#29

523 47 3
                                    

       Menghabiskan malam dengan perasaan gelisah itu sulit. Walaupun ada banyak PR yang belum dikerjakan, malam ini Enki sama sekali tidak membuka buku pelajarannya. Pikirannya sedang tidak fokus. Sudah pukul 9 malam. Biasanya jam segini, Dante mengirim pesan walaupun sekadar kata-kata aneh yang hanya akan membuatnya tertawa entah karena apa. Setidaknya itu hal kecil yang membuatnya bahagia. Tapi malam ini handphone Enki hanya terisi chat grup kelas.

       Gadis itu membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. Matanya masih sedikit merah bekas menangis sepulang sekolah tadi. Tiba-tiba ia teringat perkataan Riki sebelum pergi dari mengantarnya pulang ke rumah.

       “Ki! Lo nggak perlu kawatir soal Dante. Cukup lo ada buat dia aja udah cukup.” Begitu kalimatnya, lalu pergi.

       Enki menghela napas cukup panjang. Kemudian, mendadak handhonenya berdering.

       ‘Dante?’

       Jantung Enki berdetak dua kali lebih cepat melihat nama yang tertera di layar handphone. Namun dengan sigap jarinya menggeser tombol hijau dan mendekatkannya ke telinga.

“Ha-lo?” sapa Enki canggung campur kawatir.

Hola?” jawab Dante dari seberang sana.

“Haha.”

Ketawa?”

“Lucu.”

Jangan ketawa!”

“Eh?”

“Nanti aku jatuh cinta dua kali.

“Kok?”

Jatuh cinta sekali sama kamu aja udah bikin repot hati, apalagi dua kali.”

“Kalo dua kali bikin apa?”

Bikini.”

“Heh! Dante!!!”

Haha. Canda.”

“Nggak lucu.” Ujar Enki, tapi ia tersenyum.

Ki?”

“Hm?”

Udah ngerjain PR?”

“Eh! Tumben tanya PR,”

Biar kelihatan kayak orang pinter, hehe.

“Hahaha. Orang pinter? Dukun?”

Dukun beranak,”

“Haha.”

Nggak tau caranya ngerjain. Telan aja bukunya kali ya, biar cepet sampai ke otak.” Enki tertawa mendengarnya.

“Hahaha.”

Eh, enggak!”

“Kok?”

Kalo ditelen sampainya ke perut,”

“Hahaha.”

Jadi tinja.”

“Haha.”

Tapi,”

“Tapi apa?”

Belum sampai ke perut, nyangkut di tenggorokan,

“Terus?”

Tenggorokannya jadi kotak,”

“Loh?? Haha”

Jadi apa?”

“Hah? Jadi Spongebob?”

Spongebob lapis cokelat.”

“Haha. Nggak nyambung deh.”

Terus diberi stik es krim.”

"Enaaak.”

Mau?”

“Mauuu.”

"Rasa apa?"

"Stawberry."

"Durian nggak suka?"

"Enggak,"

"Vanila?"

"Nggak juga,"

"Kalo sama aku?"

"Suka. Haha."

"Berapa persen?"

"100,5."

"Yess!!" Dante meninjukan tangannya ke udara.

"Haha. Dante di mana sekarang?"

Aku di luar.” Enki kaget mendengar kalimat Dante. Segera ia membuka jendela dan pandangannya menyusuri halaman rumahnya yang tidak ada siapapun.

“Luar mana?”

Luar angkasa.”

“Dante serius!?”

Iya, serius.”

“Di mana?”

Di luar gerbang rumah kamu.”

Beep beep beep!!

Jaringan terputus. Enki melihat layar handphonenya.

Dante mengakhiri telepon?

-

DANTE [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang