Silau sinar matahari terasa menusuk kelopak mataku. Aku mengedip beberapa kali dan menyesuaikan cahaya yang masuk ke netra mataku. Ketika kelopak mataku terbuka sempurna, sekelebat bayangan tadi malam melintas di kepalaku.
Bagaimana aku meneriakkan namanya ketika mencapai klimaks, aku yang merasakan kenikmatan ketika jemarinya bermain di pusat sensitifku dan permohonanku agar kami mengulangi kegiatan gila itu berkali kali.
Aku perlahan memindahkan tangannya yang memeluk perutku dari belakang. Ia bergerak sedikit setelah aku berhasil duduk. Aku membenci diriku sendiri yang begitu bodohnya masuk dalam jebakan pria brengsek yang sialnya masih kucintai hingga detik ini.
Kotor dan jijik adalah penilaian terhadap diriku sendiri. Aku harus membersihkan sisa percintaan kami dari tubuhku. Badanku terasa remuk dan lemas ketika aku berdiri dari ranjang.
Aku segera menarik selimut untuk menutupi tubuhku yang polos. Dengan susah payah, aku berhasil masuk ke dalam kamar mandi dengan langkah tertatih menahan perih di selangkanganku.
Setelah mengunci pintu kamar mandi, aku melihat tampilan di cermin wastafel. Area leher sampai tubuh sekitar dada dipenuhi oleh bekas ciumannya yang kini mulai berwarna merah pekat.
Aku menyalakan shower dan menggosok seluruh tubuhku dengan sabun cair berharap tindakanku itu dapat menghapus jejak yang ia tinggalkan di tubuhku.
Air mataku mulai turun dan bercampur dengan air shower. Suara tangisku teredam oleh suara air yang mengguyur kepalaku dengan derasnya. Bayangan wajah keluargaku silih berganti muncul seolah mengingatkanku tentang besarnya dosa dan kesalahan yang kuperbuat semalam.
Setelah membersihkan diri, aku memakai bathrobe dan duduk di closet memikirkan banyak hal.
Apa yang harus kulakukan selanjutnya?
Apakah aku harus melupakan kejadian semalam?
Apakah aku harus menuntut pertanggungjawabannya?
Tidak, itu akan menghancurkan pernikahan impian Rania dan kedua orang tuaku.
Aku mengacak rambutku frustasi dan mengambil keputusan. Aku harus pergi dari sini dan melupakannya. Jangan lagi terlibat dengan pria brengsek itu.
Aku bangun dan membuka pintu kamar mandi. Kamar kosong, ia sudah pergi. Entah kenapa aku merasa seperti jalang yang sudah ditiduri dan ditinggalkan setelah ia puas dengan tubuhku.
Aku baru menyadari kondisi kamar yang menjadi saksi bisu kegiatan kami semalam. Sprei kusut, dua bantal tergeletak di lantai, dan noda merah di sprei yang membuktikan robeknya selaput dara yang selama ini kujaga. Mungkin jika aku melakukannya dengan suami sahku, aku akan menjadi wanita yang paling bahagia.
Aku memungut pakaianku yang tercecer di lantai dan memakainya dengan cepat. Setelah selesai, aku menyanggul rambut dengan asal dan keluar dari kamar. Aku berjalan cepat menuruni anak tangga dan terkejut melihatnya duduk santai di sofa sambil melipat kaki kanannya di atas lutut kirinya. Ia memakai kaosnya yang semalam dan rambutnya sedikit basah. Sepertinya ia sudah mencuci wajahnya sehingga terlihat lebih seksi.
Tunggu, apakah aku baru saja mengatakan dia seksi?
Aku harus menghilangkan kekagumanku. Dia pria paling brengsek dan terlicik yang seharusnya kubenci.
"Mau kemana Nia?"
"Pulang. Aku gak mau berurusan denganmu lagi!"
"Kau harus sarapan dulu denganku ataw aku akan memaksamu mengulangi kegiatan semalam dan kali ini akan kita lakukan dengan kau dalam keadaan sadar."
Aku mengepalkan tanganku menahan amarah. "Kita tidak ada urusan lagi. Lupakan kejadian semalam dan jangan pernah dekati aku lagi untuk selamanya."
Tatapan matanya tiba tiba berubah menjadi dingin. Ia berdiri dari duduknya dan berjalan mendekatiku dengan langkah seperti seorang predator yang akan memangsa korbannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KANIA'S LOVER (Complete)
Romance"Kenapa kau memaksaku?" tanya Kania gugup. "Sejak dulu aku mencintaimu. Apakah ada alasan lagi selain itu?" tanya Rendi balik. Detik berikutnya Rendi mencium bibir Kania dengan lembut. Ia melumatnya. Kania hanya diam karena terlalu terkejut. Ini a...