"Aku mau tau maksud kamu ngomong ini itu selama ini ke aku tuh apa?" Suaraku meninggi menatap Arvie tajam.
Aku menguatkan hatiku, menetapkan untuk tidak menangis di hadapan pria ini. Aku tidak akan bertindak lemah seakan aku benar terluka untuknya.
"Dari sekian banyak cewe vie, dari sekian banyak cewe yang ada disini, apa harus Syeril?"
"Kamu tuh emang selalu ngomong ngelantur sana ngelantur sini, bikin aku ngerti dong sama omongan kamu."
"Kamu selingkuh sama Syeril. Kamu kira aku ga tau? Kamu kira aku bodoh? Kamu anggap apa aku vie? Dimata kamu tuh apa aku ini vie? Bodoh aku yang mau kenal sama kamu!" Aku mendorong Arvie.
"Aa-ak--"
"Apa? Mau kasih aku alesan apa lagi vie? Hah. Aku ga habis pikir ya sama kamu! Kalo aku ga tau! Kalo aja aku ga tau permainan kamu! sampe kapan kamu mau jadiin aku pacar palsu kamu? Sampe kapan? Setengah bulan? Satu tahun? Dua tahun? Hah?! Gila ya kamu vie. Kamu bener bener gila. Mulut kamu, kata-kata kamu, dusta semua." Ungkapku tak tahan.
Arvie tersenyum miring, "Sebenernya, bukan kaya gini akhir yang gue mau, tapi lo sendiri yang bikin endingnya kaya gini."
Arvie menatap dalam menusuk mataku, "Gue kira lo bakal lebih bodoh dari orang bodoh yang sampe terlalu lama sadar tentang hubungan gue sama Syeril. Tapi ternyata, ya gue akuin, lo pinter dikit."
'Plak'
"Jaga omongan lo."
Arvie memegang pelipisnya yang terkena tamparan tanganku. "Gue aja bisa lebih pinter buat sadar hubungan lo sama Reynan."
"Ini tentang lo sama Syeril. Gausah ngalihin pembicaraan ini dengan bawa nama orang lain." ucapku penuh penekanan.
"Dia bukan orang lain Jia ku sayang." Ucap Arvie dengan nada mengejeknya, "Dia orang yang bakal pertama kali lo telpon sekarang ya kan?"
Aku mengepalkan tanganku menahan amarah yang rasanya sudah sampai ke kepalaku.
"Kita masih ada kesempatan buat ketemu Jia. Gue masih baik untuk bilang thanks untuk dua bulannya, tapi dengan tulus gue beneran ga berharap ending kaya gini, lo beruntung masih bisa bahagia, gue bahkan pernah ngebayangin lo ga bisa senyum lagi." Arvie menepuk bahuku yang seketika gemetar hebat. Tanganku, ku tautkan satu sama lain. Apa ini? Apa ini ancaman? Apa ini peringatan?
Aku mendudukkan tubuhku di kursi taman. Membiarkanku larut dalam keheningan senja yang perlahan sudah berganti malam, langit sudah berganti warna gelap tanpa bintang, lampu taman belakang sekolah susah membantu penerangan disini.
"Jam 7. Sekolah pasti udah dikunci. Bodoh ya lo beneran bodoh banget." Aku menepuk kepalaku dengan keras.
"Kenapa sih tadi gue pake diem dulu dua jam. Kan jadi kesorean gue. Gue juga bukannya langsung pulang malah nung---"
Marahku sampai suara seseorang terdengar dari sebrang panggilan yang ku lakukan.
"Eh hallo?"
❤️
"Gue ga tau lo tuh ga kenal waktu apa gimana, atau lo emang udah jadi bagian dari penunggu itu taman. Lo ngapain coba di taman sekolah malem malem." Cibir Reynan sesaat setelah menemukanku terduduk di kursi taman.
"Udah mana masih pake seragam. Bener-bener mau kesambet ya lo?"
"Stttt... " Peringatku membuat membuat Reynan seketika mengatupkan bibirnya rapat-rapat.
"Jia. Awas lo berani bikin gue takut."
"Jia beneran ga lucu loh."
"Gue beneran ga bakal ngampunin lo kalo lo macem-macem."
"Vie, gue ga boong, dibelakang lo." Aku mengisyaratkan mataku agar ia menoleh.
"Galucu sumpah. Galucu."
"Kayanya dia suka deh sama lo."Lanjutku yang membuat tubuh Reynan semakin membeku.
"Mba-mba maap yaa saya emang jomblo tapi saya gamau kalo saya disukai sama mbanya. Mbanya cari orang lain aja yang serupa gitu sama mba." Ungkap Reynan pelan.
Semakin sulit untukku menahan tawa mendengar ucapan Reynan. "Parah sih Rey, dia marah lo panggil mba."
"Emang dia bukan cewe?"
Aku menggeleng.
"Cowo?" Kaget Reynan.
Aku mengangguk pelan.
"Masnya maap banget, saya masih normal mas."
Tubuh Reynan yang sama sekali tak bergerak, sesekali memejamkan matanya yang ku tau ia pasti menahan rasa takutnya, berkat keusilanku raut wajahnya membuatku tak bisa menahan tawa.
"Yakin lo masih normal?"
Reynan mengangguk.
"Gue rasa lo harus periksa kejiwaan deh. Hahahhaha... Lo takut sama tiang yang bahkan diem aja dari tadi di situ." Ledekku tak bisa menghentikan tawaku.
"AISHHH.. SINI LO JIA!! UDAH BAIK GUE MAU JEMPUT LO YAKK. LO MALAH BEGI---EH?"
"Jia? lo kok nangis?"
"Ehhh serius gue Jia!!" Reynan menjaga jarak dariku ragu untuk melangkah lebih dekat, "Eh gue takut!"
"Jangan nangis disini apa!!"
'Duk'
"Aishh.. Iya gue percaya lo Jia dari cara lo mukul tapi udah apa jan nangis."
"Gue beneran takut ini Jia. Lo nangis malem-malem, ditaman. AllahuAkbar. Beneran dah Jia. IHH WOYYY!!!"
"Rey?"
"Hm?" Reynan mengernyitkan alisnya, "Apaan?" Ulang Reynan.
"Ett Jia!! Ngomong apaa ish cepetan!"
"Gue putus."
"Hah?"
"Gue putus sama Arvie."
❤️Semoga cepet move on ya dari Arvie ya :)
KAMU SEDANG MEMBACA
SERUPA RASA
Teen FictionMemutuskan berpisah dengan Radit setelah dua tahun mengingatkanku fakta bahwa aku juga seorang perempuan, bohong jika aku mengatakan aku sendiri tidak terluka. Seolah semua ini akhirnya dirasakan oleh diriku sendiri tentang mereka yang mengakhiri...