Aku menatap nanar keluarga kecil di hadapanku. Sepasang suami istri menemani gadis kecil mereka yang sedang terbatuk batuk. Bukan kondisi gadis itu yang membuatku sedih tapi kedekatan mereka sebagai satu keluarga utuh yang membuatku iri.
Seandainya saja hubunganku dan Rendi diawali dengan baik tanpa ada dendam, mungkin saat ini kami masih menjadi keluarga yang bahagia.
Aku melempar senyum ketika ketiganya keluar dari ruanganku. Tadi adalah pasien terakhirku dan aku sudah bisa pulang sekarang. Aku merapihkan peralatanku dan melepas jas putihku.
Cahaya matahari yang mulai redup membuatku tertarik untuk berjalan menghampiri jendela dan mengagumi hamparan sawah di belakang klinik.
Sudah dua bulan aku menetap di Yogyakarta. Dua bulan lalu aku kabur dari rumah Rendi. Dengan berbekal uang yang ada, aku kabur ke villa di Anyer. Keluargaku memiliki vila di sana.
Aku meminta pengurus villa untuk merahasiakan keberadaanku di villa itu tapi sehari setelahnya Rania dan Alan berhasil menemukanku.
FLASHBACK ON
"Maaf, aku sudah menyakiti kalian." ucapku sambil menunduk.
Rania duduk di sebelahku sedangkan Alan duduk di seberang kami.
"Akulah yang salah. Akulah yang memulai semua." ucap Rania sambil mengelus punggung tanganku.
Aku mendongak. Rania terkejut melihat air mata membasahi pipiku.
"Seharusnya aku berpikir dengan logika dan tidak masuk dalam jebakannya. Aku pasti tidak akan menyakiti kalian."
"Semua sudah berlalu. Yang penting adalah masa depan." hibur Alan.
Aku menggeleng. "Aku tidak bisa menjalani hidup dengan rasa bersalahku terhadap kalian."
"Nia, jangan terus menyalahkan dirimu."
"Aku membuatmu patah hati." ucapku sambil memandang Rania dan menoleh ke arah Alan. "Aku memberimu harapan palsu. Aku orang yang jahat." Tangisku mulai kencang.
"Kau tidak jahat. Yang jahat adalah Rendi, dia mempermainkan kita. Nia, kumohon, jangan terus salahkan dirimu. Aku dan Alan memang pernah terpuruk tapi kami baik baik saja sekarang."
"Apa maksudmu dengan baik baik saja? Apa kalian mulai berhubungan?"
Rania terlihat bingung dengan pertanyaanku.
"Kami memang sedang menjalani hubungan." ucap Alan tiba tiba dan membuat kami menoleh ke arahnya.
"Benarkah?" tanyaku.
"Iya, baru pendekatan tapi kami berniat untuk melanjutkannya ke hubungan yang lebih serius."
Seketika rasa bahagia membuncah dari dalam dadaku. Aku bersorak girang, menghapus air mataku dan memeluk Rania yang hanya diam melihat reaksiku.
Setelah itu, kami mendiskusikan rencana pelarianku.
Aku tidak mau kembali pada Rendi dan akhirnya Alan memberiku solusi. Ia menyarankan agar aku tinggal di Yogyakarta bersama budenya. Kebetulan budenya tinggal sendiri dan sedang membutuhkan seorang dokter umum di kliniknya.
Tanpa pikir panjang aku menyanggupinya dengan antusias. Keesokan harinya aku pergi dengan bis agar tidak terlacak Rendi. Aku juga mengganti nomor hpku dan meminta Alan dan Rania untuk berhati hati setiap kali menghubungiku karena yang kutahu Rendi pintar sekali dalam memata matai orang.
FLASHBACK END
Dan disinilah aku berada, di sebuah klinik kecil di desa wisata Tanjung. Bude Ani seorang pensiunan dokter dari rumah sakit negeri. Bude Ani pensiun dini demi mengurus suaminya yang sedang sakit. Dua tahun lalu suami bude meninggal dan untuk mengisi waktu luangnya, bude mendirikan klinik di dekat rumahnya. Klinik impian suaminya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KANIA'S LOVER (Complete)
Romance"Kenapa kau memaksaku?" tanya Kania gugup. "Sejak dulu aku mencintaimu. Apakah ada alasan lagi selain itu?" tanya Rendi balik. Detik berikutnya Rendi mencium bibir Kania dengan lembut. Ia melumatnya. Kania hanya diam karena terlalu terkejut. Ini a...