Keluh Reynan menahan sakit.
"Kekilir ya?" Tanyaku memastikan.
"Ya iyalah, lo ga liat gue kesandung apa? Terus jatuh nya kaya apa tadi?"
"Ya gue juga mana tau kalo ada batu gede di situ." Jawabku masih tak mau disalahkan.
Mungkin Reynan akan mengira aku benar tak mempedulikannya namun aku benar-benar merasa bersalah. Aku bersyukur hanya terkilir, benar ujarnya tadi, bagaimana jika depannya Jurang? Apa yang akan ku lakukan?
Aku dan Reynan masih terus mencari kayu bakar. Dari belakang aku bisa melihat Reynan yang menahan sakit di kaki kanannya.
"Nah ini kayu bakar. Lumayan lah buat semaleman. Bawain aja semuanya." Ujar Reynan memunguti ranting pohon juga potongan potongan kayu yang sudah mengering sisa dari penebang pohon.
"Segini cukup?" Tanyaku menunjukan setumpukan kayu ditanganku yang dibalas dengan anggukan oleh Reynan.
"Hati-hati banyak akar pohon. Kalo lo jatoh gue yang ribet." Peringat Reynan.
Aku mengiyakan menanggapi ucapan Reynan, aku tak sanggup lagi untuk bercanda atau berdebat dengannya. Kayu yang berada di tanganku saat ini mulai terasa berat, juga kakiku yang lelah melangkah.
"Rey?"
"Hm?"
"Capek masa." Keluhku. Aku mulai kesulitan bernafas juga tenagaku yang kekuras habis membuat langkahku semakin pelan.
"Yaudah istirahat dulu disini." Reynan meletakan tumpukan kayu di atas tanah begitupun aku yang mengikuti sarannya.
"Udah lama gue ga kerja keras kaya gini." Jujurku.
"Hahhh... Lo ga capek apa Rey?" tanyaku melirik Reynan.
"Menurut lo gue bawa kayu, jalan kaki pincang pincang ga bakal capek?"
Aku terkekeh, "Bakal capek sih."
Aku melirik ke arah Reynan lagi. Mataku mendapati sesuatu yang mengganjal di sikunya. "Siku lo berdarah."
Aku segera meraih tangan Reynan memperhatikannya dengan seksama, luka yang lumayan besar sehingga terlihat darah yang sedikit mengalir dari sikunya.
"Gapapa cuma luka kecil." Reynan mencoba melepaskan tangannya dariku. Namun ku rasa tenagaku lebih kuat saat ini.
"Telapak tangan lo juga. Gara-gara tadi jatoh ya?" Sierra menatap mata Reynan.
"Sorry banget ya Rey. Gara-gara gue. Beneran gue ga tau kalo gue mukul lo kekencengan. Kebiasaan banget sih ya gue?" Kini aku menunjukan rasa bersalahku pada Reynan.
"Ini luka pas mungutin kayu bakar tadi. Jangan kegeeran gara-gara lo deh, pingin banget bikin luka di tangan gue."
"Gue serius Rey."
"Gue juga serius."
"Lo pikir gue bakal percaya? Kalo yang di telapak tangan lo, oke lah kalo itu bukan gara-gara gue. Kalo di siku lo? Emang lo ngambil kayu pake siku?"
❤️
Aku meminta kotak P3K sesaat setelah aku sampai kembali ke lokasi perkemahan. Juga sebotol air minum untuk mengusir dahagaku.
"Minum Rey." Aku menyerahkan botol itu pada Reynan yang terduduk di atas rumput.
"Thanks."
"Udah di bersihin lukanya?" tanyaku yang dijawab anggukan oleh Reynan.
"Siniin."
"Gapapa ih. Udah di bersihin pake air tadi."
"Lo kira pake air bisa langsung ngilangin bakterinya? Infeksi! Gue tau lo ga pinter-pinter amat. Tapi setidaknya lo tau kalo ini ga cepet diobatin bakal jadi apa luka lo. "
Reynan menarik tangannya dariku, "Gapapa Jia. Ntar gue aja deh. Gampang."
"Lukanya kan gara-gara gue. Lagian susah kali lo makein obat di siku lo. Siniin tangan lo." Aku kembali menarik tangan Reynan.
"Diem aja udah! Lo mau gue terus ngerasa bersalah?" Reynan pasrah menatapku yang sama sekali bukan lawannya.
"Diem ya Rey. Awas lo jangan gerak gerak! Gausah banyak omong juga! Gue mau ngobatin nih."
Reynan terkekeh, "Lo cuma mau ngobatin Jia. Bukan mau operasi. Gausah lebay deh."
Hening. Reynan hanya diam, sesekali ia meringis merasakan perih karena obat merah yang ku teteskan di atas lukanya.
"Gue jadi inget waktu gue jatoh dari pohon." Ungkap Reynan.
"Gausah dibahas lagi. Gue malu."
"Kenapa mesti malu? Lo gatau aja ekspresi lo waktu itu. Hahaha lucu banget." Reynan tertawa geli, yang mengundang kekehan dariku. Namun bukan aku jika tidak melancarkan aksi balas dendam ku.
"Shhhh... Pelan-pelan kenapa sih? Sakit tau."
"Abisnya lo ngeselin. Ngeledekin gue mulu."
"Lo lucu serius deh. Kalo bisa gue rekam waktu itu mah gue rekam."
"Lo juga segala jatoh dari pohon hahaha..." Tawaku geli.
"Yeuuu.. Dia ketawa geli. Seneng nemu bahan ngeledekin gue??"
"Seneng lah. Emang lo doang yang bisa ngele---"
"Jia?"
Aku dan Reynan menoleh mendapati Jio dan juga Arvie berdiri empat langkah dariku, menatap aku dan Reynan dengan tajam.
Tawaku lenyap meruntuki diriku yang tak beruntung mungkin(?) aku bisa membayangkan hal apa yang akan terjadi setelah ini. Hal yang ku takutkan, bahkan sedari awal ketika mengetahui bahwa Reynan partnerku selama perjalanan ini.
❤️
Karena hari ini hari minggu.
Satu part untuk nemenin minggu kalian❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
SERUPA RASA
Teen FictionMemutuskan berpisah dengan Radit setelah dua tahun mengingatkanku fakta bahwa aku juga seorang perempuan, bohong jika aku mengatakan aku sendiri tidak terluka. Seolah semua ini akhirnya dirasakan oleh diriku sendiri tentang mereka yang mengakhiri...