Chapter 27

1.3K 192 2
                                    

Sosok pemuda terlihat sedang berusaha untuk berdiri. Semua tubuhnya nyeri dan sakit, wajah yang sangat pucat serta keringat dingin yang membanjiri tubuhnya.

Tubuh itu berulang kali mendapatkan perlakuan seperti ini. Tapi kali ini, Reyhan merasa tubuhnya semakin melemah.

Di rabanya bagian perut sambil mencengkram kuat, masih sakit sekali. Ia menunduk, keningnya berkerut dalam.

"Gue mohon untuk kali ini, jangan datang dulu," monolog Reyhan.

Dinding jadi sandaran untuk dirinya. Menit kemudian, ia mengedarkan pandangannya. Sepi, sepertinya Cahyo telah pergi bekerja.

Aman. Reyhan aman sekarang.

Rasa sakit itu Reyhan lawan demi bertemu sosok ibunda. Ia sangat merindukan seseorang yang membuatnya terlahir ke dunia ini.

Walau langkahnya tertatih, Reyhan terus berjuang. Ia harus cepat sampai ke kamar. Tidak peduli dengan perutnya yang harus diisi dahulu.

Setelah sampai di kamar sekitar beberapa menit, Reyhan segera membuka lemari meja dengan cepat. Ia mengambil beberapa obat-obatan di dalamnya dan langsung meneguknya dengan dosis yang lumayan banyak.

Setidaknya obat itu bisa meredakan rasa sakitnya meskipun akan berdampak buruk bagi kesehatannya.

Obat yang dimaksud adalah paracetamol. Baik sebenarnya dipakai untuk meredakan sakit dan pusing, hanya saja kalau berlebihan juga tak baik bagi tubuh.

Lumayan mereda. Reyhan menghela nafas lega. Ia memejamkan matanya sembari menyandarkan dirinya di dinding.

"Lemah banget jadi orang," gerutu Reyhan.

Tubuh itu terlihat sangat menyedihkan. Sangat kurus dan banyak sekali lebam di sekujur tubuhnya. Ia bahkan baru menyadari bahwa lebam kebiruan selalu ada di setiap jengkal tubuhnya.

Pucat pasi, wajah Reyhan seperti mayat hidup. Ia menyingkap lengannya dan menampilkan sebuah ukiran-ukiran karya dirinya sendiri.

Kala ia sedih ataupun tertekan, lengannya lah yang akan menjadi korban pelampiasan. Tanpa sadar, ia semakin kecanduan melakukan barcode itu sendiri.

Reyhan tersenyum perih. Ia membenturkan kepalanya beberapa kali sambil mengigit bibir bagian bawahnya.

"Gini aja terus, gapapa," ujar Reyhan sambil tertawa.

"Alangkah indahnya dunia kalo gue gak terlahir."

Tertawa diatas duka ternyata sangat menyakitkan. Reyhan jadi bingung, ia harus menangis atau tertawa meratapi nasib yang sangat menyedihkan ini.

"Semua orang pasti menderita karena kehadiran gue." Reyhan terdiam, ia membuka laci meja kemudian mengeluarkan cutter dari dalamnya.

"Apa gue harus pergi aja dari dunia ini, ya? Kali aja di sana gue bisa bahagia dikit." Reyhan terkekeh pelan.

Ia menggeleng. Kenapa pikiran bodoh itu muncul di pikirannya. Ia sadar kalau dirinya emang se-putusasa itu. Hingga tidak ada lagi yang terpikirkan selain mati.

"Maaf, gue ngelukain lo lagi, tenang kok ini gak bakalan lama."

Reyhan terus mengukir abstrak di lengan yang sudah dipenuhi banyak bekas dirinya dulu dan bahkan ada beberapa yang masih basah. Ia tersenyum puas saat melihat hasil karyanya.

Tindakan itu sedikit membuatnya lega. Walau rasa perih muncul setelahnya. Ia tidak peduli, inilah cara Reyhan meluapkan segala emosinya.

"Bun, Reyhan harus gimana sekarang?" ujar Reyhan yang terdengar frustasi.

Leave Me Alone | Huang Renjun ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang