kali, biasanya suka ada nenteng tanda ruangannya di atas pintu."
KAMU SEDANG MEMBACA
You Must be Mine (SELESAI)
FanfictionNEW VERSION!! Hanu tidak mengira, jika Ibunya melakukan rencana perjodohan yang sama sekali tidak dirundingkan terlebih dahulu dengannya. Bahkan ia harus mengorbankan hubungannya yang sudah terjalin semenjak zaman memakai seragam putih-biru. Siapa...