#27

584 52 1
                                    


Sudah satu minggu sejak skorsing Dante berakhir. Hari ini juga cowok itu kembali berulah dengan menaiki pagar sekolah bagian samping karena bangun jam tujuh. Hasil dari pesta minum soda dan ngerokok di belakang rumahnya bersama squad seperti biasa, Krisna, Riki, dan Dicky yang kini berakhir di tengah lapangan sambil menghadap seluruh murid yang sedang mengikuti upacara.

Sehening-heningnya upacara bendera, tetap ada cerocosan dari murid-murid terutama kelas 12. Seorang cowok tinggi berbisik pada teman di sebelahnya.

"Itu yang lo maksud?" bisiknya. Cowok disebelahnya mengangguk kemudian menanggapi, "yang kemarin balap sama Rega. Gue nggak nyangka dia bakal menang, Rega minta gue awasin tuh anak."

"Upacara selesai, pasukan dibubarkan."

"Akhirnya, anjirrr!! Gue capek!" celetuk Krisna, diikuti keluhan lain dari Dicky dan Riki.

Dante diam, seorang gadis yang berada di tengah barisan serius memperhatikannya dari celah-celah antara kerumunan murid yang sedang menuju kelasnya masing-masing.

Semalam, Enki menelponnya berkali-kali tetapi Dante hanya menemui riwayat panggilan. Terlalu asyik kalau sudah bersama ketiga sohibnya, apalagi pesta soda dan ngerokok yang diadakan paling tidak dua bulan sekali. Repot memang jadi anak sekolah, tidak bisa bebas, mau rokok di toilet juga asapnya dikira ada kebakaran. Karena itu Dante jadi lupa tentang semuanya.

Enki masih berdiri di antara lautan manusia yang berlalu lalang menuju tujuannya masing-masing, menatap Dante yang saat ini berjalan ke arahnya dengan langkah seperti biasa, penuh nyali. Sedangkan sebelum mendapat hukuman lebih lanjut, Krisna dan kedua sohib gilanya sudah melipir entah kemana.

Dengan seragam putihnya yang lusuh akibat susah payah menaiki pagar yang tingginya 2,5 meter dan di atasnya dipenuhi pecahan kaca yang sengaja dibuat oleh waka kesiswaan, Dante meraih tangan Enki untuk diajaknya ke suatu tempat. Niatnya, tetapi Enki menarik tangannya ke belakang, tidak mau.

Seragam Dante lusuh, celananya kotor, sepatunya terkena lumpur di jalan berlubang samping sekolah. Semua itu karena bangun jam 7. Dante mengerti letak kesalahannya. Seharusnya, kemarin ia mengangkat telepon dari Enki walau hanya satu menit saja untuk menunjukkan keberadaannya di telinga Enki dan mengatakan ia sedang melakukan aktivitas yang baik. Tetapi kabar pesta soda terlanjur bocor karena mulut Rasya yang tidak terkendali.

Ngomong-ngomong, kemarin itu Rasya ikut datang ke rumah Dante. Untuk apa? Jelas tidak untuk ikut di dalam pesta mereka, tetapi sekadar diajak main ke rumah Dante oleh Krisna. Mereka sedang ada pada level kasmaran tingkat atas.

Melihat Enki diam, Dante ikut tidak mengatakan apapun sebelum ia bertindak lebih salah dari ini. Tanpa menatap Dante, Enki bersuara, "nggak papa, habis ini pelajaran PKN, cepet masuk kelas biar nggak kehukum lagi,"

Dante sumringah, tetapi punggung Enki berlalu tanpa pamit.

Dengan langkah agak dipercepat, Dante mensejajarkan jalannya. Lalu ia melihat Enki dari samping yang seperti biasanya, selalu canggung ketika bersama Dante.

Cowok itu ikut tersenyum dan gemas sendiri.

Lalu kemudian katanya, "Asmara itu menggemaskan, selalu ingin meliriknya, tapi ia malu-malu. Tidak dilirik, ia marah-marah. Beruntung, aku cinta."


-

DANTE [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang