Chapter 32

1.7K 187 12
                                    

Harus merasakan kehilangan terlebih dahulu, baru menyadari arti penting kehadirannya
-

📢⚠️ BACA PART SEBELUMNYA BIAR GAK LUPA⚠️📢
-


-
-
-

Soo here we go!
-
-
-
-

Tidak ada yang mengetahui kalau di dalam sebuah ruangan gelap tersebut sedang ada 2 orang pemuda yang saling melemparkan tatapan tajam.

Mereka terlihat tidak akur satu sama lain. Sorot mata penuh kemarahan, kebencian dan kekecewaan. Tangan terkepal kuat serta wajah yang sangat tidak bersahabat. Kontras menunjukan kalau mereka berdua memiliki masalah atau konflik.

Salah satu pemuda tersebut maju, ia menyeringai. "Udah lama gak ketemu, dek," nada bicaranya terdengar mengesalkan.

Salah satu pemuda tersebut adalah Reyhan. Ia berdecih lalu menghempaskan tangan pemuda itu dengan kasar. Tak sudi kalau tangan itu menyentuh pundaknya.

Pemuda itu tertawa, ia mengalihkan pandangannya dan melangkah sedikit menjauh sebelum akhirnya duduk disebuah kursi. Kedua tangannya ditaruh di bawah dagu, ia kembali menatap Reyhan.

"Bapak kandung lo sama bejatnya bukan?" tanya Yansyah, pemuda tadi. Ia berujar dengan kalimat yang terkesan merendahkan.

Kepalan tangan Reyhan menguat, ia menatap marah kearah Yansyah.

"Lo gak usah bawa-bawa ayah gue, bangsat! Siapa lo?! Gak berhak orang kayak lo maki ayah gue!" bentak Reyhan.

Yansyah terkekeh. Ia puas saat sosok Reyhan dengan mudah terpancing emosinya.

"Santai dong, adikku tersayang... Emang lo dikasih apa sama dia sampai belain orang yang jelas-jelas bejat gitu?"

Lagi dan lagi, emosi Reyhan memuncak. Ia berjalan mendekat kearah Yansyah. Sungguh, Reyhan sangat kesal bila ada seseorang yang menghujat ayahnya. Terutama Yansyah.

"Lo diem atau gue hajar. Sesempurna apa lo sampai berani-beraninya maki ayah gue!"

Kicep? Oh tidak mungkin. Yansyah berdiri, menyamaratakan tubuhnya pada Reyhan. Dengan tatapan mengintimidasi, ia malah ingin melihat sosok itu kembali marah.

"Kenapa marah? Bapak lo itu nyiksa lo juga kan? Jadi apa gunanya lo belain dia segitunya? Lo aja gak dianggap, sadar bego!" sarkas Yansyah. Sebelah alisnya naik, ia menggelengkan kepala dengan wajah kasihan yang dibuat-buat.

Dalam hitungan detik, tangan Reyhan telah berada di kerah baju Yansyah. Kilat matanya sangat tajam, rahangnya mengeras.

"Urus-urusan lo sendiri! Gak usah ikut campur sama urusan gue!" teriaknya marah. Ia melepaskan kasar tangannya dari kerah Yansyah.

Memang Yansyah ini pintar sekali dalam mempermainkan emosi orang. Ia seperti sudah terlatih dalam hal itu.

"Gue terlanjur tertarik sama hidup lo. Gue pengen banget nyaksiin gimana hancurnya kehidupan adik gue ini. Kayaknya hobi gue yang baru, ngeliat lo menderita secara perlahan," ujar Yansyah dengan enteng.

Cukup, Reyhan sudah terlanjur kecewa pada sosok kakak yang dulu sangat ia sayangi. Ia marah sekaligus kecewa pada dirinya sendiri karena menyadari bahwa ia sangat membenci kakaknya itu.

Leave Me Alone | Huang Renjun ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang