25

5.3K 347 12
                                    

Tadinya saya mau jadikan chapter ini sebagai part penutup tapi dimasukin 1 klimaks lagi kayanya makin bagus.
So enjoy ya😘

##

Setelah menjenguk Rendi di rumah sakit, Rania mengajakku pulang ke rumah. Aku menginap di sana dan melepas rindu pada kedua orang tuaku. Kami menghabiskan waktu sampai tengah malam dengan membicarakan banyak hal termasuk pengalamanku selama di Yogya.

Bayangan Rendi yang tampak menyedihkan menghantuiku sisa malam itu. Aku menyesal telah meninggalkannya dan membuatnya menderita. Hati kecilku berkata, aku masih sangat mencintainya dan kami tidak boleh terpisah lagi.

Keesokan siangnya, aku minta pak Ujang mengantarku ke rumah Rendi. Bik Marsum menyambutku dengan senyum cerahnya.

Aku sangat terkejut melihat kondisi ruang tamu dan ruang keluarga yang sangat berantakan. Banyak sampah dan botol minuman berserakan. Udara di dalam rumah juga pengap, campuran bau minuman alkohol dan asap rokok.

Sejak sebulan yang lalu, Rendi tidak pernah pergi bekerja lagi dan menghabiskan waktu dengan mabuk mabukan. Ketika sadar dari mabuknya, ia akan mengamuk dan melempar barang barang. Setelah lelah mengamuk, ia akan mabuk mabukkan lagi. Begitu seterusnya. Tidak ada yang bisa menasehatinya termasuk bik Marsum.

Kamar tidur kami juga tidak kalah berantakan. Sprei dan bantal ada dimana mana, pecahan cermin terhampar di lantai, baju baju kotor tercecer di lantai dan meja rias.

Bagaimana ia bisa hidup dengan kondisi seperti ini?

Ya tuhan, aku sudah mendorongnya ke titik paling rapuh.

"Bik, maaf. Bisa tolong bantu saya bereskan rumah ini?"

"Tapi tuan pernah marahin bibi waktu mau beresin rumah." ucap bik Marsum ragu.

"Bibi gak usah takut. Saya yang tanggung jawab."

Bik Marsum mengangguk dan mulai membereskan rumah. Aku membantunya dengan membuka kaca jendela agar udara segar masuk ke dalam rumah. Setelah itu, aku menulis pesan wattsapp pada Rania, Alan dan Jhon.

Untuk Alan, aku menuliskan pesan untuk minta dicarikan dokter saraf terbaik dan perawat pria yang nantinya akan membantuku merawat Rendi di rumah.

Untuk Rania, aku menuliskan pesan agar ia membantu Jhon menghandle perusahaan milik Rendi.

Dan untuk Jhon, aku meninggalkan pesan untuk membantuku mengeluarkan Rendi dari rumah sakit. Aku tidak ingin suamiku dirawat di rumah sakit jiwa. Aku juga memintanya untuk dicarikan satu orang asisten rumah tangga wanita.

Setengah jam kemudian, Rania menelponku. Ia menanyakan apa rencanaku selanjutnya. Aku menjawab bahwa aku akan merawat Rendi di rumah.

"Kau yakin dengan keputusanmu? Aku memintamu datang ke Jakarta untuk menjenguk Rendi bukan untuk merawatnya di rumah." tanya Rania.

"Aku yakin. Kenapa?"

"Nia, dia pernah memotong nadinya. Aku takut ia akan menyakitimu."

"Jangan khawatir. Aku sudah meminta Alan untuk mencarikan perawat pria yang akan membantuku."

"Tapi tetap saja membahayakan. Emosinya gak stabil."

"Kami akan tidur di kamar yang terpisah jika itu yang kau khawatirkan."

"Nia..."

"Aku akan baik baik saja. Percayalah padaku."

Terdengar helaan nafas Rania di ujung sambungan.

"Baiklah, terserah kau saja."

"Aku tutup teleponnya dulu ya. Akhir minggu ini datanglah bersama Alan. Kita makan siang bersama."

KANIA'S LOVER (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang