"Kan lo yang ngebolehin gue dateng kapan aja." Aku terdiam mendengar jawaban Reynan. Iya juga ya? Aku melirik jam yang bertengger di dinding menunjukan pukul sembilan malam.
"Gue emang bilang lo boleh dateng kapan aja. Tapi inget waktu lah. Lo ga liat? ini udah jam sembilan malem." balasku.
"Ya terus kenapa? Lo aja pulang jam segini gapapa."
"Gabaik bertamu malem-malem."
"Bertamu malem-malem aja gabaik apalagi pulang malem-malem," balas Reynan membuatku semakin kesal.
"Mending lo pulang deh Rey dari pada bikin kesel mulu. "
"Gamau."
"Ini kan rumah gue. Lo kan punya rumah sendiri."
"Gue ga punya rumah. Itu rumah orang tua gue."
"Yaudah mau rumah siapa kek gue ga peduli. Mending lo pulang." ketusku.
Reynan memberhentikan langkahnya menghadapkan tubuhnya kearahku, "Tamu adalah raja Jia. Beraninya lo ngusir raja. Gue pecat lo jadi selir gue."
"Ga lucu." balasku datar. Bukan mengarah ke pintu Reynan justru melangkah mendekati tangga ke lantai dua.
"Yaudah kalo ga lucu abaikan aja. Gampang kan?"
"Lo tuh ya!"
"Kenapa gue kenapa??" tantang Reynan menghadapku.
"Ngeselin." Balasku menatap tajam.
"Gue ganteng. "
Ish. Aku mempercepat langkah kakiku meninggalkan Reynan yang tersenyum penuh kemenangan. Aku lelah beradu cakap dengan Reynan.
"Lo pergi sama siapa?"
"Gausah ngurus." Balasku.
"Gue cuma pingin tau."
"Gue gamau ngasih tau."
"Tinggal ngasih tau aja apa susahnya sih." Ucapnya mencibirku.
"Lah lo kok jadi sewot?" Balasku tak mau kalah.
"Gue ga sewot."
"Lo sewot. Kenapa lo permasalahin gue pergi siapa? Permasalahin gue pulang malem? Gue mau pulang malem kek, mau pergi sama siapa kek. Itu bukan urusan lo kan? Bang Jio aja ga permasalahin gue. Padahal dia abang gue." ungkapku marah. Entah dimanapun aku, jelas kekuranganku aku tidak bisa mengendalikan emosi dengan baik.
"Lo cewe."
"Ya terus kenapa kalo gue cewe? Lo kawathir? Terus lo mau jagain gue gitu?"
"Gue ga bakal bilang iya karena lo pasti ga akan nerima jawaban gue." jawab Reynan santai yang lalu melangkah ke arah lantai dua.
"Gausah sok ngurusin gue kalo emang lo gamau jagain gue." balasku yang lalu mendahuluinya naik ke lantai dua tepatnya melangkah ke kamarku.
Menarik dalam nafasku lalu menghembuskannya, mencoba menetralkan emosi yang sudah bergelut didalam diriku.
"Kenapa gue kok jadi emosi?"
Aku menidurkan tubuhku menatap langit-langit kamar. Memejamkan mataku yang kembali mengingat hal baik yang terjadi hari ini.
'Ya terus lo ga mau terikat sama gue?'
Mataku perlahan terbuka, menatap kosong terfokus pada pikiranku yang entah terbang kemana.
Kenapa aku mulai merasa sebuah ketertarikan? Ketertarikan yang menyeruak dalam diriku yang sulit untuk ku jelaskan.
'Ting'
Dari : Arvie
'Istirahat. Jangan sampe kesiangan besok :)'"Eh?" Aku membeku menatap pesan singkat yang baru saja ku terima.
Perlahan bibirku melengkungkan senyuman.
Senyuman?
Eh?
Kok?
Senyuman mewakili perasaan apa ini?
♥♥♥
Aku terdiam menatap lalu lalang kendaraan yang beradu kecepatan, mencoba saling mendahului satu dengan yang lain. Mengesampingkan keselamatan demi menuruti tuntutan untuk tepat waktu. Menumbuhkan rasa saing, menghilangkan rasa mengalah.
Didalam mobil ini hanya ada aku dan pak supir yang fokus mengendarai mobil, mencari cara agar aku tidak terlambat sampai ke sekolah.
"Den Jio tumben loh, biasanya selalu nunggu Non Jia." ucap pak supir memecahkan keheningan.
Aku tersenyum tipis, "Mungkin abang lagi pingin berangkat pagi pak."
Semacam menghibur diri? Ya mungkin. Aku juga tidak mengerti dengan Jio, aku baru tersadar tak bertemu dengannya sejak terakhir sewaktu sarapan, apa Jio masih marah?
~flashback on~
"Bang Jio belum bangun bi? Biar aku aja deh yang bangunin." ucapku antusias.
Baru dua langkah ku beranjak suara Bi Minah menghentikan tubuh ku,
"Den Jio udah berangkat dari tadi non."
"U--Udah berangkat bi? Kok?" tanyaku menuntut penjelasan.
Bi Minah menggeleng, "Bibi juga nda ngerti tuh non, tadi bibi juga kaget masih pagi tapi Den Jio udah rapih, terus langsung berangkat, malah ga sarapan."
"Berangkat sama siapa?"
"Itu sama tetangga, yang kemarin malem main kesini juga."
"Reynan?" tanyaku memastikan.
"Duhh iya kali ya, bibi nda tau namanya non, tapi berangkatnya pake motor sih tadi bibi liat." jawabnya yang membuatku semakin yakin kalau itu adalah Reynan.
"Bang Jio ga sarapan ya bi? Tolong siapin bekel ya bi, nanti biar aku bawa buat bang Jio."
~flashback off~
Dan disinilah aku, dijam istirahat pertama, berdiri di depan kelas Jio dengan sekotak bekal yang ku genggam erat, setelah aku yang datang terlambat sepuluh menit pagi tadi, membuatku tak sempat untuk memberikannya pada Jio.
Suara riuh obrolan dan canda serta tawa siswa siswi dari dalam ruang kelas semakin terdengar setelah kakiku mulai melangkah mendekati pintu.
Sedikit rasa canggung mulai ku rasakan, Hmm... Aku harus mencari seseorang yang bisa ku minta tolong panggilkan Jio.
"Jia?"
Aku menoleh mendapati Arvie yang berdiri diantara beberapa temannya, mata Arvie seolah mengisyaratkan temannya untuk masuk ke kelas lebih dulu.
"Nyari siapa?"
"Bang Jio. Boleh minta tolong panggilin ngga?"
"Jio?" tanyanya memastikan ulang,
aku mengangguk.
"Kok malah nyariin Jio?" tanyanya lagi, membuatku malah keheranan menatap ekspresi Arvie yang seolah meragukanku 'Yakin nyariin Jio?' ya semacam itu. Tapi tak salah bukan? Aku kan adiknya.
"Jio kan ga masuk sekolah."
♥♥♥
Jadi Jio kemana dong?
Ikutin terus kelanjutan ceritanya ya
Jangan lupa Vote dan Comment Okey^^
KAMU SEDANG MEMBACA
SERUPA RASA
Teen FictionMemutuskan berpisah dengan Radit setelah dua tahun mengingatkanku fakta bahwa aku juga seorang perempuan, bohong jika aku mengatakan aku sendiri tidak terluka. Seolah semua ini akhirnya dirasakan oleh diriku sendiri tentang mereka yang mengakhiri...