66 (Wounded)

1.6K 99 13
                                    

•••

Bagus, kini seorang laki-laki ditemukan masih duduk di luar dinginnya malam karena bingung bagaimana membangunkan gadis yang sampai saat ini masih tertidur dengan posisi kepala yang bersandar di punggungnya. Alvaro menghela napas panjang sambil menertawai tingkahnya yang kelewat aneh ini. Yang benar saja, apa tanggapan orang jika melihat sepasang sejoli yang duduk di atas motor dan salah satunya memeluk lainnya. Tandai jika mereka saat ini berada di pelataran parkir.

Raffa yang hendak melakukan ritualnya—menyanyi diiringi gitar di bawah bintang-bintang bersinar di malam hari—terkejut melihat dua orang yang begitu ia kenal berada di pelataran parkir dengan posisi yang cukup membuat otaknya berpikir sedikit negatif. Iya, hanya sedikit. Tak lebih.

Karena kadar keingintahuannya yang semakin meningkat, ia menghampiri dua orang tersebut sambil membawa gitar kesayangannya.

"Woi, ngapain lo berd—"

"Sst." Alvaro menunjuk Alina yang tertidur. Melihat lawan bicaranya yang masih mengerutkan dahi, Alvaro menyatukan kedua telapak tangannya lalu membawanya ke sisi wajah dan menutup kedua matanya.

"Oh, lagi bobok. Kok baru pulang?"

"Ceritanya panjang, pergi sana."

"Iya, ini gue mau pergi. Kalau rujuk, jangan lupa makan-makan."

Kedua mata Alvaro melotot mendengar perkataan Raffa. Dengan gerakan matanya, ia mengusir Raffa agar tidak semakin membuat kekacauan. Belum sempat Raffa pergi meninggalkan tempat tersebut, bahunya tiba-tiba ditepuk keras oleh seseorang.

"Ngapain nih malem-malem di luar aje? Widih, ada Pororo juga nih." Tebak siapa yang berkata demikian. Benar, ia adalah Dave. "Ro, gue tahu lo pengin hemat, tapi jangan pacaran di parkiran juga."

Karena suara menggelegar Dave, pelukan Alina tiba-tiba mengendur, tanda bahwa gadis itu terbangun dari tidurnya karena punggung Alvaro kini terasa ringan. Tak butuh waktu lama untuk Alina beradaptasi dengan dunia luar selepas menyelami dunia mimpi, dan tak butuh waktu yang lama juga dirinya terkejut sambil menahan malu karena ketahuan tertidur pulas oleh Raffa dan Dave. Tanpa ba-bi-bu lagi, Alina segera turun dari motor Alvaro dan berlari menuju kamar asramanya sampai lupa untuk berbicara satu atau dua patah kata kepada tiga laki-laki tersebut. Kadar malunya kini sudah melebihi tinggi gunung Everest.

"Tuh kan si Alina kabur gara-gara lo. Dasar mulut toa."

Dave yang dari awal tak tahu apa-apa hanya menunjukkan cengiran lebarnya. Ia benar-benar tak tahu bahwa sedari tadi gadis itu tertidur dengan posisi kepala yang bersandar di punggung sahabatnya, membelakangi dirinya dan Raffa. Melihat gerak-gerik Alina seperti pencuri yang ketahuan merampok toko emas, sudah sangatlah jelas bahwa gadis itu tengah menahan malu karena ketahuan tertidur. Mungkin jika hubungan Alina dan Alvaro masih seperti dulu, rasa malu yang Alina rasakan tak akan sebesar itu. Masalahnya, kali ini mereka berdua hanyalah dua pribadi masing-masing yang tak memiliki suatu hubungan spesial. Hanya sekadar antar teman yang membantu sama lain. Tidak lebih dan tidak kurang.

•••

Dapur sekolah yang biasanya sepi, siang hari itu ramai dipenuhi sekumpulan murid yang asyik meracik bumbu lalu mengolahnya menjadi suatu hidangan yang harap-harap bisa menyaingi cita rasa hidangan koki di restoran bintang lima.

Alvaro dan Alina ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang