15

5.7K 382 6
                                        

Aku mengagumi restoran yang saat ini kami datangi. Suasananya yang cozy dengan interior klasik membuatku nyaman sejak masuk ke dalamnya. Tumben sekali Alan mengajakku kesini, biasanya kami makan malam di cafe ataw restoran yang biasanya didatangi oleh kalangan remaja.

Alan menarikkan kursi untukku layaknya seorang gentlemen. Seorang pelayan mencatat pesanan kami dan kembali sepuluh menit kemudian dengan makanan yang kami pesan. Kami menikmati makan malam dengan mengobrol seperti biasa. Tidak ada yang berbeda dengan sebelumnya.

Alan menggengam telapak tangan kananku di atas meja ketika kami selesai makan. Gestur tubuhnya yang tadinya santai berubah menjadi tegak dan tegang. Tatapannya berubah menjadi serius.

"Aku ingin membawa hubungan kita ke arah yang lebih serius. Apakah kau keberatan?"

"Maksudmu?"

"Aku ingin melamarmu Ni."

"Ta... tapi kita belum lama berhubungan." ucapku gugup.

"Pacaran setelah menikah juga bisa."

Aku menggigit bibirku karena ragu.

Apakah ini jalan keluar terbaik?

Sepuluh hari setelah aku tidur dengannya, ia tidak pernah menggangguku lagi walau feelingku selalu mengatakan bahwa ia terus mengawasiku.

Selama itu ketiga sahabatku menjadi bodyguard sekaligus mak comblang. Menemaniku ketika sendirian dan mengompori Alan agar semakin agresif dalam mendekatiku.

Apakah ini salah satu ide mereka?

"Maaf, aku terlalu mendadak mengatakan hal ini."

"Bolehkah aku memikirkan hal ini dulu?"

"Take your time, Ni. I'll wait for you."
jawab Alan sambil tersenyum manis.

**

"Cieee yang abis pacaran." goda mama yang berdiri di sampingku.

Beberapa menit lalu Alan mengantarku pulang. Ia sempat mengobrol sebentar dengan kedua orang tuaku sebelum pamit pulang.

"Mama iri ya, kasih kode ke papa biar diajak makan malam." godaku.

Mama mencebik dan aku tertawa geli melihatnya. Aku memeluk pinggang mama sambil berjalan masuk ke dalam rumah.

"Kapan diresmiin Ni?" tanya Rania yang sedang duduk di ruang keluarga bersama papa.

Pertanyaanku mengingatkan  lamarannya di restoran tadi.

"Liat aja nanti." jawabku sambil tersenyum tipis.

"Paling enggak kasih jarak tiga bulan setelah lamaran ya. Kaya Rania tuh, pas banget waktunya. Persiapan uda hampir 80%.  Oh iya Ran, kok kartu undangannya belum dibuat?"

"Kata rendi, nanti mah dadakan aja. Biar surprise."

"Ya tapi jangan mepet. Kita kan gak tau kalo orang yang kita undang ada acara apa nggak pas kamu nikah nanti." keluh mama.

Mama duduk di samping papa sedangkan aku memilih untuk tetap berdiri dan melihat reaksi Rania. Gurat kesedihan tampak di wajahnya walau dengan cepat ia menutupinya.

Kami kembar identik dan memiliki insting yang kuat. Jika salah satu dari kami sedang ada masalah, yang lainnya dapat merasakannya.

"Iya ma. Nanti Rania push Rendi."

**

Aku melipat kedua tanganku di dada dan menatap jengah ketiga sahabatku yang sedang duduk di sofa. Keesokan hari setelah Alan melamarku, aku meminta mereka berkumpul di apartemen Riska. Dan setelah aku menyebutkan tentang lamaran itu mereka bergerak gelisah dan itu membenarkan teoriku bahwa merekalah dalang di balik semua ini.

KANIA'S LOVER (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang