Kania membereskan tumpukan kertas di mejanya. Sudah hampir 10 menit hp yang ia letakkan di meja, tidak berhenti bergetar. Hpnya sengaja diseting mode silent karena ia paling malas diganggu jika sedang sibuk.
Kania tersenyum ketika kertas kertas itu sudah selesai ia rapihkan di folder. Ia kemudian mengambil hpnya dan menggeser tombol hijau.
"Aku uda hubungi kamu dari tadi. Sekarang kamu dimana?" tanya Rania di ujung sana.
"Bukankah sudah kukatakan, aku mau membereskan file file pasienku dulu."
"Lalu, kau uda selesai?"
"Sudah."
"Good, temui aku di tempat biasa. Sekarang!" Rania mematikan sambungan sebelum Kania sempat bicara.
Kania menghela nafas. Mau tidak mau ia harus menuruti Rania karena adiknya itu orang yang keras kepala dan sulit dibantah. Ia tidak akan berhenti mengganggunya sampai Kania mau menemuinya di cafe langganan mereka.
Kania mengambil tasnya dan keluar dari ruangan. Tidak lupa ia menguncinya terlebih dahulu.
Sepanjang jalan menuju parkiran mobil, ia menyapa para dokter ataw perawat yang kebetulan berpapasan dengannya di koridor rumah sakit.
Ya, Kania adalah seorang dokter anak di sebuah rumah sakit swasta. Sifatnya yang sabar dan lemah lembut menjadikannya dokter idola di kalangan pasien dan para dokter. Belum lagi wajah oval yang oriental, rambutnya yang panjang, hitam dan bergelombang dan juga kulitnya yang putih mampu membuat siapapun jatuh cinta pada pandangan pertama.
Namun Kania tidak pernah sombong dengan segala hal yang ia miliki. Ia tetap rendah diri dan ramah pada siapapun.
Kania segera menyalakan mesin dan melajukan mobilnya membelah jalanan Jakarta, yang untungnya, tidak begitu macet. Setengah jam kemudian ia sampai di tempat tujuan.
Setelah mematikan mesin, ia masuk ke dalam cafe dan mencari sosok Rania di penjuru ruangan.
Rania melambaikan tangannya. Ia duduk di sudut ruangan, tempat favoritnya. Kania berjalan mendekatinya dan tersenyum.
Sepasang muda mudi yang duduk di sebelah meja mereka terus memperhatikan mereka. Mengagumi kecantikan si anak kembar yang saat ini sedang duduk berhadapan.
Kania dan Rania. Dua kakak beradik kembar identik. Dengan Kania yang lahir 10 menit lebih dulu. Jika saja rambut Rania tidak dismoothing dan dicat hitam kebiruan mungkin mereka benar benar seperti pinang dibelah dua.
Selain rambut, penampilan mereka juga berbeda. Kania lebh suka memakai kemeja dan rok sedangkan Rania lebih suka dress dan celana panjang. Dari sifat, mereka juga berbeda. Kania lebih dewasa, sabar dan lembut sedangkan Rania lebih manja, egois dan keras kepala.
Rania menyuruh Kania untuk memesan makanan terlebih dahulu, setelah itu mereka terlibat percakapan seputar pekerjaan dan keluarga.
Setelah Kania selesai makan, Rania mengatakan tujuannya meminta Kania datang kesini. Rania memintanya untuk bertukar tempat.
Orang tua mereka menjodohkan Rania dengan salah satu anak sahabat papanya. Rania sudah sering dijodohkan, alasannya karena Rania sering sekali pulang malam dan berganti pacar. Mereka beranggapan, jika Rania mempunyai tunangan, maka ia bisa berubah ataw setidaknya menekan kebiasaannya bersenang senang di club malam.
Ini bukan pertama kalinya ia dijodohkan. Dan selama ini Rania selalu menolak dan tidak pernah datang dalam acara perkenalan yang telah diatur orang tuanya. Namun kali ini dengan ancaman papanya akan mencabut semua fasilitasnya, Rania terpaksa memikirkan cara untuk menolak perjodohan ini, yaitu dengan cara meminta Kania datang di tempat yang telah ditentukan dan berkenalan dengan calon tunangannya.
Rania tahu Kania adalah orang yang kaku jika berhubungan dengan pria, maka jika calon tunangannya itu berkenalan dengan Kania yang berpura pura menjadi dirinya, pria itu pasti akan bosan dan membatalkan perjodongan dengan sendirinya.
"Ayolah bantu aku. Aku tidak mau bertemu pria itu." Ucap Rania sambil menangkupkan tangannya.
"Bagaimana jika ketahuan? Ia pasti akan curiga." balas Kania.
"Ia tidak akan tahu. Kau kan sudah pernah berpura pura jadi aku."
"Tapi itu dulu Ran, waktu kita masih SMA."
"Sama aja. Gak ada bedanya. Kau mau kan?"
"Tapi..."
"Fix ya. Kamu harus bantu aku." Rania bertepuk tangan gembira sementara Kania menghela nafas.
**
"Sempurna." puji Rania setelah Kania selesai didandani di sebuah salon langganannya. Sejam sebelum waktu yang telah ditentukan, Rania menyeretnya ke salon dan mengubah penampilan Kania seperti dirinya.
Kania melihat tampilan dirinya di cermin. Dengan dress selutut warna krem motif bunga, ia terlihat 100% sama seperti Rania.
"Aku harus pergi, jangan lupa datang ke restorannya tepat waktu. Ah kalo kau telat malah lebih baik, ia akan semakin tidak menyukaimu. Eh maksudku, dia tidak menyukaiku."
"Tunggu, siapa pria itu?"
"Aku gak tahu dan gak perduli juga. Yang kutahu dia seorang pengusaha."
Rania melirik jam tangannya. "Aku harus pergi. Ingat, bikin dia ilfil padamu." Rania mengecup pipi Kania dan berjalan cepat keluar dari salon.Kania menghela nafas dan keluar dari salon. Ia melajukan mobilnya ke tempat yang telah ditentukan.
Sebuah restoran di hotel berbintang 5 dengan arsitektur yunani menyambutnya kala ia menapakkan kaki di depan pintu restoran. Setelah menyebutkan nama Rania, seorang recepsionis mengantarkannya ke sebuah ruangan vip yang tampaknya sengaja dipesan oleh calon tunangan Rania.
Kania sedikit merasa gugup ketika masuk ke dalam ruangan dan mendapati seorang pria sedang memunggunginya. Tampaknya pria itu tengah asik memandangi pemandangan kota Jakarta dari lantai 10.
Ia berdehem untuk menyadarkan pria itu akan kehadirannya. Pria itu berbalik dan seketika dunia Kania runtuh. Nafasnya tercekat kala melihat wajah pria itu.
"Selamat malam." ucap pria itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
KANIA'S LOVER (Complete)
Roman d'amour"Kenapa kau memaksaku?" tanya Kania gugup. "Sejak dulu aku mencintaimu. Apakah ada alasan lagi selain itu?" tanya Rendi balik. Detik berikutnya Rendi mencium bibir Kania dengan lembut. Ia melumatnya. Kania hanya diam karena terlalu terkejut. Ini a...