3.

6.3K 435 11
                                        

Kania hanya mampu diam. Ia menggigit bibir bawahnya untuk menghilangkan kegugupannya. Dua kali. Dua kali Rania menempatkannya pada situasi yang sama. Menolak pria yang sudah membuatnya jatuh hati.

Selama delapan tahun Kania berusaha melupakan pria yang sudah merebut hatinya. Bertemu kembali dengan Rendi, membuat jantungnya berdetak cepat lagi. Berbanding terbalik dengan Rendi yang tampak tenang duduk di hadapannya.

"Apa kabarmu?" tanya Rendi.

"Aku baik. Kau sendiri?"

"Aku sehat. Silahkan dimakan."

Kania makan dengan enggan. Bahkan ia merasa sulit menelan karena merasakan tatapan Rendi menusuk dirinya. Ia meletakkan peralatan makannya dan meminum segelas orange juice.

"Sepertinya kau terkejut melihatku sampai tidak nafsu makan." Kania yang belum selesai menghabiskan minumannya, dibuat tersedak dan terbatuk batuk ketika mendengar kalimat Rendi.

Rendi dengan cepat berdiri ke belakang Kania dan menepuk pelan punggungnya. Ia menundukkan kepalanya dan berbisik di telinga kanan Kania, "Maaf, aku tidak bermaksud mengejutkanmu."

Kania merasa geli ketika hembusan nafas Rendi menggelitik daun telinganya. Rendi tersenyum geli melihat semburat merah di wajah wanita itu.

"Kau tahu alasan kenapa kau datang kesini?" tanya Rendi.

"Perjodohan bukan?"

"Iya. Aku ingin melanjutkan perjodohan ini ke jenjang pernikahan."

"Aku keberatan." Kania menarik nafas dalam. "Aku menolak perjodohan ini."

"Kenapa kau bicara tanpa menatapku? Aku paling tidak suka jika lawan bicaraku bicara tanpa menatap wajahku."

Kania menunduk malu karena kebiasaannya yang selalu bicara tanpa menatap lawan bicaranya setiap merasa tidak nyaman.

Kania menghembuskan nafas dan mengulangi kalimatnya lagi namun kali ini ia menatap mata Rendi.

"Mata yang sangat indah. Inilah yang membuatku jatuh cinta padamu." puji Rendi.

Kania berusaha mengabaikan rayuan Rendi. "Kumohon, batalkan pertunangan ini. Aku...aku sudah memiliki kekasih."

"Aku gak peduli." ucap Rendi sambil mengangkat bahu.

"Aku hanya menganggapmu sebagai teman."

"Cinta bisa tumbuh karena terbiasa." ucap Rendi santai.

Kania kehabisan kata kata. Ia bukanlah tipe orang yang suka berdebat jadi ia memutuskan untuk tidak berdebat lagi dan memilih untuk mendiamkan pria itu. Ia duduk sambil melipat tangannya di dada dan   tersenyum kecut.

Rendi melengkungkan alisnya dan menunggu reaksi Kania selanjutnya. Ia tersenyum tipis ketika menyadari bahwa Kania sedang melakukan aksi tutup mulut. Rendi menopangkan dagunya di atas punggung tanganya sambil menatap intens Kania. Satu hal yang ketahu dari Kania, wanita itu tidak tahan ditatap intens.

"Aku ingin pulang." ucap Kania sepuluh menit kemudian.

Rendi tersenyum seolah menertawakan kekalahan Kania dalam permainannya sendiri.

Rendi menawarkan tumpangan pulang tapi Kania menolaknya. Akhirnya Rendi hanya bisa mengantar Kania sampai ke mobilnya saja. Ketika Kania hendak membuka pintu mobilnya, ia mendengar suara benturan keras yang disusul suara decitan rem dan teriakan seorang wanita. Kania segera membatalkan niatnya masuk ke dalam mobil dan menekan tombol kunci mobil. Ia berlari ke sumber teriakan tadi. Rendi mengikutinya dari belakang.

500 meter dari tempat  mereka berdiri rupanya telah terjadi tabrak lari dimana seorang wanita sedang menangisi pasangannya yang tidak sadarkan diri. Darah mulai keluar dari pelipis pria tersebut.

KANIA'S LOVER (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang