"Untuk apa kau menemuinya?" tanya Rendi ketus dengan wajah datarnya.
"Aku hutang permintaan maaf karena telah meninggalkannya."
Tadi siang dengan keberanian yang kupunya, aku menelpon Alan dan memintanya bertemu besok siang di sebuah restoran. Dan sekarang aku meminta ijin pada Rendi untuk menemui Alan.
"Tidak usah." ucap Rendi sambil duduk di sofa dengan wajah tertekuk.
Suamiku pria yang romantis dan lembut namun dapat berubah menjadi kaku dan dingin jika berhubungan dengan teman priaku dan kesehatanku. Aku duduk di sampingnya dan memeluknya. Ini pertama kalinya kami bersitegang setelah seminggu menikah.
"Setidaknya dengan meminta maaf bisa mengurangi rasa bersalahku."
"Bagaimana jika ia macam macam padamu?"
"Bukannya aku membelanya tapi Alan bukan orang seperti itu. Lagipula aku sedang hamil anak pria yang kucintai, aku tidak akan berbuat macam macam."
Rendi diam tampak berpikir. Bibirnya sedikit manyun seperti seorang anak kecil yang merajuk minta dibelikan mainan.
"Baiklah, tapi aku ikut bersamamu." ucapnya final.
"Oke, tapi kalian jangan bertengkar ya."
"Aku gak janji."
"Ren.." Aku menggoyang goyangkan tangannya sebagai upayaku untuk merayunya. Inilah salah satu perubahanku setelah menjadi istrinya, menjadi wanita yang manja.
"Iya, aku janji tidak akan berkelahi dengannya." ucapnya mengalah.
Keesokan siangnya aku menemui Alan bersama Rendi. Suasana menjadi canggung dan kaku. Rendi mengeluarkan aura permusuhan, berbeda sekali dengan Alan yang tampak tenang.
"Tidak apa apa, itu tandanya kita tidak berjodoh." ucap Alan setelah aku meminta maaf.
"Baguslah, jika kau mengerti." ucap Rendi.
Aku menyenggol bahu kanan Rendi mengingatkannya untuk menjaga sikap.
"Jadi, apakah kau masih bekerja di rumah sakit?" tanya Alan.
"Kenapa kau bertanya seperti itu? Apa kau berharap dapat menemui Kania dengan bebas?"
"Ren." tegurku.
"Setauku Kania sangat mencintai pekerjaannya. Kurasa ini pertanyaan yang wajar ditanyakan oleh teman sejawatnya. "
"Kau masih mau berteman denganku?" tanyaku antusias.
"Tentu saja."
"Terima kasih." ucapku sambil tersenyum.
"Apa kau butuh dicarikan wanita pengganti Kania? Aku khwatir kau tidak sanggup mencari wanita atau yang lebih parahnya lagi, jika kau tiba tiba berubah haluan, menyukai sesama jenis." celetuk Rendi.
"Ren." tegurku sambil memukul bahu kanannya.
"Kau salah, begini begini, aku idola banyak wanita. Jadi kau tidak usah takut aku kekurangan stok wanita."
Aku tersenyum menahan tawa. Alan adalah pria yang pintar mengatur emosi di segala situasi apapun.
Kami mulai makan setelah pesanan kami diantar. Aku merasa sepertinya Rendi sengaja menunjukkan kemesraan kami dengan menyuapiku makanan.
Tiba tiba hp Alan berbunyi dan tidak lama setelah itu ia pamit karena ada pasien gawat darurat.
"Aku tahu kau sengaja menyuapiku untuk membuatnya kesal."
"Aku hanya ingin menunjukkan kepemilikanku." balasnya sambil mengedikkan bahu.
Aku menggeleng melihat responnya. Rendi lagi lagi bersikap posesif.
KAMU SEDANG MEMBACA
KANIA'S LOVER (Complete)
Romance"Kenapa kau memaksaku?" tanya Kania gugup. "Sejak dulu aku mencintaimu. Apakah ada alasan lagi selain itu?" tanya Rendi balik. Detik berikutnya Rendi mencium bibir Kania dengan lembut. Ia melumatnya. Kania hanya diam karena terlalu terkejut. Ini a...