Chapter 11

1.4K 181 5
                                    

Setelah mengikuti serangkaian tes, Reyhan akhirnya bisa mendonorkan darahnya untuk Bunda tercintanya. Ia berakhir di ruangan ini sendirian.

Sehabis melakukan hal itu, tubuh Reyhan lemas seketika. Ia sampai dipakai infus, wajahnya pucat pasi.

Reyhan masih terjaga, ia melamun menatap keluar jendela. Perasaannya tenang, ia sudah melakukan apa yang harus seorang anak lakukan pada orang tuanya.

Kepala Reyhan pusing, tapi ia menghiraukan nya. Ia sibuk menikmati pemandangan dari luar jendela yang langsung mengarah ke sebuah taman.

Terlihat ada sebuah keluarga kecil yang sedang berkumpul di sana dengan salah satu anaknya memakai kursi roda.

Mereka tertawa bersama seolah tidak ada beban sama sekali. Keluarga itu harmonis dan terlihat bahagia meskipun dalam hatinya pasti hancur melihat keadaan sang anak.

Seorang gadis yang lebih muda dari Reyhan, kondisinya lumayan memprihatinkan.

"Kalau aku sakit, Bunda sama papa bakal kayak gitu gak ya?"

Reyhan tertawa miris, ia mengalihkan pandangannya. "Terlalu berharap sama manusia itu, menyakitkan."

Saat sibuk dengan pikirannya, Reyhan tak menyadari bahwa ada seseorang yang masuk ke dalam ruangannya.

"Gimana keadaan lo?"

Reyhan tersentak, ia melirik kearah sumber suara sambil mengelus dadanya. "Kak Theo! Kalau masuk itu permisi dulu!"

Theo, ya pemuda itu datang kesini. Menanyakan kabarnya? Itu tidak salah dengar bukan?

"Maaf, lagian ngapain ngelamun----"

----gimana keadaan lo? Udah mendingan?" Theo bertanya takut-takut. Ia duduk di kursi sebelah brankar.

"Gue baik-baik aja, mau pulang bentar lagi."

Mulut Theo ternganga, ia menatap Reyhan tak percaya. "Gak ada! Lo masih lemes gini! Nginep disini aja!"

Reyhan berdecak, ia mengalihkan arah pandangannya. Malas untuk adu mulut dengan sosok Theo. Ia pasti tak akan mengalah dan membiarkan Reyhan pergi.

Mau bagaimanapun, Reyhan akan tetap keluar. Ia masih harus bekerja malam ini, jangan sampai bolos lagi dan berakhir dipecat.

Dengan diamnya Reyhan, Theo menghela nafas berat. "Lo gak boleh kemana-mana. Disini aja, gak usah aneh-aneh!"

Tak ada jawaban dari Reyhan, ia menghiraukan nya.

Percuma juga. Theo sama keras kepalanya dengan dia.

"Lo udah makan?"

Hening, Reyhan masih tetap tidak menjawab.

"Woy! Ditanyain malah melamun!"

"Infus," jawab Reyhan singkat.

Theo mengelus dadanya, mudah sekali emosinya meluap hanya dengan kata-kata yang keluar dari mulut pedas Reyhan.

Ingat, Reyhan sakit. Ia baru saja mendonorkan darahnya pada sang ibunda, Theo jangan sampai memarahinya untuk kali ini.

"Mau gue beliin makanan gak?" tanya Theo.

Reyhan menggeleng pelan, ia menutup kedua matanya dan menarik selimut hingga menutupi semua tubuhnya selain kepala.

"Kepala gue pusing. Mau tidur, jangan ganggu."

Leave Me Alone | Huang Renjun ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang