26

6.1K 320 10
                                    

Aku mengenali suara orang orang yang berbicara di sekelilingku. Keluargaku, Alan, ketiga sahabatku dan priaku, mereka bersedih melihat kondisiku, terutama Rendi. Ia mengucapkan kalimat permohonan maaf dan kata kata cinta dengan suara lirih.

"Please wake up, please come back to me." pintanya.

Aku tidak dapat meresponnya, baik bicara ataupun bergerak untuk menghapus air matanya. Iya, dia menangis. Aku bisa tahu karena air matanya basah mengenai punggung tanganku.

Ya tuhan, sampai kapan aku terkurung dalam keadaan begini?

Aku ingin sekali memeluknya dan mengatakan bahwa aku juga mencintainya.

Sehari, dua hari. Aku tidak tahu harus terkurung berapa lama lagi sampai akhirnya aku berhasil membuka mata dan menggerakan jari. Mataku silau karena cahaya lampu yang menusuk retinaku. Sebuah masker oksigen menutupi lubang hidungku dan bunyi monitor jantung memenuhi ruangan.

"Dia sadar, ya tuhan dia sadar!" Suara Rania terdengar panik di sisi kananku.

Sayup sayup kudengar derap langkah kaki memasuki ruangan. Seorang dokter pria mengarahkan senter ke bola mataku dan memintaku untuk mengikuti gerakan arah sinarnya. Ia mengajakku berbicara namun aku tidak dapat mengeluarkan suaraku. Rania tampak panik ketika kelopak mataku perlahan menutup kembali. Untuk kedua kalinya aku tenggelam dalam kegelapan.

Rasanya aku berjalan tak tentu arah di dalam sebuah ruangan yang gelap dalam waktu yang lama. Aku tidak merasa lelah sedikitpun tapi aku merasa stres karena tidak kunjung menemukan jalan keluar. Sampai akhirnya sebuah sinar muncul dan kakiku tergerak untuk mendekatinya.

Aku membuka mataku perlahan. Dinding langit ruangan berwarna putih dan bau antiseptik langsung membuatku dapat menebak bahwa saat ini aku berada di rumah sakit. Aku sudah tidak memakai masker dan alat monitor jantung seperti kemarin lagi. Aku menggerakkan kepala ke kiri dan melihat mama tersenyum dengan air mata yang mulai turun membasahi wajahnya.

"Akhirnya kau sadar Nia." ucap mama yang terdengar lega.

"A...ir, mi...num." pintaku dengan suara parau.

Mama menaikkan posisi ranjangku dan menyodorkan botol air mineral beserta sedotan. Aku langsung menghabiskan setengah botol air.

"Apa yang terjadi ma?"

Mama menggenggam tanganku dan mulai bercerita.

Aku dibawa ke rumah sakit dalam kondisi pembukaan delapan dan langsung dimasukkan ke dalam ruang bersalin. Kondisi syok membuat kontraksiku lebih cepat dua minggu dari HPL. Sejam kemudian aku melahirkan seorang bayi laki laki dan mengalami pendarahan sehingga koma selama seminggu.

"Bagaimana anakku ma? Apa ia sehat?"

"Ia sangat sehat. Beratnya 3.1 kg dan panjangnya 52 cm."

"Sekarang dia dimana ma?"

Mama tersenyum.

"Ada di rumah mama. Pulihkan dulu tenagamu, besok mama bawa jagoan kamu ke sini."

Tidak lama kemudian, seorang dokter datang memeriksa kondisiku. Aku diminta untuk mulai menggerakkan tangan dan kakiku agar tubuhku tidak kaku. Ia mengatakan bahwa kondisiku sudah stabil dan diperbolehkan pulang dua hari lagi.

"Kemana papa dan Rania?" tanyaku pada mama setelah dokter keluar dari kamarku.

"Lagi di rumah. Mereka jadi babysitter dadakan." ucap mama sambil tertawa.

Aku tersenyum geli membayangkan keduanya yang sedang berebutan tugas memasang pampers pada anakku.

Sembilan bulan, akhirnya aku berhasil melalui sembilan bulanku dengan baik.

KANIA'S LOVER (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang