Langit mulai gelap dan udara mulai dingin. Para peziarah satu persatu pergi meninggalkan tempat ini dan menyisakan kami berempat.
Via masih menangis meratapi makam neneknya. Tadi pagi ketika aku dan Rendi akan pergi untuk fitting gaun pernikahan, Riska mengabariku bahwa nenek Via meninggal karena sakit jantung. Via sangat dekat dengan neneknya itu dan pastinya kejadian ini membuatnya terpukul.
"Kumohon, ijinkan aku untuk menemani Via. Dia sahabatku yang sedang berduka dan aku ingin ada di sampingnya di saat seperti ini." pintaku ketika Rendi tetap memaksaku untuk pergi dengannya.
Rendi menghembuskan nafas lelah. "Baiklah, tapi John harus selalu bersamamu." ucapnya final.
Akhirnya aku ditemani Jhon pergi ke rumah Via dan ikut menemani sahabatku itu sampai prosesi pemakaman.
"Ni, bukankah itu Rendi." ujar Riska sambil menunjuk pria berjas hitam yang berjalan menjauhi kami. Pria itu memang Rendi dan sepertinya ia berjalan ke arah yang berlawanan dengan arah parkiran mobil.
"Iya, kau benar." Rasa penasaran mengenai arah kepergian Rendi, menguasaiku. Aku menoleh ke arah Via dan memeluknya sambil mengucapkan kalimat kalimat penghiburan. Aku juga pamit kepada kedua sahabatku yang lain dan pergi meninggalkan mereka.
"Untuk apa Rendi ke sini?" tanyaku pada John yang masih setia menungguku dengan jarak 200 meter.
"Tuan mengunjungi makam keluarganya."
Aku terdiam beberapa saat dan berkata. "Tolong bawa aku kesana."
John berjalan di depanku dan menunjukkan arah. Setelah melewati sebuah belokan, ia berhenti berjalan. Aku melihat Rendi sedang menunduk sambil memandangi sebuah nisan dari batu marmer hitam dan tulisan berwarna emas di atasnya.
Aku berjalan perlahan mendekatinya. Ia terlalu sibuk dengan pemikirannya sampai tidak menyadari kehadiranku di sebelahnya.
Ria Suwito
binti
SuwiryoLahir : 1-06-1970
Wafat : 1-03-2010Begitulah tulisan di makam tersebut.
"Aku turut berduka." cicitku.Rendi menoleh dan memandangku dengan tatapan sendu.
"Ini makam ibuku. Di sebelah kanannya adalah makam adikku. Ia meninggal dua bulan sebelum ibu."
Aku membaca nisan marmer hitam yang ditunjukkan Rendi.
Ana Marina
binti
Dian AnggaraLahir : 13-05-1992
Wafat : 2-01-2010"Aku belum siap kehilangan mereka. Saat itu rasanya aku ingin ikut menyusul mereka. Mereka satu satunya yang kumiliki."
Dari sudut mataku, bisa kulihat matanya berkaca kaca. Rendi adalah pria yang posesif, otoriter dan tegas namun jika itu berhubungan dengan keluarga, ia bisa berubah menjadi melow.
Aku menangkup wajahnya. "Ada aku. Ada aku di sisimu." bisikku sambil mengelus pipinya.
Setetes air mata jatuh di punggung tanganku. Ia memelukku erat, punggungnya bergetar dan bajuku terasa basah.
"Aku sangat merindukan mereka." lirihnya.
Aku mengelus punggungnya dan menunggu sampai ia selesai menangis.
Ia melepas pelukannya lima menit kemudian. Matanya masih merah tapi tidak ada lagi air mata yang keluar dari matanya.
Aku berjalan menghampiri makam ibunya dan berlutut.
KAMU SEDANG MEMBACA
KANIA'S LOVER (Complete)
عاطفية"Kenapa kau memaksaku?" tanya Kania gugup. "Sejak dulu aku mencintaimu. Apakah ada alasan lagi selain itu?" tanya Rendi balik. Detik berikutnya Rendi mencium bibir Kania dengan lembut. Ia melumatnya. Kania hanya diam karena terlalu terkejut. Ini a...