#5

1.5K 203 84
                                    

Dante turun dari mobilnya di depan SMA Hang Tuah 1 yang diantar oleh sopir pribadinya.

Tepatnya bukan sopir pribadi, tapi sopir antar jemput sekolah. Kalau dia sedang ingin jalan kaki ya Pak Joko menuruti perintahnya.

Sebenarnya bukan keinginan Dante untuk diantar jemput seperti anak TK, tapi papanya tidak mau membelikan motor untuk Dante seperti teman-temannya dengan alasan jika Dante membuat onar akan merusak nama baik papanya.

Baru beberapa langkah Dante memasuki gerbang sekolah, Krisna menepuk bahunya dari belakang sambil membawa gitar kesayangannya.

Dante tak banyak bicara, ia hanya memasukkan kedua telapak tangannya di saku celana.

"Dih, lo kenapa jadi kalem gini?"

Krisna berjalan di samping kiri Dante sambil sesekali memetik senar gitarnya, tersenyum pada semua murid cewek yang lewat.

Bukan hanya Dante, Krisna juga sangat hobi tebar pesona di depan cewek-cewek, terutama adik kelas.

"Kalem jidat lo?"

Krisna menahan tawa saat Dante tiba-tiba meneriaki telinga kanannya.

"Hei bro!"

Mendadak Riki nimbrung di percakapan tidak penting pagi ini, disusul Dicky di sampingnya.

Kali ini mereka berjalan bersampingan melewati koridor sekolah. Tidak ada yang tidak kenal kelompotan tanpa nama di sekolah ini. Saat mereka melewati koridor, semua murid harus menepi, karena jika tidak, cewek ataupun cowok yang menghalangi jalan akan berurusan dengan Dante.

Tahu kan cowok satu ini emang nggak ada kerjaan banget kalau di sekolah?

Bahkan tukang kebun aja bisa dikerjain habis-habisan lantaran semua tanaman di taman hampir dipotong habis oleh Dante, dan Dante malah menyalahkan tukang kebunnya. Karena nggak ada bukti, akhirnya pak tukang kebun sampai dipotong gajinya.

Tapi walaupun Dante itu cowok berandal di sekolah, yang ngelakuin hal-hal nggak berguna, besoknya setelah kejadian itu Dante langsung minta maaf ke pak kebunnya dengan cara ngasih uang sakunya yang bisa dibilang nggak sedikit ke pak tukang kebun sebagai ganti rugi.

Dante adalah berandal sekolah yang juga tahu tata krama. Ya, walaupun banyak nggak benernya, yang namanya manusia selalu punya hati nurani.

-

Sampai di bangku masing-masing, Dante duduk di samping Krisna dengan urutan bangku paling kanan nomor dua dari belakang, sedangkan Riki dengan Dicky duduk di depannya.

Pagi ini suasana kelas sangat ricuh karena murid-murid cewek sedang ribut melindungi tanaman bawang merahnya yang mereka bawa dari rumah takut dicuri oleh anak-anak cowok.

Krisna mengernyitkan keningnya.

"Nih orang-orang kenapa pada ribut? Ganggu orang main gitar, shit!" Ia mulai memainkan beberapa nada.

Tiba-tiba Dicky menepuk dahinya dengan lumayan keras hingga Dante dan Riki menoleh.

"Lo kenapa? Lupa nggak pakai daleman?" Dante bertanya sambil nyengir.

"Kampret lo!", balasnya.

"Gue inget!", Dicky mengerutkan keningnya.

"Minggu lalu Bu Kina ngasih tugas," ujarnya, lagi.

"Tumben lo inget tugas"

Mendadak Rasya yang duduk di bangku paling depan tak jauh dari tempat duduk mereka menyahut.

"Yeee!! resek!" Dante menggertak dan menatap Rasya seolah maksudnya 'gue makan baru tahu rasa lo'.

Dicky melanjutkan kalimatnya,

"Bu Kina nyuruh kita bawa tanaman bawang merah dan gue lupa!"

Ekspresi para sohibnya hanya datar mendengar kalimat itu, tidak takut, tidak memikirkan, tidak bergerak, tidak iba sama sekali dan hanya Dicky di antara mereka yang memikirkan soal tugas.

"Gue mana peduli Dick"

Riki membuka resleting tasnya, mengambil hp, lalu memulai rutinitasnya, main game.

"Bro! Lo kan tahu kita bakal kehukum lagi ntar"

Dicky tampak sedang berfikir dan menggaruk-garuk rambutnya yang tidak gatal.

"Lo juga! Keskors lagi bisa putih ntar kumis bokap lo bolak balik ke sekolah buat nyogok,"

Dicky menonjok pelan bahu Dante, tapi makhluk satu itu tak berkutik, ia hanya menghadap depan. Tatapan matanya benar-benar ke depan, bukan menatap papan tulis, tapi diam-diam melihat gadis yang ada di bangku paling depan itu, di samping Rasya.

Enki, gadis itu sedang membaca buku novel best seller karya Andrea Hirata, penulis kesukaannya. Matanya beralih kemudian, ketika Dicky menonjoknya pelan untuk kali kedua.

"Woi!!!"

Krisna yang sadar Dante tak berkutik sedikitpun saat diajak bicara mencoba mengagetkannya.

"Lo ngeliat apaan sih?"

Krisna mengikuti arah pandang Dante tadi, tapi Dante langsung menyela.

"Enggak!"

Krisna hanya mengangkat alisnya bertanya-tanya sedangkan Dicky masih bingung di mana ia harus mencari bawang merah. Sampai-sampai ia harus browsing internet dan hampir pesan tanaman bawang secara online sebelum Dante menyahut.

"Nyuri aja punya kelas sebelah!"

Dante mengangkat satu alisnya, bertanya apakah semuanya setuju.

"Tapi kan.."

Dicky masih mengelak, namun akhirnya memang tidak ada cara lain.

-

DANTE [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang