Chapter 19

1.4K 190 9
                                    

Suara kicauan burung membangunkan sosok pemuda yang berwajah pucat itu, ia mengerjapkan kedua matanya berusaha menetralkan pandangannya.

Ia melirik sekeliling, sepi. Tidak ada orang sama sekali.

Pemuda itu tau jelas dimana ia berada saat ini. Apalagi kalau bukan rumah sakit karena terakhir yang ia ingat adalah dirinya pingsan di jalanan sepi.

Apakah Theo yang membawanya kesini? Bisa jadi, kan orang yang tau keberadaannya hanya Theo.

Reyhan merasa ada sesuatu di atas hidungnya, ia melepaskan masker itu agar bisa bernafas langsung. Kepalanya masih sangat pusing, ia belum bisa mengerakkan apapun.

Tubuhnya juga masih sakit dan nyeri, ia tidak tau sudah berapa lama dirinya berada di rumah sakit ini.

Karena masih sangat lemah, Reyhan memakai kembali masker oksigen itu lalu memejamkan matanya. Ia berharap saat membuka mata nanti, tubuhnya akan membaik.

Namun, saat sudah menutup mata, pintu ruangan ini terbuka. Reyhan ingin memastikan siapa yang datang, tapi ia urungkan sebab ingin tau apa yang orang itu akan lakukan.

Bisa Reyhan dengar, suara langkah kaki itu mendekat kearahnya. Ia mencium wangi seseorang yang sangat ia rindukan.

"Rey, masih belum mau bangun?"

Itu suara Wina, tebakan Reyhan benar. Ia bisa merasakan bahwa Wina sedang mengelus tangannya.

Tangan Reyhan sedikit basah, ia yakin bahwa Wina sedang menangis. Ingin sekali ia memeluk Wina, tapi ia tidak sanggup melihat Wina menangis.

Hening, Wina melepaskan salah satu tangannya. Ia mengusap air matanya. Berusaha agar tidak menangis.

"Kenapa kamu ngelakuin itu, Rey? Kenapa kamu bisa jahat gitu sama kakak kamu sendiri?" ujar Wina seraya memukul lengan Reyhan.

Hati Reyhan berdenyut, ia ingin menangis sekarang juga. Wina malah mempercayai Yansyah daripada dirinya, Wina tidak seperti biasanya.

Bahkan Wina setega itu memukul Reyhan yang dalam keadaan sakit seperti ini. Apakah Wina se-marah itu padanya? Apakah Yansyah se-parah itu? Dan apakah Wina tidak menyadari bahwa Reyhan juga terluka, jauh lebih parah dari Yansyah.

Kenapa semua orang yang ia sayangi, menyakitinya? Tidak cukupkah dirinya tersiksa akan sifat kedua kakak dan ayahnya saja? Sekarang, Bunda juga ikut-ikutan melakukan hal itu.

Tanpa sadar, air mata mengalir dari sudut mata Reyhan, masker oksigennya berembun akibat ia menahan tangis yang berakhir sesak.

"Bun---da..."

Sontak kepala Wina terangkat, ia membulatkan matanya saat melihat Reyhan yang sudah sadar. Ada perasaan lega bagi Wina saat mata anaknya itu masih terbuka.

"Ke-napa nan--ngis?" tanya Reyhan yang bersusah payah mengeluarkan suara.

Senyum yang tadinya tertera dibibir Wina seketika menghilang. Ia menghapus air matanya, itu bukan air mata sedih, melainkan air mata terharu.

Baru saja Reyhan hendak meraih tangan Wina, ibundanya itu malah menjauh. Ia berdiri lalu melangkah pergi tanpa mengucapkan apapun.

"Se--sak..."

Di hirupnya udara dari balik nasa canula tersebut. Beberapa detik kemudian, nafas Reyhan kembali normal, ia melepas paksa jarum infus yang ada di tangannya itu sampai berdarah.

Leave Me Alone | Huang Renjun ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang