Aku merapatkan jaket milik Reynan yang melekat di tubuhku. Entah sudah berapa kali aku menjadi cewe cengeng dihadapannya. Namun lagi-lagi entah, entah kenapa, dia satu-satunya yang terpikir untukku hubungi disaat seperti ini.
"Harus banget apa cokelat panas?" Protesku.
"Udah bagus di beliin, pake segala protes lagi. Cokelat tuh bagus buat orang galau."
"Siapa lagi yang galau?" Gumamku pelan, menyeruput coklat panas itu.
Reynan melirikku seraya berkata masih aja nanya, siapa disini yang abis putus sama pacarnya kalo bukan diriku.
"Kalo aja lo nelpon gue jam 9 malem, ga bakal mau gue jemput lo."
"Itu karena lo aja yang penakut." Cibirku.
"Bukan penakut ish. Sekolah pasti udah di kunci sama satpam jam segitu, untung tadi satpam masih patroli, coba kalo engga, tamat riwayat lo." Ungkap Reynan.
"Alesan lo aja itu mah. Bilang aja takut jam 9 jemput gue. Takut ketemu mba mba kunti."
"Ck! Udah gue jemput, bukannya ngebaik-baikin gue lo. Malah ngata-ngatain."
"Perhitungan ewh." Celetukku.
Hening. Reynan tak lagi membalas ucapanku. Memilih untuk diam dari pada melanjutkan perdebatannya denganku.
"Rey?"
"Hm?"
"Arvie sama Syeril pacaran."
"Hm."
Aku menoleh cepat, menilai respon Reynan sangat tidak cocok dengan apa yang ku katakan, namun seketika wajahnya menunjukan keterkejutannya seakan ia baru saja membuat kesalahan.
"Hm? Apa? Lo ngomong apa?"
"Tau ah." Balasku terbawa perasaan.
Reynan terkekeh, "Apa? Lo bilang apa?"
"Engga tau."
"Ish beneran. Lo ngomong apaan tadi?"
"Bodo."
"Yaudah gue pulang deh kalo gitu." Ungkap Reynan, beranjak dari duduknya yang dengan segera ku tahan.
"Apa?" tanyanya sengit.
"Sini aja sih. Tega banget lo biarin gue sendirian."
"Minta temenin aja noh sama tiang." Celetuk Reynan.
Aku terkekeh meledek, "Ohh jadi mau bahas kejadian tadi lagi?"
Reynan tersenyum terpaksa lalu kembali ingin melangkah pergi.
"Dia cuma mainin gue Rey. Dia cuma jadiin gue pacar palsunya buat ngedeketin Syeril, Dia--- dia ngeduain gue sama Syeril."
Reynan menatapku dalam, jauh ke dalam mataku ia menatap. Aku tak bisa membaca pikirannya juga tingkahnya yang seperti ini. Ia memundurkan langkahnya kembali duduk tepat disampingku.
"Bintangnya banyak malem ini."
Hah! Respon macam apa ini?
"Liat Jia! Bintangnya banyak banget woy!" Ucap Reynan lagi memaksaku menatap ke arah langit.
"Ish! Udah tau." Ketusku.
"Ya terus kenapa lo masih galau?"
"Gue ga galau."
"Lah lo ngomong gitu seakan lo tuh patah hati banget gara-gara si Arvie ngeduain lo."
'Nih orang gue rasa makin hari makin batu hatinya.'"Kan lo juga udah putus sama dia. Ya udah lupain aja lah."
"Lo kira segampang itu?!" Kesalku.
Reynan terkekeh, "Gue suruh liat banyak bintang lo malah jawabannya udah tau."
"Ya terus lo mau gue ngapain? Ngambil tuh bintang?" Balasku.
"Cowo tuh banyak Jia. Kaya tuh bintang-bintang, semuanya emang bersinar, tapi ga semua sinarnya sampe ke bumi."
"Ngomong apa sih lo Rey?" Celetukku. "Gausah sok puitis. Ga pantes."
"Lo perlu tau nih ya Jia, lo tuh kalo galau makin ngeselin. Gue ga tahan sumpah. Pingin gue bejek. Gue berusaha ngehibur malah dikatain. Udah gue turutin permintaan lo, gue malah di ledekin." Gerutu Reynan menyilangkan tangannya di dada.
Aku terkekeh, "Jadi ngambek ceritanya?"
"Gatau ah."
"Rey?"
"Hm?"
"Gue kira lo ngambek gamau ngobrol lagi sama gue."
"Mendingan gue jawab daripada gue harus bujuk lo yang ngambek karna ga gue ladenin." Balas Reynan.
"Rey?"
"Hm?"
"Rey?"
"Apaan sih Jia?!" Sahutnya kesal.
"Kok lo ga kaget sih gue bilang Arvie ngeduain gue?"
"Kenapa mesti kaget?"
"Ya setidaknya lo ngerespon lebih gitu." Protesku.
"Ngerespon lebih tuh yang kaya gimana? Gue harus bilang, Huaww Arvie selingkuh sama Syeril, Huaww aku terkejuttt sangat... Huaww huaww huaww"
'Dug'
"Stres lo Rey."
"Sakit ish mukul-mukul mulu."
Aku tak peduli dengan keluhan Reynan. Salah sendiri bukan? Reynan yang sedari tadi terus menggodaku dengan sikap menyebalkannya.
"Gue tau."
Aku menoleh menatap Reynan bingung,
"Gue udah tau kalo Arvie mainin lo."
❤️
Hai semua.... Long time no see👋
KAMU SEDANG MEMBACA
SERUPA RASA
Teen FictionMemutuskan berpisah dengan Radit setelah dua tahun mengingatkanku fakta bahwa aku juga seorang perempuan, bohong jika aku mengatakan aku sendiri tidak terluka. Seolah semua ini akhirnya dirasakan oleh diriku sendiri tentang mereka yang mengakhiri...