Hari ini adalah hari ketiga papa dirawat. Rania atau orang suruhannya selalu mengusirku setiap kali aku berusaha masuk ke dalam kamar papa. Ia bahkan memblokir semua akses telekomunikasiku sehingga aku tidak bisa menghubungi kedua orang tuaku. Alhasil sampai sekarang aku belum tahu kondisi papa.
Aku mengumpulkan ketiga sahabatku di apartemen Riska dan menceritakan tentang drama di keluarga kami yang menyebabkan papa masuk rumah sakit.
Awalnya mereka marah padaku karena baru menceritakan hal ini pada mereka dan menyayangkan tindakan Rendi yang begitu gegabah menemui kedua orang tuaku. Tapi akhirnya mereka membantuku mencari jalan keluar agar dapat membantuku bertemu dengan papa dan mama.
"Bagaimana jika kalian kesana dan berpura pura menjadi dokter?" tunjuk Riska pada Via dan Marla.
"Kalian jarang ke rumah Kania, Rania dan orang suruhannya pasti tidak akan mengenali kalian." lanjutnya.
Keduanya saling menatap satu sama lain dan terlihat berpikir.
"Menurutmu ini ide bagus?" tanya Via pada Marla.
"Patut dicoba. Ayo." jawab Marla. Ia mengambil tasnya. "Kami pergi dulu. Nia, ada yang ingin kau sampaikan kepada orang tuamu?"
"Katakan saja aku sangat menyesal dan minta maaf. Aku tidak pernah menginginkan hal ini akan terjadi."
"Ok, akan kami sampaikan. Kami pergi dulu. Wish us luck." ucap Marla sebelum menutup pintu.
Dan sudah sejam yang terasa membosankan kami menunggu kabar mereka. Aku masih setia bersandar di bahu Riska, tidak perduli dengan keluhannya karena pegal di bahunya.
Hpku bergetar berkali kali di atas meja. Aku tidak mau mengangkat pangilan telepon darinya. Sejak kejadian itu, ia memaksaku tinggal bersamanya.
"Berada di sana hanya akan membuatmu stres, belum lagi Rania akan menyerangmu. Ia tidak akan segan untuk melukaimu. Apa kau lupa dengan kejadian di rumah sakit kemarin?"
"Kenapa kau gak angkat teleponnya?" tanya Riska membuyarkan lamunanku.
Aku memutar mata jengah. "Aku ingin menghindarinya. Semua masalah ini bersumber darinya."
Riska mendorong bahuku hingga aku duduk dengan tegak.
"Dia memang licik, menggunakan obat untuk membuatmu hamil. Tapi setelah kupikir ulang, dia pria yang jantan karena mau bertanggung jawab dan bersikukuh untuk menikahimu."
"Jadi kau membelanya?"
"Aku membela anakmu, bukan kalian. Tidak ada bayi yang bersalah, yang ada hanya bayi lahir karena cinta dan bayi yang lahir karena kesalahan. Semua bayi membutuhkan kasih sayang kedua orang tuanya. Jika kalian menikah, dia tidak akan kehilangan kasih sayang orang tuanya." Riska menunduk namun aku bisa merasakan kesedihan yang ia rasakan.
Riska berasal dari keluarga yang broken home. Orang tuanya bercerai ketika ia berumur 12 tahun. Mungkin ia mengatakan hal itu karena teringat dengan pengalaman hidupnya.
Aku memeluknya sekedar untuk mengungkapkan bahwa aku mengerti dengan perasaannya. Riska tersenyum tipis dan berusaha mendorongku.
"Kau tahu kan aku tidak selemah itu."
"Iya, diantara kami berempat. Kaulah yang paling kuat seperti batu karang."
Suara pintu dibuka merusak moment kami. Marla dan Via memandang aneh ke arah kami.
"Baru satu jam kami tinggalin, kalian berubah jadi lesbi?" sindir Via.
"Lesbi palamu. Ayo cepet ceritain. Apa kalian berhasil?" tanya Riska.
KAMU SEDANG MEMBACA
KANIA'S LOVER (Complete)
Romance"Kenapa kau memaksaku?" tanya Kania gugup. "Sejak dulu aku mencintaimu. Apakah ada alasan lagi selain itu?" tanya Rendi balik. Detik berikutnya Rendi mencium bibir Kania dengan lembut. Ia melumatnya. Kania hanya diam karena terlalu terkejut. Ini a...