10.2

5.6K 389 8
                                    

Kania's POV

Siapapun yang melihat ekspresi wajahku saat ini pasti mengerti bahwa aku sedang kesal dan memilih untuk menjauh agar tidak terkena ledakan amarahku. Tapi dia malah duduk di hadapanku, bersikap tenang, seolah apa yang ia lakukan adalah benar.

Setelah membawaku ke bandara, ia memaksaku naik pesawat pribadinya. Ia bahkan merampas hpku ketika aku akan menjawab panggilan telepon dari Alan yang pastinya khawatir karena aku tidak kunjung kembali ke tempat dudukku.

"Kembalikan hpku dan turunkan aku dari pesawat ini! Kau tidak bisa memaksaku ikut denganmu! Bagaimana jika keluargaku tahu?!" pekikku.

"Tidak bisa Ni, hanya ini satu satunya cara agar kita bisa berduaan. Dan mengenai keluargamu, kau jangan khawatir. Aku akan mengabari mereka bahwa kau sedang ada seminar di luar kota. Ataw kau ingin aku berkata jujur pada mereka bahwa kita sedang liburan berdua?"

Wajahku sudah merah menahan amarah. Ia selalu tahu cara untuk mengancamku. "Kamu tunangan Rania. Aku minta maaf udah menipumu. Itu adalah kesalahanku. Kumohon jangan ganggu aku lagi!"

Ia berdiri dari duduknya dan mendekatiku dengan wajah datarnya. Aku beringsut hingga bersandar pada jendela. "I won't stay away from you because you have taken my attention." Ia mencium keningku dan kembali duduk di kursinya.

Aku membuang muka ke arah jendela. Dari ujung mataku, bisa kulihat ia tersenyum licik sambil mengutak atik hpku.

"Dari mana kau tahu pasword hpku?" tanyaku penasaran.

"Aku CEO perusahaan IT. Aku bisa melakukan apapun." jawabnya sombong.

Aku kembali membuang muka dan mengabaikannya. Aku tahu ia pasti sedang mengabarkan keluargaku seperti yang waktu itu ia lakukan ketika ia menculikku dari rumah sakit.

Aku memejamkan mata dan mencoba meredam emosiku. Tidak butuh lama bagiku untuk tenggelam ke dunia mimpi.

**

Penculikan biasanya dilakukan dengan menyekap korban di gudang yang gelap dan kotor, dimana si korban diikat di sebuah kursi dan lakban menutupi mulutnya.

Namun yang terjadi padaku justru sangat jauh berbeda. Saat ini aku berdiri di tepi pantai dan merasakan lembutnya hamparan pasir di bawah kakiku sambil menatap laut yang tidak berujung di depanku dan bermandikan cahaya matahari yang belum terik karena jam baru menunjukkan pukul 9 pagi.

Sudah setengah jam aku berusaha mencari cara untuk keluar dari pulau indah, yang ia klaim sebagai pulau pribadinya, tapi sejauh mata memandang aku hanya menemukan laut dan hutan.

Aku sempat menanyakan kepada salah satu asisten rumah tangga tentang bagaimana caranya bisa keluar dari sini dan jawabannya membuatku hanya bisa pasrah.

"Ini pulau terpencil. Untuk bisa keluar dari pulau ini, nona harus naik speedboat ke pulau Mentari dan naik pesawat yang stand bye di sana."

"Apakah kau bisa meminjamkan hpmu? Aku ingin menelpon keluargaku tapi semua telepon rumah di sini dikunci."

"Maaf, tuan melarang kami untuk meminjamkan hp kepada anda."

"Apakah di sekitar sini ada pemukiman penduduk?"

"Ada desa kecil di sisi timur pulau. Untuk mencapainya anda harus memutari pantai dengan menggunakan perahu ataw speed boat selama setengah jam dan jika anda jalan kaki, membutuhkan waktu seharian. Jalan pintas bisa melalui hutan di belakang villa. Tapi saya tidak sarankan nona melewati hutan karena masih banyak binatang buas yang tinggal di sana."

Sial, dia benar benar ingin memenjarakanku.

Akhirnya karena kesal, aku keluar dari vila dan berjalan ke arah pantai.
Karena terlalu fokus menatap laut, aku tidak menyadari ia sudah berdiri di sampingku dan menanyakan apakah aku menyukai pemandangan laut di depanku.

Aku mengabaikannya dan lebih memilih untuk diam. Mungkin dengan begitu ia akan merasa bosan dan melepaskanku lebih cepat dari rencananya.

