#20

753 73 2
                                    

       Petang ini, sebuah motor RX-King terpajang indah di depan rumah bercat serba putih. Motor itu sepertinya baru saja dicuci, terlihat dari tampilannya yang mengkilat, ban motor yang masih bersih, kaca spion yang terlihat jelas untuk bercermin dan tentu saja jok motor, bersih tanpa noda.

       Dante baru datang, setelah membuat janji tadi siang di sekolah bersama Enki.

       Tidak lama cowok itu masuk, dan berakhir di perpustakaan kecil yang ada di rumah Enki setelah si pemilik rumah mempersilakannya.

       Walaupun ke sini dengan motor hasil meminjam, Dante selalu percaya diri. Ingin sekali mengajak Enki jalan, tetapi tunggu dulu, nanti, setelah Enki menjawab tentang berapa persen ia di hati gadis itu. Tidak peduli walau nanti jawabannya 10 atau bahkan baru 2,5 persen. Sabar!

       Sejujurnya Dante sangat berterima kasih pada Pak Seto, si pemilik motor yang ia bawa ini. Tadinya, petang ini Pak Seto ingin memakai motornya pergi mengajar di tempat les, beliau berprofesi sebagai guru, tetapi karena Dante dengan terburu-buru ngibrit menghampiri Pak Seto dan memohon untuk dipinjami si RX-King, Pak Seto mengurungkan niatnya dan beliau malah memilih pesan ojek online.

       Dante tega.

       “Mau belajar apa?” tanya Enki setelah menaruh beberapa buku di meja, kemudian duduk di samping Dante.

       Karena sebenarnya masih tidak niat belajar, Dante malah hanya melihat Enki yang mencoba membukakan beberapa buku untuknya.

       “Fisika?” tanya gadis itu lagi, menoleh ke arah Dante yang ada di samping kanannya.

       DEG! Tatapan mereka beradu.

       Kali pertama setelah beberapa tahun lalu, menjadi dekat seperti ini terasa sangat canggung. Suasana ruangan yang sepi seolah sangat mendukung, membuat degup jantung keduanya hampir terdengar.

       Meski Dante merasa sangat senang, ia tahu Enki menjadi malu jika seperti ini. Selain itu, tidak baik menatap mata seorang gadis lama-lama, apalagi di tempat sepi, takut ada yang bisik-bisik, hal senonoh nggak boleh terjadi kan?

       Dante tertawa di dalam hatinya.

       Mendadak Enki mengalihkan pandangan sesegera mungkin.

       Dante menyunggingkan satu sudut bibirnya, “Aku tidak bisa hampir semua mata pelajaran. Tapi, boleh, hari ini diajari matematika?” jelas Dante, sambil bertanya.

       Dengan tipikal seorang siswi yang menjadi setidaknya tiga besar paralel di sekolah, Enki manggut-manggut mengerti, mengiyakan permintaan Dante.

        Gadis itu membuka buku paket matematika, kemudian memperlihatkannya pada Dante yang kali ini sepertinya serius untuk memperhatikan.

       “Dimulai dari mana?”

       “Dari mana aja boleh!”

       Enki menahan tawa mendengar jawaban Dante.

       “Yang kamu nggak bisa, bab apa?”

       Sekonyong-konyong, Dante menoleh mendengar Enki memanggilnya dengan kata ‘kamu’. Seperti pacar.

       “Yang dibuat ulangan kemarin?” tanya cowok itu seraya memutar duduknya, sepenuhnya menghadap ke arah Enki.

       “Program Linear?”

       “Iya kali.”

       Dante membuka bukunya sambil tertawa. Ia tidak tahu bab apa saja yang ada di pelajaran matematika, bahkan yang baru diajarkan kemarin.

DANTE [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang