Namaku Andira Aliamyra, remaja mudah terbawa perasaan berumur tujuh belas tahun yang tinggal di rumah tidak terlalu besar dengan kehidupan yang patut disyukuri. Dekat dengan kata cukup yang berarti, aku bukan salah satu dari pemeran novel yang berlimpah harta dan berkuasa. Aku juga tidak dekat dengan kata cantik yang sempurna sampai harus semua mata tertuju padaku jika aku melewati mereka, kurasa itu juga yang membuat pacarku tidak harus berfikir duakali untuk menyetujui keinginanku berpisah dengannya, bahkan setelah dua tahun menjalani kehidupan berstatus pacaran denganku.
'Gue bisa dapetin cewe yang lebih baik dari lo.'
'Lo bukan apa-apa Dir.'
'Asal lo tau Dir, dua tahun ini cuma buang-buang waktu.'
Ya, itu tiga dari banyak kata yang cukup ku ingat sampai detik ini setelah aku meminta untuk mengakhiri semuanya. Jika kalian bertanya kenapa? Aku tidak mau membahas jawabannya.
Tapi namanya perempuan dan fakta bahwa aku juga seorang perempuan, bohong jika aku mengatakan aku sendiri tidak terluka.
Seolah semua ini akhirnya dirasakan oleh diriku sendiri tentang mereka yang mengakhiri, tapi mereka pula yang terluka.
Dibandingkan dengan beberapa temanku yang lebih menyukai pria berpenampilan urakan dengan gaya nakal, berpakaian kasual memakai jaket denim dan sepatu kets. Fantasiku berbeda. Aku lebih suka pria rapih ber-jas, berbadan tegap dilengkapi sepatu pantofel di kakinya. Tapi untuk sifat aku lebih memilih pria yang humoris dari pada romantis apalagi terlalu serius, itu nol besar untukku.
Dari semua itu ada yang lebih penting, tak apa jika seseorang itu tidak sesuai dengan fantasiku asalkan ia tidak mempermainkan perasaan perempuan. Humoris, tidak terlalu serius tapi tidak main-main, ku rasa bukan aku saja yang memimpikan pangeran seperti itu.
Baiklah mari sejenak lupakan pangeran impian dan kembali ke kehidupan nyata.
♥♥♥
5 hari, 2 jam, 4 menit, 22 detik, sebelumnya.
"Minggu ada kegiatan engga?"
"Kenapa?"
"Aku mau ajak kamu ke Taman trus kita makan."
"Ada acara apa Dit?"
"Emang ngajak kamu jalan harus ada acara?"
"Engga gitu... Hmm tapi... Minggu ya? Aku engga...."
"Engga bisa? Kamu mau bilang engga bisa lagi? Kenapa? Nulis? Harus nulis? Sepenting itukah nulis?"
"Ya jelas pentinglah Radit."
"Gue ga suka lo jadi penulis."
"Kalaupun lo ngga suka, gue ngga akan bisa ninggalin impian gue gitu aja."
"Jadi secara ga langsung lo bilang, lo bisa gitu dengan gampang ninggalin gue?"
"Bukan, bukan gitu----"
"Apa? Mau bilang apa lagi? Aku udah capek ya sama kamu Dir."
Dia. Radit. Raditya Keenan. Seseorang yang berstatus pacarku, kami sudah berpacaran selama dua tahun, tapi bukan berarti aku dan dirinya tidak pernah bertengkar. Bahkan dapat dikatakan terlalu sering hingga tidak dapat terhitung lagi.
Tapi, ini pertama kalinya ia menyindir tentang impian yang ku jaga,
Aku menatap punggung Radit yang pergi menjauh dengan sepeda motornya, "Untung lo pacar gue Dit."
Perasaan dua tahun yang ku simpan tidak sanggup berganti peran dengan rasa benci, walaupun sudah ku tetapkan sepenuh hati bahwa itu sebuah keharusan. Siapapun yang menghalangi mimpiku aku akan benar-benar membencinya.
Dan sejak saat itu lah aku tidak pernah mendapatkan pesan darinya. Nomor ponselnya tidak bisa dihubungi, bertemu di Sekolah layaknya orang asing yang tak pernah bertegur sapa.
Ia bersikap tak peduli, dan ku pikir dia juga berusaha akan hal itu, mungkin dirinya butuh waktu sendiri, aku mengerti karena ini bukan pertama kalinya, akan ada saatnya ia datang kembali dan aku akan meminta maaf pada saat itu.
Tapi pada kenyataannya? Akulah yang terlalu percaya diri, hal yang tidak diduga justru terjadi, bahwa aku tidak pernah menerima kedatangannya kembali.
♥♥♥
Cerita pertama setelah sekian lama.
Yukk jadi pembaca yang baik, menghargai dengan cara jangan lupa Vote dan Comment yaa^^
KAMU SEDANG MEMBACA
SERUPA RASA
Teen FictionMemutuskan berpisah dengan Radit setelah dua tahun mengingatkanku fakta bahwa aku juga seorang perempuan, bohong jika aku mengatakan aku sendiri tidak terluka. Seolah semua ini akhirnya dirasakan oleh diriku sendiri tentang mereka yang mengakhiri...