24. Sebuah Alasan

42.8K 3.1K 567
                                    

"Tuan."

Panggilan Rendi yang ketiga kalinya itu akhirnya berhasil menyadarkan Reza dari pikirannya. Sedari tadi Reza berpikir tentang pertunangannya dengan Dara. Kenapa kabar buruk seperti itu harus ada di hubungannya?

Reza menatap Rendi, "Ya."

Rendi menghela napas. Dia juga tidak menyangka kabar seperti itu bisa datang pada tuannya. Saat dia menerima telepon dari Tuan David, ayahnya Reza, dia juga terkejut atas pembatalan pertunangan anaknya itu.

"Kita sudah sampai di rumah Nona," jawab Rendi. Reza melihat ke samping. Benar apa yang dikatakan Rendi. Dia sudah sampai di rumah Dara. Mereka tepat di depan pagar rumah bercat putih tulang. Tapi ada yang aneh dengan keadaan di sana. Di sana banyak sekali pria berpakaian hitam, dan Reza mengetahui siapa itu. Mereka adalah orang yang membawa Dara tadi.

"Sepertinya kita akan sulit masuk ke dalam, Tuan." Ucapan Rendi barusan membuat Reza menatapnya.

"Tuan Wijaya melarang anda masuk ke dalam."

"Maksudmu?" Reza mulai mengepalkan tangannya. Emosi, marah dan kesal bercampur aduk. Tak bisakah Papanya Dara memberi alasan kenapa pertunangan ini dibatalkan? Dia membatalkan pertunangan ini seenaknya saja, tanpa persetujuan darinya.

"Banyak bodyguard di rumah itu, kita kalah jumlah." Jelas Rendi lagi.

"Suruh orang-orangmu ke sini!" titah Reza penuh tekanan.

"Tidak bisa Tuan. Orang tua anda melarang saya membawa bodyguard lainnya. Lagipula sebentar lagi orang tua anda sampai ke sini." Ada decakan kekesalan keluar dari mulut Reza.

Reza menarik napasnya dalam-dalam. Dia sudah tidak sabar ingin menyelesaikan masalah ini. Pertunangan ini tidak boleh dibatalkan. Sama sekali Reza tidak akan pernah sudi menyetujui keputusan sepihak ini. Sebesar apapun masalahnya, Reza akan tetap menolak keputusan ini.

"Ponsel lo mana?" tanpa basa-basi lagi Rendi langsung memberikan ponselnya.

Reza langsung mengetik nomor telepon Dara yang dia hafal di luar kepala. Dia ingin tau keadaan Dara di dalam sana. Perkataan Dara tadi yang mengatakan semua akan baik-baik saja selalu berputar di otaknya. Hati Reza mengatakan semuanya tidak akan baik-baik saja.

Telepon dari Reza dirijeck oleh Dara. Reza tak menyerah, ia kembali menelepon Dara lagi. Dan tetap saja telepon itu dirijeck oleh Dara. Reza beralih mengirim pesan lewat ponsel itu.

ANGKAT TELEPONNYA, RA!

Setelah itu Reza kembali menelepon Dara, dan ya berhasil. Dara mengangkat telepon itu.

"Kamu baik-baik aja, kan?" tak ada sahutan dari Dara.

"Aku nggak bisa masuk sekarang, tunggu beberapa menit dulu ya." Dan lagi Dara tak menjawab.

"Aku bakal bicara sama papa kamu."

Reza menghela, tangan kirinya mengepal kuat. Dia tahu Dara di sana sedang menangis, Daranya sedang sedih sekarang. Isakan kecil itu jelas terdengar di telinganya. Sangat jelas sampai-sampai hatinya pun ikut merasakan apa yang sedang Dara rasakan.

"Ra, aku nggak akan biarin pertunangan kita dibatalin. Kamu tunggu aja di sana, aku bakal nyelesain masalah ini. aku nggak bakal ngebiarin hubungan kita ber," ucapan Reza terputus karena Dara menyela.

"Za." Panggilan itu. Panggilan untuknya yang keluar dari bibir Dara selalu saja menggetarkan hatinya.

"Semua akan baik-baik aja." Perkataan Dara barusan sangat bertolak belakang di pikiran Reza. Reza ingin semua ini akan baik baik saja, tapi kenapa dalam situasi sekarang ini, pikiran dan hati bertolak belakang. Dia punya firasat semua ini tidak akan baik baik saja.

BackstreetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang