12 (Helped)

9.3K 335 19
                                    

PART 12 - Helped

“Gue emang dingin. Tetapi, kalau ada orang lain lagi butuh bantuan, gue bakalan bantu dengan senang hati.”

•••

Hari Senin merupakan hari dimana sekolah-sekolah di Indonesia mengadakan upacara. Tak terkecuali dengan SMA Pelita Harapan.

Alina bangun pagi-pagi sekali, karena ia tidak ingin terlambat untuk mengikuti upacara di sekolahnya. Seusai memakai sepatu dan jaket almamater, Alina berjalan menuju pelataran parkiran untuk mengambil sepedanya.

Ketika Alina telah sampai di pelataran parkiran, ia bertemu dengan segerombolan laki-laki, yang terdiri dari Dave, Raffa, Kenzo, dan Alvaro.

Ketika Alina melewati gerombolan tersebut, ia tak luput dari tatapan gerombolan tersebut. Karena merasa ditatap, Alina pun mempercepat langkah kakinya menuju dimana sepedanya terparkir.

“Gebetan lewat, tuh!” ucap Dave. “Gebetannya siapa?” ucap Kenzo menimpali perkataan Dave.

“Gebetannya orang, lah.” ucap Dave sembari melirik Alvaro yang sedang mengambil motornya sendiri.

“Yuk.” ucap Alvaro datar kepada temannya. Seakan mengerti akan maksud Alvaro, mereka pun menancapkan gasnya menuju ke sekolah mereka.

Di lain tempat, Alina kini sedang terlihat bersusah payah mengayuh sepedanya menuju ke sekolah. Walaupun jarak dari asrama ke sekolah tidak begitu jauh, tetapi cukup menguras keringat Alina dalam mengayuh sepedanya.

Akhirnya, ia telah sampai di parkiran SMA Pelita Harapan, Alina pun memakirkan sepedanya di tempat biasanya. Setelah itu, ia berjalan menuju ke tempat dimana Athilla dan Ratna biasa menunggu.

“Lama banget, sih.” ucap Ratna dengan muka juteknya. “Gue berangkat pakai sepeda, okay. Sedangkan kalian, pakai motor,” protes Alina.

“Udah. Ayo, ke kelas! Keburu bel,” ucap Athilla menegahi pertengkaran mereka.

Mereka bertiga pun berjalan menuju kelas. Ketika mereka menaiki tangga menuju kelas mereka, tiba-tiba, seseorang dari belakang yang memanggil nama mereka.

“Al! Thilla! Rat!”

Mereka bertiga menengok ke belakang, dan mendapati bahwa Inara yang memanggil mereka, tadi.

“Tungguin, woy!” Inara pun berjalan menyusul temannya yang kini sedang menunggu di belokan tangga.

“Dianter?” tanya Alina kepada Inara, ketika mereka berempat berjalan menuju kelas.

“Hah? Maksud lo?”

“Lo dianter sama orang tua lo?” ucap Alina memperjelas.

“Iya.”

Mereka pun akhirnya telah sampai di kelas, lalu meletakkan tas, di bangku mereka masing-masing. Karena bel masuk masih cukup lama, mereka pun berbincang-bincang. Obrolan mereka berhenti ketika seseorang berteriak dengan pede-nya, menurut Athilla.

“Hai, para fans-ku! Pangeran Dave dengan sejuta pesonanya, datang!”

“Berisik!” Athilla pun melotot ke arah Dave. Dan, yang dipelototi malah menunjukkan cengirannya.

Alvaro yang tidak peduli dengan keadaan di sekitarnya, berjalan dengan santainya, menuju ke bangkunya. Teman-temannya pun ikut berjalan ke bangku mereka masing-masing.

Bel berbunyi dengan nyaring, menandakan bahwa upacara akan dimulai.

“Yuk, lapangan!” ajak Alina kepada teman-temannya, dengan menggenggam topi berwarna putih abu-abu.

Alvaro dan Alina ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang