24 - Pengakuan

53 2 0
                                    

Aku tak henti melirik Jio yang asik dengan ponselnya sedari tadi, tersenyum tanpa jeda, terkadang tertawa tanpa sebab. 

Mungkin ia tau sebabnya tapi aku sebagai seseorang yang hanya melihatnya... Haha tak lebih seperti orang yang menggila karena kasmaran.

Aku lega dalam hati. Setidaknya semua tidak sia-sia walaupun aku harus mempermalukan diriku minggu lalu, membuat gadis pemilik nama Loona bersimpati padaku.

Dan ada benarnya juga aku tak tau malu dengan memberi nomor Jio pada Loona. Sampai keduanya bisa berbagi kisah seperti yang kulihat.

"Nanti lo pulang sama Arvie ya."

Aku menoleh menunggu penjelasan Jio lebih lanjut.

"Dia mau ngajak lo jalan katanya."

Pernah berimajinasi punya abang yang posesif? Aku pernah. Karena aku sejatinya tak punya abang. Jadi aku bebas berimajinasi bukan?

Dan aku membayangka perhatian dan keposesifan abang yang seperti itu, hingga mengira kuat jika Jio akan berperan layaknya seorang abang di novel-novel, hmm maksudku semacam posesif sama adiknya sampe harus nanya ini itu.

Tapi ini? 

Segampang ini?

Ternyata?

Hah.

Pulang sama Arvie? 

Iyaa tenang aku akan pulang sama Arvie, jalan Arvie dan pulang malem sekalian.

❤️

"Gue ngajak lo jalan bukan untuk diem-dieman kaya gini loh. Banyak orang yang bilang, kalo ngelakuin perjalanan paling enak itu ketika di mobil, lo bisa ngobrol banyak tentang ini dan itu yang lo temuin di jalan. Tapi buktinya mobil ini sepi sepi aja." Ungkap Arvie yang tengah mengemudikan mobilnya, membawaku hmmn, entahlah ia berkata akan ke taman di atas tebing.  Ya ku juga tidak tau tempat itu ada, lebih baik aku hanya mempercayai dia kan?

"Lo tau gue susah banget izin bawa lo jalan."

"Hah?"

Arvie terkekeh. "Lo punya abang yang bener-bener ngejaga lo sampe gue diancem bakal patah tulang kalo ga ngepulangin lo kerumah dengan selamat"

"Bang Jio?"

"Iyalah. Lo punya abang selain dia?"

Aku tersenyum dalam diam. Menyadari salah prasangka yang kulakukan pada Jio.

Seorang Jia membuatku banyak belajar, bahwasanya setiap orang punya caranya masing-masing, cara untuk mengekspresikan perasaan mereka, cara mereka menjaga seseorang yang mereka kasihi dan cara membuat orang nyaman berada di dekat mereka.

Dan itupun sama berbedanya dengan seseorang yang menerima perhatian itu, banyak cara mereka menerima hal-hal pelengkap dalam hidupnya. Salah satunya, perhatian dari seseorang yang mereka sayang.

"Soal acara kita yang terakhir minggu lalu gue minta maaf." Ungkapku merasa bersalah.

Arvie tersenyum. "Gue yang harusnya minta maaf, gara-gara gue yang harusnya semua jadi rahasia buat lo tapi semenjak itu---"

"Gapapa, kadang yang orang anggap itu harus dirahasiain tapi ternyata sebaliknya, ga semuanya yang terbongkar membawa dampak buruk. Ya kan?" Ucapku meminta persetujuan Arvie.

"Jadi kalo punya rahasia lebih baik diungkapin?"

Aku mengangguk.

"Lo punya rahasia?" tanyaku.

"Punya." Jawab Arvie serius.

"Gue harap lo bisa ungkap rahasia itu secepatnya. Mungkin tanpa lo tau, orang lain nunggu lo ngungkapin hal yang lo rahasiain."

Arvie tersenyum tipis dan mengangguk.  Perasaanku menghangat. Suasana yang membawaku kedalam zona nyaman, menidurkanku dalam mimpi indah.

"Wahhhh...." Suaraku tak bisa menyembunyikan kekagumanku pada tempat ini.

"Tempat ini beneran ada ya?" Ungkapku masih tak percaya. Taman di atas tebing dimana aku bisa melihat lalu lintas padat dari atas sini.

"Ga banyak yang tau tempat ini.  Mungkin pasangan pacaran beneran ngeburu tempat ini kalo mereka tau."

Aku mengangguk setuju. Biar ku jelaskan. Ada beberapa pohon besar disini. Ada beberapa tempat duduk dengan hiasan bunga di pinggirnya, cantik, aku benar-benar terpesona oleh tempat ini.

Mungkin tempat ini tidak lebih bagus dari yang di tunjukan Arvie sebelumnya.  Hanya saja karena taman ini berada di atas dan bertatapan dengan langit secara langsung membuat taman ini lebih membuatku terpukau.

"Lo suka?" tanya Arvie.

Tanpa ragu aku mengangguk membuatnya tersenyum lega.

"Makasih Vie." Ungkapku.

"Makasih udah selalu berusaha bikin gue seneng." Lanjutku tersenyum.

"Guepun gitu, makasih."

"Buat apa?" Tanyaku bingung.

"Selalu berusaha nerima gue. Gue tau lo ga bodoh untuk tau tujuan gue ngajak lo kesana-kesini."

Aku terdiam.

Arvie mengacak-ngacak rambutku.

"Yuk duduk disitu." Arvie menarik tanganku mengarah kearah salah satu bangku taman.

Suasana canggung mengitari kami setelah ungkapan Arvie yang membuatku menyadari satu hal. Benar. Benar jika aku mengetahui tujuan Arvie. Benar pula jika aku tanpa penolakan selalu meng-iya-kan permintaannya.

"Lo kenapa bilang ke Jio?? Biasanya juga engga kan? "

"Hmm... Gapapa." Jawabnya.

Hening. Aku tidak tau harus mencari topik pembicaraan dari mana lagi.

Hmm.. Oke. Mungkin bicarain hal ini pilihan yang tepat.

"Pemandangannya bagus banget. Gue yakin kalo malem-malem diatas sini bakalan lebih bagus lagi. Ngeliat lampu-lampu jalan, terus lampu gedung,  lampu kendaraan. Tapi serem juga sih, taman ini pasti minim lampu kalo malem, Ya kan Vie?" Aku menoleh meminta pendapat Arvie.

Aku menarik nafas mengeluhkan tatapan dalam Arvie padaku saat ini. Tolong hentikan. Ini membuatku canggung, ku harap dia sadar akan hal itu.

Aku segera mengalihkan pandanganku, menatap langit biru mulai bercampur warna jingga.

"Udah sore gue rasa ki--"

"Gue suka sama lo."

❤️

Byeee. Sampai disini. Tunggu part selanjutnya ya💞 Vote & Commentnya ku harapkan...

SERUPA RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang