Disinilah aku, di tempat para siswa-siswi yang memanjakan perut mereka setelah lama berkutat dengan pembelajaran dikelas.
Mataku memandang Syeril, Arvie, Jio, dan Reynan secara bergantian, entah bagaimana ceritanya kini kami bisa duduk di meja yang sama.
"Jadi Jio kemarin lo kemana?" yang melontar pertanyaan memang bukan aku, namun aku lah yang antusias menunggu jawaban Jio.
"Izin sehari gapapalah." Jawab Jio menjawab pertanyaan Arvie.
Arvie melirikku lalu aku mengangguk mengerti, Jio tak ingin membahas perihal kemarin. Aku yang mendengar jawaban Jio pun melemas kecewa. Itu bukan jawaban yang kuinginkan.
"Ohh Jio lo ga masuk kemarin? Lah barengan sama ini anak satu. Reynan lo juga kenapa kemarin ga masuk?" pertanyaan Syeril lagi-lagi membuatku menaruh harapan.
Reynan mengangkat bahunya. "Kemana kek."
"Lo santai banget yaa, rasa sekolah punya bapak lo gitu, bisa bolos seenak jidat lo," balas Syeril.
"Ya lagi kenapa lo pingin tau urusan gue deh?" balas Reynan.
'Gue juga pingin tau karena ini bukan cuma urusan lo. Kalo lo kemarin bolos sendirian gue juga gabakal sepenasaran ini. Tapi lo bolos sama Jio.' batinku ingin berucap.
"Yakan gue cuma nanya deh. Plis. Gausah kegeeran," balas Syeril. "Lagian gue cuma nanya sebagai temen."
'Jawab apa susahnya sih. Gue pingin tau lo kemarin sama Jio kemana?' Batinku memberontak.
"Gue juga ga berharap lo nanya sebagai pacar gue."
"Lah? Kok jadi ngomongin pacar? Lo bukan tipe gue plis."
"Gue juga ga mau sama lo," jawab Reynan santai namun membuat Syeril seketika terdiam.
Aku menggelengkan kepalaku, aku butuh kepastian perihal praduga-praduga tidak berkesudahan ini.
Mataku mendapati Jio sibuk sendiri dengan santapannya yang sudah hampir habis, sesekali ia bergurau dengan Arvie yang duduk di sebelahnya.
Kondisi Jio membaik. Walau aku belum berkomunikasi sama sekali dengan Jio, namun aku sempat memastikannya dengan Bi Minah pagi tadi.
Dan seperti perkataanku. Aku tidak akan bertanya langasung padanya tentang apapun yang terjadi kemarin. Asalkan Jio sembuh. Itu saja.
Tapi, berbeda kemarin lain lagi hari ini, aku mulai penasaran lagi. Serius. Satu-satunya yang bisa kuintograsi saat ini adalah pria yang duduk di hadapanku, dengan wajah santai seolah tak terjadi apapun kemarin.
Aku yakin Jio bersamanya kemarin. Aku yakin hanya ada dua kemungkinan, ada sebuah masalah yang terjadi kemarin, atau Jio dibawa entah kemana oleh Reynan.
"Gue balik ke kelas duluan deh ya."
Aku terperanjat menatap Reynan yang langsung melenggang pergi.
"G-Gg-gue gue juga duluan ya... Udah kenyang."
Tanpa mendengar persetujuan aku langsung melangkahkan kakiku setengah berlari mengejar Reynan yang sudah hilang dari pandanganku.
Aku tau kemana ia akan pergi. Masih ada lima belas menit sebelum bel masuk kelas berbunyi, sangat tidak mungkin jika siswa semacam Reynan akan langsung kembali ke kelas mengingat sisa waktu yang masih cukup bahkan untuk tidur.
"Gue mau ngomong sama lo." tubuh Reynan merespon berlebih, ia gagal dari percobaannya yang ingin menaiki pohon.
"Lo tuh ya ngagetin tau ga?!"
"Lo kemana kemarin sama bang Jio?"
"Jio? Gue ga bareng Jio," ucapnya santai yang bersiap untuk naik lagi keatas pohon.
"Gausah bohong. Cukup jawab aja."
"Gue udah jawab. Gue ga bareng dia."
"Gue ga terima jawaban boong."
"Ini bukan gue yang bikin kesel ya. Lo yang mulai," ungkapnya mengingatkan perdebatan kami malam itu.
Aku memutar bola mataku, "Gue cuma mau jawaban jujur."
"Aneh. Gue jawab apa adanya di bilang boong. Jawaban jujur tuh kaya apa?"
"Iyakan lo kemarin sama Jio?"
"Jadi lo mau denger jawaban iya dari gue? Sampe gue jawab iya baru lo percaya gitu?"
Aku mengangguk. Karena aku yakin. Bi Minah saksinya jika kemarin Jio berangkat dan pulang dengan orang sama dan kendaraan yang juga sama. Dan aku seratus persen yakin itu adalah Reynan.
"Iyakan lo suka sama gue?"
Hah?!
"Gausah nyari topik lain. Gue gamau bercanda."
"Iya ga lo suka sama gue? Jawab dulu."
"Engga," ucapku tegas.
Reynan tersenyum miring menatapku dengan wajah menyebalkan seakan minta di pukul sampai biru-biru, "Jawab yang jujur."
"Eh?"
"Gue nunggu jawaban iya dari lo baru gue yakin kalo itu jujur."
Aku terdiam.
"Lo aja ga bisa jawab kan?" Reynan menatapku remeh.
"Jangan menyimpulkan hal bodoh yang ga sanggung lo percayain. Semua ga selalu ngikutin kesimpulan lo." lanjut Reynan yang kemudian mentidakacuhkanku dan mencoba memanjat pohon kesayangannya itu.
"Lo kira gue ga tau? Gue tau semuanya."
"Ga usah sok tau kalo itu cuma praduga lo." Balasnya yang hampir berhasil menaiki pohon tersebut.
Bisa diem ga sih dia?
Aku lagi serius.
Dia malah sibuk sendiri.
Sibuk naikin tuh pohon.
Berdiri diem jawab pertanyaan aku,
Emang ga bisa?
Jangan salahin aku sekarang.
Kalau aku benar kesal padanya.
'Srek'
"Awww..." aku mengaduh setelah tingkah cerobohku menarik tubuh Reynan yang membuat tubuhku membentur tanah dengan keras dan--- Yaampun. Aku mendapati tubuh Reynan terpental beberapa langkah dariku.
"Lo gapapa?"
❤❤❤
Apa praduga Jia sesuai dengan fakta?
Ikutin terus 'Serupa Rasa' yaa
Jangan lupa votment nyaww^^
KAMU SEDANG MEMBACA
SERUPA RASA
Teen FictionMemutuskan berpisah dengan Radit setelah dua tahun mengingatkanku fakta bahwa aku juga seorang perempuan, bohong jika aku mengatakan aku sendiri tidak terluka. Seolah semua ini akhirnya dirasakan oleh diriku sendiri tentang mereka yang mengakhiri...