Sepulang Hanu ke rumah setelah ia menghadiri acara pertemuannya---atau lebih tepatnya rencana perjodohannya dengan Theo---sempat ada perdebatan besar antara Ibunya dan juga dirinya. Tentu saja, Hanu pasti terkejut dengan rencana Ibunya yang tiba-tiba tanpa dimusyawarahkan dulu dengannya. Menurutnya, sikap Ibunya itu seperti memperlakukan anak tiri tanpa belas kasihan. Malam itu, Hanu pulang sendirian dengan sekujur badan sudah basah terkena air hujan, waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari, pasti mengundang kekhawatiran Ibunya saat ia sudah menginjakkan kaki di teras rumah. Dan benar saja, baru saja ia menekan bel rumah, Ibunya datang tergesa-gesa membuka pintu utama rumah yang sudah menampakkan Hanu terlihat sangat kacau.
"Hanu kamu itu dari ma--" Tanpa menghiraukan kekhawatiran sang Ibu, Hanu berjalan begitu saja melewati ruang tamu menuju kamarnya.
"Hanoona, kamu denger gak sih Mamih ngomong!"
Langkah Hanu terhenti di anak tangga pertama sesaat mendengar Ibunya berteriak, Harun dan Chakra yang sedang terduduk di sofa menunggu kepulangan sang Adik lantas menoleh ke arah Ibunya lalu bergantian pada Hanu. Hanu menoleh pada Ibunya dengan raut wajah kecewa, badannya setengah menggigil karena sisa-sisa air hujan yang masih menempel pada tubuhnya ditambah semilir dinginnya angin malam menerpa kulitnya.
"Terus apa peduli Mamih, Mamih kan udah gak sayang lagi sama Hanu!" Hanu berucap dengan bibir sedikit bergetar dan mata sudah berair.
"Kamu itu ngomong apa sih. Mana sopan santun yang Mamih ajarkan padamu, ninggalin acara yang penting lalu keluar gitu aja, gak jelas!"
"Justru Mamih yang gak jelas!" Hanu berteriak pada Ibunya karena sudah tidak bisa menahannya lagi. "Mamih ngerencanain ini semua tanpa menunggu dulu persetujuan dari Hanu?! Sebenernya Mamih itu Ibu kandung Hanu apa bukan sih?"
Chakra berdiri dari duduknya, "Hanoona, jaga mulutmu!"
"Kakak mending diem!"
Untuk pertama kalinya Hanu berani membentak Kakaknya, membuat Chakra membelakkan matanya melihat sikap yang dilontarkan Adiknya hari ini, mungkin di kemudian hari ia akan mengutuk dirinya sendiri karena sudah melakukan dosa itu padanya. Pandangannya kembali menatap kekecewaan pada Ibunya yang sudah merencanakan ini semua tanpa memikirkan bibit bobotnya terlebih dahulu.
Harun menatap iba pada Adiknya itu yang sudah meneteskan beberapa air mata di matanya. Ia ingin membelanya, namun tidak ada keberanian jika sudah menyangkut hal seperti ini. Keputusan Ibunya itu sudah bulat, jika sudah direncanakan akan tetap berjalan tanpa ada yang bisa menggugatnya. Memang keras kepala seperti rencana yang Ibunya satu ini, pernikahan Hanu dan Theo harus tetap terwujud mengingat rencana ini sudah mereka bahas bahkan dari semenjak mereka kecil.
"Hanoona, ini semua demi kebaikan kamu juga. Mamih juga yakin Theo itu baik untuk kamu, Mamih juga pilih-pilih, nak."
"Pilih-pilih atau memang karena Theo itu anak dari temen Mamih terus bisa disebut anak baik? Belum tentu Hanu terima juga itu baik, Mih. Mamih gak pernah tahu dalemnya Theo itu seperti apa?"
Ibunya terdiam seketika sembari memijat pelipisnya. "Hanu juga bisa pilih sendiri pendamping hidup nantinya atas dasar cinta bukan karena perjodohan. Hanu bukan anak kecil lagi, Mih. Hanu juga bisa hidup mandiri tanpa dasar telunjuk Mamih." Hanu terhenti sesaat mengusap air matanya yang tidak bisa berhenti mengalir. "Juga karena rencana konyol Mamih ini, membuat hubungan yang lama Hanu jalani hancur hanya gegara perjodohan jadul ini!"
Ibunya serta Chakra membelakkan matanya saat mendengar pernyataan yang Hanu keluarkan, apalagi dengan Harun. Ia sangat terkejut sekali, lantaran Hanu berani mengungkap hubungannya yang sudah melampaui tiga tahun mungkin sejak SMP kelas tiga dan esok adalah hari jadinya. Ia tidak menyangka dengan menutupi mulutnya yang terbuka untuk menutupi rasa keterkejutannya itu. Tapi bagaimana Yogi tahu jika Hanu akan dijodohkan dengan Theo?
KAMU SEDANG MEMBACA
You Must be Mine (SELESAI)
Fiksi PenggemarNEW VERSION!! Hanu tidak mengira, jika Ibunya melakukan rencana perjodohan yang sama sekali tidak dirundingkan terlebih dahulu dengannya. Bahkan ia harus mengorbankan hubungannya yang sudah terjalin semenjak zaman memakai seragam putih-biru. Siapa...