"Mogok bicara?" tanyanya setelah tidak mendapat respon dariku.

Ia memegang kedua bahuku dan memaksaku untuk menghadap ke arahnya. Aku tidak mau menatap wajahnya.

"Kita lihat sampai kapan kau bisa terus diam."

Ia memegang daguku, melumat bibirku, dan memainkan lidahnya di dalam mulutku. Ciumannya terasa nikmat hingga membuatku terbuai dan lemas. Kakiku terasa seperti jelly dan tidak sanggup menahan bobot tubuhku. Untungnya tangan kanannya dengan sigap mendekapku dan tangan kirinya menahan tengkukku dan membuat ciuman kami semakin dalam.

Otak dan tubuhku kembali tidak sejalan. Otakku memberontak tapi tubuhku menyambut dan meminta lebih. Aku membalas ciumannya dengan sama aktifnya bahkan aku bisa mendengar suara desahan dari bibirku sendiri. Kami sama sama terengah ketika ia melepas ciumannya.

"God, you don't know how i miss you so much." erangnya.

Wajahku sudah memerah karena malu. Aku yang semalam meminta ia menjauhiku tapi aku sendiri bersikap layaknya seorang kekasih yang haus kasih sayang.

Rendi menempatkan tangan kirinya di belakang lututku dan tangan kanannya di belakang punggungku. Secara tiba tiba ia menggendongku ala bridal style. Aku refleks mengalungkan tanganku di lehernya karena takut terjatuh. Ia menggendongku masuk ke dalam vila.

"Kau mau membawaku ke mana?"

"Ranjangku." jawabnya santai.

Aku panik dan mengigit bahunya. Ia terkejut dan menurunkanku.

"Kau gila. Kau pikir aku pelacur yang bisa seenaknya kau bawa ke ranjang." omelku.

"Aku hanya ingin memancingmu agar aku dapat mendengar suaramu." ucapnya sambil mengelus bekas gigitanku.

"Menyebalkan." Aku menghentakkan kaki dan melangkah meninggalkannya. Ia tertawa dan suaranya masih terdengar ketika aku sampai di lantai dua.

Menyebalkaaaan.

**
Jika kami adalah sepasang kekasih yang normal, mungkin aku sudah menjadi wanita yang paling bahagia di dunia ini. Ia selalu memiliki cara romantis untuk membuatku terpesona.

Masak bersama yang diawali dengan ia memaksaku untuk membantunya membuat menu makan siang untuk kami berdua, berakhir dengan ia yang mencumbuku di meja dapur dan bau gosong makanan di oven.

Candle light dinner di gazebo dengan taburan bintang di atas kami dan taburan kelopak bunga mawar di sepanjang jalan setapak menuju gazebo, berhasil kami lalui tapi diakhiri lagi dengan adegan ciuman panas di sudut gazebo.

"...Mulai hari ini akan kubuat kau kecanduan dengan sentuhanku."

Ucapannya waktu itu benar benar sudah terjadi. Aku merasa nyaman ketika ia menggenggam tanganku sewaktu kami berjalan menyusuri pantai di sore hari dan menikmati pemandangan sunset.

Aku tidak lagi protes ketika berciuman dengannya dimanapun. Di koridor, di taman, di balkon bahkan di dapur ketika aku sedang sibuk membuat jus mangga.

Ia memerangkap tubuhku dari belakang. Meniup dan mencium area sensitif telingaku dan mengirimkan gelenyar kenikmatan yang membuatku mabuk. Ia memanfaatkan keadaanku dengan memutar tubuhku, menciumku dan mengangkat tubuhku ke atas meja dapur.

Dan seperti biasa, aku terbawa suasana dan berakhir bergelayut manja di dadanya dengan rona merah mewarnai wajahku.

"Tell me that you love me." pintanya.

Cinta. Kata terlarang yang seharusnya tidak pernah ada diantara kami.

"Aku tidak mencintaimu. Kau calon adik iparku dan aku tidak memiliki perasaan apapun padamu." bohongku.

Dengan tulunjuk kanannya, ia mengangkat daguku. "You're such a bad liar." tuduhnya sebelum ia kembali memagut bibirku dan membuatku terbuai lagi.

"You make me crazy, Ni. I do really love you." ucapnya ketika ia melepas ciumannya.

Owh my, what have i done. Aku sudah membuat orang yang kucintai, jatuh cinta padaku.

KANIA'S LOVER (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang