9.1

5.4K 416 11
                                    

Kania's POV

Hachii

Srooot

Aku membersihkan sisa lendir di lubang hidungku. Fix, aku flu berat hari ini. Mata merah, demam, dan kepala pening. Seharusnya aku menuruti saran mama untuk beristirahat dan tidak usah bekerja saja hari ini.

Dua hari sejak acara pertunangan Rania, aku tidak bisa banyak beristirahat. Bayangan dirinya yang menciumku selalu muncul di malam hari, bahkan di saat aku sedang tidak melakukan apapun. Alhasil aku menyibukkan diri dan beginilah hasilnya.

Aku menyandarkan tubuhku pada meja. Astaga pening sekali kepala ini, rasanya seluruh isi ruangan kerjaku berputar putar. Terdengar suara pintu terbuka di belakangku. Aku tidak mau memaksakan diri untuk membalikkan badan untuk melihat siapa yang masuk ke ruangan. Semoga itu salah satu perawat yang datang memberi rekam medis.

Rasanya aku tidak kuat lagi berdiri. Tubuhku lemas dan mataku berkunang kunang.

"Tolong a.." Belum selesai ucapanku, tubuhku sudah limbung. Kenapa aku tidak merasa sakit ketika tubuhku menyentuh lantai? Sekelebat wajah Rendi ada di hadapanku sebelum kegelapan menguasaiku. Apakah aku sedang bermimpi?

**
Aku mencoba membuka kelopak mata yang terasa berat. Langit langit ruangan berwarna putih dan bau obat menyerbu indraku. Sebuah tabung oksigen, tiang infus, alat pacu jantung dan nakas yang khas membuatku yakin bahwa saat ini aku berada di ruang gawat darurat. Siapa yang membawaku kesini?

Aku menoleh ke kiri dan melihat celah dari tirai kain menutupi sekeling ranjangku. Tampak punggung seorang pria yang berbicara dengan seorang pria berjas putih. Sayup sayup kudengar pembicaraan mereka.

"Dokter Kania harus banyak istirahat. Saya akan meresepkan obat untuk ia minum selama 5 hari."

Suaranya seperti dokter Kevin yang biasanya bertugas di UGD.

"Apakah saya boleh membawanya pulang?

Suara ini, rasanya familiar bagiku.

"Boleh, jika dokter Kania sudah sanggup berjalan. Saya permisi dulu."

Terdengar suara langkah kaki menjauh. Tidak lama setelah itu seorang pria yang sangat tidak kuharapkan masuk melalui celah tirai.

"Kau sudah bangun?" tanyanya dengan senyumnya yang selalu kurindukan. Aku berusaha menanggapinya dengan dingin.

"Kau yang membawaku ke sini?"

"Iya, kau pingsan tadi."

"Terima kasih." Ia bergerak cepat membantuku yang berusaha untuk duduk. "Aku akan baik baik saja. Kau pulanglah."

"Kau sudah bisa bicara ketus, itu tandanya kau sudah sehat. Aku akan mengurus administrasi sebelum membawamu keluar dari sini." Ia langsung pergi sebelum aku bisa memprotes. Ya tuhan, beri aku kekuatan untuk menghadapinya.

**

Aku menggeliat di atas ranjang. Aku terkejut ketika menyadari dimana diriku sekarang. Kamar ini adalah kamar dimana aku pernah menginap waktu itu. Aku berada di penthousenya lagi sekarang.

Aku mencoba mengingat kejadian beberapa waktu sebelumnya. Rendi kembali menemuiku setelah mengurus administrasi. Ia memintaku untuk duduk di kursi roda dan ia mendorongnya sampai ke parkiran. Ia menggendongku masuk ke mobil sportnya. Kami saling diam selama perjalanan, aku bahkan tertidur karena efek obat yang sempat aku minun sebelum keluar dari rumah sakit. Kenapa ia tidak membawaku pulang ke rumah?

Suara pintu terbuka menarik perhatianku. Ia masuk sambil membawa sebuah mangkuk dan segelas air putih.

Senyumnya tidak pernah hilang dari wajahnya.

KANIA'S LOVER (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang