Chapter 12

1.4K 182 4
                                    

Seorang pemuda tampak gelisah di atas kasurnya. Bulir keringat memenuhi wajahnya, keningnya berkerut dalam. Matanya masih terpejam erat.

Tak henti-hentinya pemuda itu mengucapkan kata-kata yang memilukan untuk di dengar.

"Bun--------bunda kan---------kangen.

-------pulang."

Kalimat itu terus terlantar dibibir tipis Reyhan. Ia terlihat sangat merindukan sosok Bundanya.

"Reyhan! Dek, lo gapapa?" tanya seorang pemuda, ia masuk dengan tergesa-gesa saat mendengar suara samar dari kamar Reyhan.

"Reyhan! Bangun!" Ia mengguncangkan tubuh Reyhan pelan. Namun, nihil. Anak itu masih setia menutup matanya.

"Kak... Kak Yansyah... Bunda, kak..."

Sontak air mata mengalir bebas di pipi pemuda tampan itu. Ia tidak sanggup melihat dan mendengar Reyhan se-putus asa seperti ini.

Anak itu terlihat sangat menyedihkan.

"Bangun, Rey. Ini kak Gatra. Hey," ujar Gatra sambil menepuk pipi Reyhan. "Panas."

Detik itu, Gatra menyibak selimut yang menutupi tubuh Reyhan. Ia membawa anak itu di gendongannya, keluar dari kamar yang ditempati Reyhan tadi.

"Yansyah sialan!" desis Gatra.

Raut wajah Gatra ketara betul bahwa ia sangat khawatir pada Reyhan. Ia juga kesal dengan orang-orang di rumah ini, bisa-bisanya Reyhan sakit seperti tadi, tidak ada yang menyadarinya.

Percuma punya keluarga lengkap kalau tak ada yang peduli satu sama lain.

Kalau saja Gatra tak ada niatan untuk menjenguk Reyhan, pasti sampai anak itu sekarat, tidak ada yang akan menyadarinya.

Miris sekali.

Niat Gatra bulat. Ia akan mengadopsi Reyhan sebagai adiknya. Meskipun nanti akan mendapat penolakan dari keluarganya ataupun keluarga Reyhan.

Ia akan berjuang terlebih dahulu.

Sekitar beberapa menit lalu, keduanya telah sampai di rumah sakit terdekat. Reyhan juga telah diserahkan ke pihak rumah sakit itu.

Kini Gatra menunggu dengan kedua tangan menyatu erat sambil melafalkan doa untuk kesembuhan Reyhan. Ia tidak mau hal buruk terjadi pada Reyhan yang sudah ia anggap sebagai adik sendiri.

Tiba-tiba benda pipih yang berada di sakunya bergetar, ia mengambilnya lalu menaruh ponsel itu di samping tempat duduknya.

Malas menjawab panggilan tersebut.

"Apa lagi yang mau dia omongin?!"

Tak berselang lama, ponselnya kembali bergetar. Dengan kesal, ia menekan ikon berwarna hijau.

"Apa sih Yansyah?! Nelpon mulu! Ganggu banget lo!" ujarnya kesal.

Terdengar decakan dari seberang sana. "Si bego! Papa lo ada di sekolah, lo ngapain pake acara bolos?!"

Sial. Gatra mengacak rambutnya kasar. Ia lupa kalau Papa sedang berada di Indonesia. Jadi, bisa memungkinkan ia datang ke sekolah.

Ini kali pertama Papa datang secara langsung. Biasanya ia hanya akan menerima telepon saja, pasti Papa akan sangat marah padanya.

Mungkin bisa jadi juga, Papa ke sekolah sekalian untuk mengecek nilai-nilai atau perilaku Gatra selama ini.

Bisa gawat. Gatra pastikan, Papa akan marah besar padanya nanti.

Leave Me Alone | Huang Renjun ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang